Mohon tunggu...
Suryo Panuluh
Suryo Panuluh Mohon Tunggu... -

Semurni Tauhid, Setinggi Ilmu, Sepandai Siasat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memutus Rantai Korupsi = Memotong Leher Generasi

18 April 2010   07:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:44 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara yang bersih adalah negara yang terbebas dari praktek - praktek korupsi, kongkalikong jahat dan terbebas dari berbagai penyakit masyarakat. Korupsi tidak terjadi karena budaya masyarakat kita yang koruptif tetapi korupsi tercipta karena adanya struktur yang korup dan memungkinkan adanya celah korupsi, sehingga pada akhirnya menciptakan budaya korup ini. Oleh rejim kekuasaan terdahulu praktek korupsi dipakai untuk melanggengkan kekuasaan mereka, sehingga pengaruhnya sampai sekarang praktek-praktek curang ini masih banyak ditemukan. Faktanya terjadi karena masih banyak pejabat warisan dari rejim pemerintahan yang lama masih menjabat.

Pernah suatu hari saya berbincang dengan teman yang menyandang status sebagai PNS di sebuah lembaga diklat provinsi. Saya bertanya tentang elemen gaji yang diterimanya, jawaban yang saya dapat sungguh mengagetkan. Betapa tidak selain gaji pokok dia masih mendapat insentif dari pelaksanaan diklat ditempatnya bekerja. Nah pertanyaannya uang dari mana ini asalnya??? Sampai sekarang teman saya pun tidak mengetahui asal dari uang tersebut. Dalam logika saya seorang pegawai lembaga diklat mepunyai berupa gaji pokok dan kalau memiliki jabatan pastinya ada tunjangan jabatannya. Kemudian saya berfikir, sebuah lembaga diklat tugasnya adalah menyelengarakan diklat lalu mengapa tiap kali ada pelaksanaan diklat harus ada tambahan penghasilan yang berupa insentif kerja??? Bagi teman saya insentif ini adalah sudah menjadi keharusan tiap kali ada pelaksanaan diklat. Kasus lainnya adalah teman saya yang pemilik perusahaan mempunyai kolega yang katanya dia adalah konsultan pajak perusahaannya, tetapi orang ini juga bekerja sebagai pegawai pajak. Pada parakteknya pada pelaksanaan audit oknum ini bertindak meng-engineering laporan pajak, sehingga pajak yang dibayarkan kepada negara dapat ditekan.

Pengalaman saya yang lain adalah saudara saya yang anaknya masih remaja ingin masuk ke sekolah favorit di kota tempat saya tinggal. Dia kebingungan mencari uang beberapa juta rupiah untukdiberikan kepada salah satu guru di sekolah tersebut yang menjanjikan dapat memasukkan anaknya ke sekolah tersebut, pasalnya anaknya ini masuk kategori nilai minim dan intelegensi pas-pasan. Wah ternyata kecurangan juga menghinggapi dunia pendidikan. Gawat sekali kalau ini terjadi dan berlanjut, bisa jadi Gayus memang sudah berpengalaman semenjak jadi murid.

Itu hanyalah sekelumit kisah tentang korupsi dan praktek kecurangannya, namun anehnya hal tersebut sering kali dianggap sebagai hal biasa dan sudah lumrah. Pelaku-pelakunya juga tidak hanya datang dari kalangan atas tetapi sudah sampai lapisan bawah masyarakat, artinya dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa korupsi dan praktek kecurangannya telah jauh mengakar kedalam lapisan masyarakat negara ini. Selanjutnya pertanyaannya adalah bagaimana caranya untukmenyelesaikan masalah ini???

Menurut ahli sosiologi Selo Sumardjan, Korupsi adalah suatu penyakit kanker ganas yang menggerogoti kesehatan masyarakat seperti penyakit kanker yang menghabisi manusia. Pernyataan ini bagi saya sangat beralasan karena korupsi pada akhirnya akan membunuh tatanan hidup masyarakat dan  pada akhirnya dapat membunuh kita. Pandangan ini membantah pendapat sebagian orang yang menganggap korupsi hanyalah bagian dari sisi gelap mental bangsa ini. Faktanya saat ini korupsi telah mengakar jauh kedalam tubuh bangsa ini dan  menjadi budaya.

Untuk menyelesaikan problematika bangsa ini tidak cukup dengan hanya menggulirkan roda reformasi, tetapi lebih dari itu, perlu adanya sebuah revolusi bangsa. Tidak mungkin menyelesaikan permasalahan ini hanya mengobati kulitnya saja tetapi harus mencabut sampai ke akarnya. Korupsi yang terjadi sudah bersifat sistemik karena sudah masuk kesemua lini. Sepintas waktu, korupsi ini merupakan jalan pintas yang paling cepat dan murah sehingga dapat menjadikan efisiensi proses meningkat.  Akan tetapi jika kita melihat jauh kedepan, korupsi adalah makhluk pengsap darah yang membunuh secara pelan. Uang korupsi yang seharusnya menjadi investasi jangka panjang akhirnya menguap begitu saja.

Solusinya adalah dengan melakukan pemotongan generasi dalam birokrasi dan pemerintahan kita. Orang-orang lama yang terindikasi maupun tidak, sebaiknya segera dilengserkan untuk mencegah menularnya bibit penyakit ini kepada generasi selanjutnya. Artinya dalam proses ini ada pemotongan rantai generasi dan digantikan dengan rantai generasi baru yang benar-benar bersih. Aparat yang terlibat dalam proses ini harus berani memberikan penekanan kepada siapapun sehingga orang-orang yang telah menjadi target, akan bersedia lengser secara sukarela maupun terpaksa. Pekerjaan ini tidaklah mudah, selain membutuhkan biaya yang sangat besar juga membutuhkan energi luar biasa untuk melaksanakannya. Diperlukan seorang pemimpin yang benar-benar berdaulat atas kehendak rakyat dan mempunyai ketegasan dan komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Selain itu juga diperlukan sebuah gerakan moral yang mampu menjadi penggerak dan pengawal proses revolusi bangsa ini

Jika hal ini bisa dijalankan, besar kemungkinan budaya korupsi dapat dihilangkan dari negara ini. Namun juga perlu difikirkan pula agar tidak terjadi yang namanya Koruptor Fight Back. Untuk menghindari ini, mungkin perlu dipertimbangkan cara yang hanya meminggirkan pada koruptor yang terindikasi dari jalur yang sudah ada, artinya meyingkirkan mereka tanpa harus terlalu banyak mengungkap kasus mereka, sehingga korupsi dapat dihilangkan dan tidak ada serangan balik dari pihak yang telah korup. Ingat jumlah koruptor bisa jadi lebih banyak dari pada yang tidak korup.

Pustaka: Masyarakat Transparansi Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun