Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki potensi maritim yang sangat besar, baik dari segi sumber daya alam laut maupun jalur perairan strategis. Sektor maritim telah lama menjadi salah satu tulang punggung ekonomi nasional, menyediakan sumber daya yang melimpah seperti perikanan, mineral bawah laut, hingga potensi energi baru dan terbarukan. Namun, meskipun memiliki potensi tersebut, pemanfaatan sektor maritim Indonesia sebagian besar masih bersifat ekstraktif, dengan ekspor bahan mentah yang mendominasi kontribusi ekonomi. Kondisi ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih terstruktur untuk meningkatkan nilai tambah melalui proses hilirisasi.
Hilirisasi industri maritim mengacu pada pengembangan proses produksi yang lebih kompleks untuk menciptakan nilai tambah dari sumber daya laut. Proses ini mencakup pengolahan hasil laut, pembangunan galangan kapal, energi laut, bioteknologi kelautan, hingga industri berbasis pariwisata maritim. Dengan mengolah sumber daya laut di dalam negeri, Indonesia dapat meningkatkan daya saing global, membuka lapangan kerja, mengurangi ketergantungan pada produk impor, serta menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih mandiri.
Namun, upaya hilirisasi ini tidak dapat berjalan optimal tanpa penataan ruang laut yang terencana dengan baik. Zonasi laut menjadi instrumen kunci untuk memastikan bahwa kegiatan hilirisasi industri maritim dapat berlangsung dengan efisien, berkelanjutan, dan minim konflik antar-sektor. Zonasi laut berfungsi sebagai alat untuk mengatur ruang laut sesuai dengan kebutuhan spesifik, seperti perikanan, pelabuhan, konservasi, energi terbarukan, dan pariwisata. Dengan pengelolaan ruang laut yang terintegrasi, potensi konflik antara kepentingan lingkungan, ekonomi, dan sosial dapat diminimalkan.
Hilirisasi industri maritim juga sejalan dengan visi pengembangan ekonomi biru (blue economy), yang menekankan keberlanjutan dalam pemanfaatan sumber daya laut. Melalui pendekatan ini, hilirisasi tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga memperhatikan pelestarian lingkungan laut. Ekonomi biru memandang laut sebagai ekosistem yang harus dijaga keberlanjutannya, sehingga manfaatnya dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Selain itu, hilirisasi industri maritim memiliki dampak positif pada penguatan kedaulatan bangsa. Dengan mengelola dan memanfaatkan sumber daya laut secara mandiri, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada negara lain dan memperkuat posisinya sebagai negara maritim yang berpengaruh di kawasan maupun global. Langkah ini juga mendukung implementasi kebijakan pemerintah yang menempatkan sektor kelautan sebagai prioritas pembangunan nasional.
Meskipun begitu, hilirisasi industri maritim menghadapi berbagai tantangan, seperti lemahnya infrastruktur, kurangnya koordinasi antar-sektor, regulasi yang belum sepenuhnya mendukung, dan potensi kerusakan lingkungan akibat aktivitas industri yang tidak terkendali. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan hukum yang komprehensif untuk mengatasi hambatan ini, termasuk melalui penguatan regulasi zonasi laut, harmonisasi kebijakan lintas sektor, dan peningkatan partisipasi masyarakat.
Dengan hilirisasi yang terencana dan berbasis pada prinsip ekonomi biru, Indonesia dapat memanfaatkan potensi maritimnya secara optimal. Hilirisasi tidak hanya berfungsi sebagai strategi ekonomi, tetapi juga sebagai wujud nyata penguatan kedaulatan bangsa Indonesia di sektor maritim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H