TikTok tengah ramai dengan tren“when gaya hidup lo ga sesuai dengan kerjaan lo”. Anak muda kisaran umur 20-30 tahun, khususnya Gen Z dan Gen Milenial lah yang paling sering menggunakan tren ini. Mereka beramai-ramai memposting video yang berisikan kegiatan mereka sewaktu hangout, dilanjut dengan transisi kegiatan mereka sewaktu bekerja. Yang membuat tren ini menjadi ramai adalah, adanya persepsi mengenai ketidakselarasan antara gaya hidup dengan pekerjaan yang ditekuni. Lalu, keadaan apa yang ditimbulkan dari ramainya tren ini?.
Beberapa waktu belakangan ini, media sosialTikTok menjadi salah satu platform media sosial yang sangat populer di Indonesia, dengan jumlah pengguna yang terus bertumbuh pesat, terutama di golongan anak muda. Dilansir dari databoks.katadata.co.id, pengguna TikTok di Indonesia sampai dengan Oktober 2023 mencapai 106,51 juta jiwa. Kepopuleran TikTok di kalangan generasi muda terkait dengan bentuk video pendek, memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri, mengikuti tren, serta berbagi konten video dengan mudah. Selain untuk hiburan, platform ini juga berperan dalam pembentukan tren budaya baru dan menjadi tempat untuk promosi berbagai produk, ide, dan gaya hidup yang diikuti banyak anak muda.
Munculnya tren seperti yang disebutkan sebelumnya adalah sebuah fenomena yang baru. Tren ini memungkinkan perihal pencitraan diri menjadi kabur. Hal ini dikarenakan para pengguna tren memunculkan keaslian dirinya, dibalik apa yang selama ini ia tampilkan. Dalam ranah eksistensialisme, tren seperti ini membuat seorang individu merasakan kebebasan mengekspresikan diri tanpa perlu merasa minder dengan orang lain. Seseorang yang dengan kesadaran akan bebasnya berekspresi di ruang sosial, membuat seseorang itu merasa hadir dan mampu menjalin relasi sosial dengan kelompok sosial manapun.
Kebebasan individu mengekspresikan diri itu, juga hadir bersamaan dengan perasaan ‘menjadi diri sendiri’. Dalam lingkungan sosial, sering kali seseorang kesulitan untuk menjadi dirinya sendiri. Keadaan ini dapat muncul dikarenakan kurangnya rasa percaya diri dan kurangnya rasa nyaman terhadap lingkungan sekitar. Dengan munculnya tren di atas, penggunanya dapat merasakan kenyamanan berekspresi di ruang sosial, namun tetap memunculkan keotentikan diri.
Tren “when gaya hidup lo ga sesuai dengan kerjaan lo” juga memperlihatkan bentuk self-reward. Seseorang berhak untuk membahagiakan diri sendiri dengan cara apa saja, tidak dibatasi dengan seperti apa profesinya.. Bisa dengan hangout untuk nongkrong, makan makanan lezat, atau membeli barang-barang kesukaan. Bagi beberapa anak muda, self-reward adalah suatu hal yang sangat penting untuk menjaga kewarasan.
Dalam dunia maya yang sedang berjalan dengan cepatnya seperti saat ini, tren-tren TikTok mampu hadir sebagai representasi dari masyarakat digital. Tren-tren yang ada di internet, khususnya di TikTok mudah sekali dilihat dan ditiru oleh banyak kalangan. Meskipun kehadiran ten TikTok seperti yang telah disebutkan di atas memberikan pengaruh positif dan juga tanggapan positif dari warganet, tren ini juga tidak menutup banyak hal dapat terjadi. Perilaku bersenang-senang yang tidak terkontrol, memungkinkan seseorang terbawa menuju hedonisme. Imbasnya, seseorang akan mengeluarkan banyak uang hanya untuk bersenang-senang saja. Selain itu, kondisi ini juga menyebabkan seseorang seakan-akan menempatkan kebahagian kepada kepemilikan barang-barang material saja (materialistis) dan menganggap bahwa value seseorang hanya dilihat berdasarkan kekayaan atau status material.
Kemunculan tren TikTok "when gaya hidup lo ga sesuai dengan kerjaan lo" mencerminkan fenomena di mana individu, khususnya generasi muda, merasakan kebebasan mengekspresikan diri dan menunjukkan keaslian mereka, di balik identitas formal pekerjaan mereka. Tren ini menawarkan space untuk menampilkan perihal bebasnya ekspresi pribadi dan self-reward sebagai cara menjaga kewarasan batin. Namun, meskipun memberikan rasa otentisitas dan kenyamanan bagi penggunanya dalam lingkup sosial, tren ini juga dapat menimbulkan risiko munculnya perilaku materialisme dan hedonisme, di mana kebahagiaan dilihat hanya dari kepemilikan materi dan kesenangan yang berlebihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H