Saya menggunakan kata yang sering kita dengar yaitu “gagal paham”, yang saya maknai sebagai kegagalan dalam merumuskan masalah yang terlihat begitu kentara dilakukan oleh pengambil kebijakan di negeri ini. Kegagalan ini bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, sikap egoisme, dan terjebak dalam keterburu-buruan. Saya ingin mengupas ini dari sudut analisis kebijakan.
Dalam analisis kebijakan, perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting, karena apabila rumusan masalahnya salah, maka anda akan mengambil kebijakan yang menangani masalah yang bukan masalah sebenarnya. Pada akhirnya, masalah yang sama akan terjadi lagi, bahkan mungkin menimbulkan masalah baru, sehingga anda akan keliru dalam menyimpulkan dengan pernyataan bahwa kebijakan yang diambil dulu salah.
Masalah berkaitan dengan fakta-fakta dan nilai-nilai. Kita harus paham dulu fakta dan nilai untuk dapat merumuskan masalah kebijakan yang benar, terutama memahami makna dan idenya. Dalam kasus Airasia, apakah fakta terkait dengan kecelakaan pesawat tersebut sudah dikumpulkan secara baik. Apakah nilai-nilai yang digunakan oleh pengambil kebijakan dalam merumuskan masalah terkait dengan kecelakaan tersebut. Hal-hal tersebut penting dalam merumuskan masalah.
Kebijakan yang diambil Pemerintah setelah kejadian kecelakaan Airasia memang banyak menyedot perhatian publik. Simpang siurnya pernyataan pejabat publik terkait dengan kebijakan tersebut apakah berkaitan langsung dengan kecelakaan itu, merupakan hal yang memang menggelikan buat saya. Tapi apapun alasannya, kebijakan yang diambil setelah adanya suatu kejadian seringkali akan membangun persepsi publik bahwa kebijakan itu berkaitan dengan kejadian tersebut.
Saya mengkonfirmasi bahwa kebijakan yang diambil pemerintah sangat terkait dengan kecelakaan Airasia. Tetapi timbul pertanyaan dalam hati saya, bagaimana jika KNKT menyimpulkan kecelakaan ini sebagai bencana akibat faktor alam atau human error yang manusiawi dilakukan oleh seorang pilot yang salah dalam mengambil keputusan dalam keadaan darurat. Apa hubungan kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah tersebut. Dalam konteks inilah saya menganggap ini sebuah “gagal paham”. Kalau demikian adanya, kebijakan ini tidak terkait dengan kecelakaan pesawat Airasia.
Hal ini akan menjadi sebuah tragedi apabila “gagal paham” ini dilakukan oleh pemerintah. Bila pemerintah salah dalam merumuskan masalah, maka kebijakan yang diambilnya tidak ada artinya dengan kecelakaan pesawat Airasia. Atau memang ada kepentingan lain dalam kebijakan tersebut karena tidak dapat dipungkiri bahwa setiap kebijakan yang diambil oleh pengambil kebijakan tidak dapat dilepaskan dari kepentingan dan diskursus (cara berpikir).
Alasan keselamatan dalam pengambilan kebijakan itu juga menimbulkan perdebatan, terutama terkait dengan penentuan tarif tiket pesawat. Kalau begitu cara berpikirnya, apakah selama ini kita telah dibodohi oleh pejabat publik yang menyatakan bahwa tansportasi udara merupakan jenis transportasi yang paling aman, padahal mereka sedang “memperjudikan” nyawa kita.
Kesalahan-kesalahan merumuskan masalah, baik disengaja maupun tidak disengaja, merupakan sebuah “tragedi kebijakan”. Bisa kita bayangkan apabila kesalahan itu dilakukan dalam memahami fenomena-fenomena sosial yang mempengaruhi hajat hidup rakyat Indonesia secara keseluruhan. Apakah selama ini pejabat publik kita telah sering melakukan kesalahan dalam merumuskan masalah kebijakan sehingga kebijakan yang mereka ambil menimbulkan masalah-masalah baru, selain dari masalah-masalah lama yang seakan-akan tidak pernah tertangani secara memuaskan. Mudah-mudahan mereka selalu amanah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H