Mohon tunggu...
Ferdin Widjaja
Ferdin Widjaja Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Adam dan Hawa atau Adam dan Abdul?

2 Maret 2016   13:51 Diperbarui: 8 Maret 2016   19:43 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption caption="(Sumber : Instagram Arie Kriting)"]
[/caption]Lesbian Gay Biseksual dan Transgender, seolah sudah tidak menjadi kata-kata yang asing di telinga pada beberapa bulan belakangan. Pemicunya jelas pro kontra tentang bolehkan dilegalkan atau selamanya kita larang. Lebih tepatnya kita biarkan saja toh hidup-hidup mereka. Saat kita membahas tentang LGBT jelas ini topik yang sangat sensitif sehingga saya mohon kedewasaan dan keterbukaan dari pembaca. Ini hanya opini saya, dan saya tegaskan bahwa saya netral dari awal.

Yang pertama harus dibahas yaitu kenapa bisa ada LGBT. Bukankan dari awal manusia diciptakan semua normal. Bahkan menurut beberapa agama memang manusia itu berpasangan. Arti dari pasangan ini berlainan jenis kelamin. Ya memang benar, idealnya adalah seperti itu. Namun demikian, dari saya duduk di TK hingga kuliah hampir selalu ada teman saya yang terlihat seperti agak-agak. Maksudnya agak bencong atau agak melambai dan sejenisnya lah. Dan selalu ada wanita yang lebih tomboy dari pria.

Apakah yang agak-agak itu bisa disebut sebagai indikasi, bisa jadi. Tapi apakah mereka akan menjadi LGBT, belum tentu. Sebetulnya perlu ditelusuri lebih jauh bagaimana seseorang bisa menjadi LGBT. Apakah itu karena gigitan laba-laba seperti proses Peter Parker menjadi Spiderman, saya rasa tidak. Apakah itu dari lingkungan terkecil yaitu keluarga, bisa jadi. Saya sering mendapat cerita jika yang agak-agak dalam tanda kutip tadi biasanya berasal dari keluarga yang entah dia memiliki banyak sodara perempuan, atau dulu mamanya berharap memiliki anak perempuan namun diberinya laki-laki, begitupun sebaliknya untuk perempuan.

Lalu sebetulnya dari manakah LGBT itu asalnya. Apakah itu dari lahir memang sudah seperti itu, atau karena lingkungan, pergaulan bahkan alam bawah sadar. Sampai sekarang belum diketahui jelasnya dari mana itu berasal. Yang kita tahu hanya kaum LGBT adalah kaum minoritas karena sebagian besar dari manusia di dunia adalah normal adanya. Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang harus dilakukan terhadap kaum ini.

Jawaban sederhana adalah menyakiti binatang saja menurut agama tidak diijinkan, kecuali memanfaatkan seperti halnya ternak. Lalu kita harus melakukan apa, jawabannya hanya perlakukan mereka seperti orang biasa. Mereka bukan alien yang aneh atau virus atau penyakit yang bisa menyebar lewat udara, air, api, dan tanah. Mereka bukan hasil evolusi atau berasal dari percobaan ilmiah. Mereka sama dengan orang normal pada umumnya. Jangan jauhi mereka bahkan kalau bisa dekati mereka dan kenalkan mereka dengan agama. Kenapa agama, karena dalam agama ada contoh kehidupan yang ideal. Lalu pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita melindungi orang-orang disekitar kita.

Untuk para orang tua, kakak atau temanang tidak ingin anaknya atau orang terdekatnya menjadi LGBT bukan dengan menjauhkan mereka dengan kaum tersebut. Lindungi orang terdekat anda dengan kepribadian yang kuat. Agama dan karakter adalah pertahanan yang terkuat yang mampu menjauhkan anak anda dari segala hal baik yang menyimpang atau negatif. Agama dan karakter pun mampu menjauhkan diri dari narkoba, seks bebas, dll.

Bagaimana kalau mereka mengganggu atau melakukan tindakan yang merugikan. Jawaban sederhana adalah biarkan hukum bertindak. Bahkan seseorang yang normal yang memperkosa atau melecehkan lawan jenisnya bisa dipenjara, masa LGBT malah kebal hukum. Jadi intinya mau adam dan hawa atau adam dan abdul? Itu semua tergantung diri setiap orang. Tugas kita bukan menentukan. Tugas kita hanyalah menghargai dan menghormati setiap pilihan. Seperti kata dari Aming yaitu, “I don’t accept. I don’t refuse. But I do respect”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun