Tri Rismaharini atau Risma, sekelas Jokowi, Ahok, Ridwan Kamil dan kepala daerah lain di Indonesia yang dipuja-puji publik karena sanggup berinovasi dan malu untuk menjalankan pemerintahan secara biasa-biasa saja. Kepemimpinan mereka nyaris tak pernah sepi dari inovasi dan kreasi yang mengundang decak kagum. Mereka jauhhhh, jauh banget bedanya dengan para pemimpin dari 'negeri' tempat aku berasal yakni NTT. Di kampungku itu, pemimpin seperti ada dan tiada. Apalagi berharap ada sebuah langkah terobosan, sekalipun harus berhadapan dengan ketidakpopuleran yang siap menyandera mereka dihadapan para elit politik lokal. Akh, koq ngelantur ceritakan aib para pemimpin di kampung sendiri, padahal topiknya mau bicara soal Jaksa dan Polisi yang rebutan 'tersangkakan' Risma, mantan walikota Surabaya yang sedang bersiap maju lagi pada Pilkada tahun ini.
Anda pasti taulah, bagaimana Risma dijerat kasus Pasar Turi. Lantas Kejati Jawa Timur keluarkan pernyataan ini: https://www.youtube.com/watch?v=ZNcCNZhttGc
Kemudian, tak selang 24 jam, Polda Jatim menyangkal status tersangka Risma yang dikatakan oleh Kejati Jatim, ini: https://www.youtube.com/watch?v=SoQr5HglA1k
Terlepas dari sosok Risma yang sulit mencari bantahan bahwa dia seorang perempuan, ibu dan pemimpin yang hebat, tidak tebar pesona persis seperti ibu-ibu jaman ini yang suka eksis dengan busana mahal, aksesoris keren, make up nan tebal tapi kosong prestasi, hanya tebal kantong dan tebal rasa malu. Entah dari mana uang itu mereka dapatkan. Risma adalah pemimpin yang berkali-kali menolak diajak 'masuk Jakarta.' Ia memilih Surabaya yang hingga detik ini tak bisa menyangkal, di setiap sudut tersimpan bekas sentuhan tangan Risma.
Pemimpin seperti Risma ini, tidak perlu kita tanyakan dia maju dengan menunggangi partai apa. Pastinya, partai yang ditunggangi Risma-lah yang bersyukur, karena Risma mau menunggangi mereka. Kemarau nan panjang di republik ini akan lahirnya pemimpin-pemimpin beradab, membuat kita akhirnya patut memertimbangkan, perlukah kita akan partai-partai bikinan manusia itu untuk menjadikan Risma, Ahok, Ridwal Kamil dan semacamnya untuk mengatur negeri ini? Saya berfikir, jika ada 'partai setan' sekalipun yang mereka tunggangi untuk maju ke arena politik, publik pasti tidak peduli apa partainya.
Nah, kembali soal cerita Kejati Jatim dan Polda Jatim soal status Risma. Ada sudah tonton video di atas? Menurut saya, kasus Risma ini mejadi ajang paling konyol yang dipertontonkan oleh aparat penegak hukum. Sangat tidak elegan, jika dibandingkan dengan penetapan status tersangka Gubernur Sumatera Utara yang ikut menyeret Sekjen Partai Nasdem itu. Publik lalu bertanya, ada apa sesungguhnya di balik penetapan status Risma? Mengapa kemudian Jaksa Agung dan Kapolri pun saling membantah dan seperti menyalahkan satu sama lain? Ini bisa Anda lihat dari ekspresi video Polda Jatim yang membantah status tersangka Risma.
Setuju atau tidak, diakui atau tidak, kasus Risma jadi tersangka ini menyimpan kisah terselubung lain yang sedang dimainkan baik Jaksa maupun Polisi. Mengapa demikian? Ya, karena saling bantah ini! Bangsa setua ini kok tidak habis-habisnya didera azab menyengsarakan akibat kelakuan para elit yang mempertontonkan kelakuan memalukan ini.
Lantas apa yang terselubung itu? Anda juga pasti tahu, Risma maju lagi di Pilkada Kota Surabaya melalui PDI Perjuangan. Sementara partai dari mana Jaksa Agung berasal yakni Partai Nasdem memutuskan untuk kibarkan bendera putih, tidak mendukung siapapun dan tidak mau terjebak mendukung calon boneka. Baru-baru ini partai milik taipan media, Surya Paloh ini diguncang prahara karena sekjennya diciduk KPK terkait tuduhan suap dari gubernur Sumatera Utara.
Yang pasti, seteru Jaksa dan Polisi ini karena pihak kepolisian yang ingin menutupi kasus Risma dan status tersangkanya. Tapi bertanya pula kita, mengapa Polisi menutup status tersangka Risma? Wakapolri kita memang dikenal dekat dengan partai banteng congor hitam. Tapi bagaimana sikap Kapolri? Jika Kapolri pun bersikap sebagaimana ketika Buwas dilengserkan dari Kabareskrim karena getol menyidik Pelindo II, maka tidak sulit untuk menyimpulkan mengapa Jaksa dan Polisi saling berebut status hukum Tri Rismaharini.
Setidaknya, ini opini hasil menyulam fakta. Jika fakta hendak dibantah, kita mungkin butuh lie detector untuk menguji, siapakah di antara Jaksa dan Polisi yang kini sedang membohongi publik?
Â