Mohon tunggu...
luis ferdino
luis ferdino Mohon Tunggu... -

menjadi bijak memang sulit tapi jauh lebih sulit untuk menjadi baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Story of Kelompencapir

10 Oktober 2010   05:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:33 2214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ingatkah anda dengan kelompencapir ? ya barang tentu bagi generasi 80-an pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah itu. Tersebutlah suatu program politis yang fenomenal menurut saya dan sampai hari ini pun saya menganggap kelompencapir adalah program luar biasa. Kenapa kelompencapir ? ada apa dengan kelompencapir ? Kelompencapir adalah kepanjangan dari kelompok pembaca, pendengar, dan pemirsa dengan dedengkotnya waktu itu adalah Harmoko sang Menteri Penerangan. Program ini mempertemukan kelompok petani, nelayan, dan pekerja pedesaan yang memiliki prestasi untuk diadu dalam level kabupaten sampai level nasional. Kebanggaan sebuah kelompok yang berhasil memenangi kelompencapir biasanya selaras dengan kondisi pertanian, peternakan, maupun perikanan di wilayahnya. Harus diakui memang inilah program kreatif saat itu terlepas dari sisi negatifnya di sana-sini yang mampu mengubah pola pikir masyarakat tingkat desa dari segi pendidikan menjadi pelajar instan, meski banyak juga yang diselipi dengan anak-anak mahasiswa pertanian yang menyamar jadi anggota kelompok. Kelompencapir mampu mengantarkan Indonesia mendapat puja puji dari dunia internasional. Beberapa negara dari benua afrika bahkan sering studi banding ke Indonesia untuk belajar dari kelompok-kelompok kelompencapir terbaik di saat itu. Dalam kelompencapir diajarkan cara bercocok tanam yang baik, memelihara ternak, sampai menjemur ikan. Luar biasanya program ini tidak terlepas dari sosok "manajer" yakni Harmoko, dan "pemilik klub" yakni Soeharto yangsering menanamkan pengaruh dalam acara : "temu wicara", "kontak tani", "temu kader", bahkan "safari romadhon", dsb dengan petani-petani dan disiarkan oleh TVRI dalam laporan khusus setelah dunia dalam berita. Acara yang berbau propaganda itu sangat manjur dalam mengubah "mindset" mayoritas rakyat Indonesia. Beberapa survey lembaga asing bahkan terpesona oleh kepiawaian Harmoko dalam menggerakkan massa dalam instrumen politik yang ampuh. Pesona kelompencapir dalam dampak politik diperhitungkan dengan cermat oleh Soeharto. Dengan gaya khasnya "the smiling general" ini tidak risih ketika turun ke sawah, bertatap muka dengan kaum petani, bercerita dengan teori pertanian yang dipadu pengalaman, bahkan dengan mengusap-usap kepala bayi (anak petani) hingga pemberian bantuan simbolis alat-alat pertanian, yang selalu diselipi dengan "mari saudara-saudara kita wujudkan program pemerintah dari mulai dari Penataran P4, sampai KB". Ampuh dan begitulah hasilnya sehingga tidak ada yang tahu kalau program itu banyak sekali unsur rekayasanya, banyak yang terpikat sehingga hanya ada ideologi Pancasila dan tidak ada unsur ideologi agama yang masuk, mujarab dengan kata lain mayoritas rakyat seakan termotivasi untuk bertani dengan benar melalui Panca Usaha Tani untuk menghindari hama wereng, dan mungkin merasakan kesejahteraan yang meski pas-pasan seakan ikhlas diterima karena merasa sudah ikut program pemerintah dan terlebih mendapat piagam P4. Sebagai menteri penerangan saat itu kepiawaian Harmoko dalam menjalankan program dan hasilnya langsung dirasakan oleh masyarakat, bandingkan dengan menteri-menteri jaman sekarang. Memang Harmoko banyak bicara tapi hasil kerjanya juga terbukti. Kini banyak program yang bagus mulai dari BOS, PNPM Mandiri, KUR, dsb tapi hasilnya bisa dikatakan jauh panggang dari api, karena memang manajernya tidak mengusai dan tidak terjun langsung ke lapangan. Coba anda ingat Harmoko dalam berceloteh selalu mengatasnamakan "atas petunjuk bapak presiden" lalu bla..bla..bla.. terlihat sangat terampil mengusai permasalahan mnyangkut segala hal mulai dari harga semen sampai sembako, mulai dari penataran P4 sampai semangat gotong royong pembangunan (GBHN, REPELITA, PELITA, dsb), yang sebenarnya bukan kerena latar belakang Harmoko yang pernah menjadi wartawan, namun pengusaan yang terencana dipadu dengan strategi penyampaian informasi yang jitu menjadi kuncinya. Kelompencapir adalah wujud nyata dari sistem ekonomi kerakyatan meskipun semu, dan barangkali sudah mati suri sekarang ditelan oleh arus neoliberalisme, tapi pola strategi dan manajemennya hingga pengaruhnya sungguh luar biasa. Buat pak SBY dan jajarannya jangan antipati terhadap semua program jaman orde baru, ambil sisi positifnya padukan dengan perhatian Bapak selaku pimpinan negara kepada semua lapisan masyarakat jangan hanya penampilan saja. Dalam pikiran positif saya saat ini masih terdapat mayoritas masyarakat yang merindukan program pemerintah yang realistis dan bukan teoritis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun