Lingkungan yang sehat tentu saja menjadi dambaan setiap manusia, namun hal ini terkendala oleh kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya hidup sehat. Hal ini diperparah dengan banyaknya warga yang masih tinggal di wilayah kumuh dan dapat dipastikan mereka tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar. Sehingga saat ini masih banyak masyarakat yang buang air besar sembarangan.
Data Joint Monitoring Program WHO/UNICEF 2015 menunjukkan, sebanyak 20% atau 51 juta penduduk di Indonesia masih berperilaku BAB sembarangan karena tidak memiliki akses ke fasilitas sanitasi dasar. Sehingga mereka pun bisa mandi dan mencuci pakaian di sungai yang sama. Walaupun angka ini sudah berkurang dari 55 juta pada tahun 2014, tentu jumlah 51 juta masih tergolong besar.
Indikator outcome STBM yaitu terjadi penurunan penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku masyarakat. Sedangkan output STBM memiliki enam indikator, yaitu; setiap individu atau komunitas memiliki akses ke fasilitas sanitasi dasar, setiap rumah tangga menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman, tersedianya fasilitas cuci tangan, rumah tangga mengelola limbah dan sampahnya dengan benar.
Program pemerintah lainnya untuk mengurangi angka ODF atau buang air di sembarang tempat, misalnya dengan penyuluhan langsung tentang pentingnya sanitasi dasar dengan memberikan pengetahuan tentang kriteria WC yang sehat, menggerakkan masyarakat untuk membangun WC umum, dan arisan WC. Salah satu hal yang menarik dari berbagai macam upaya mengurangi buang air di sembarang tempat (ODF) adalah arisan WC. Arisan WC adalah model arisan pada umumnya namun hasil yang didapat bukan berupa uang, namun dalam bentuk pembangunan WC sehat bagi setiap keluarga.
Arisan WC mungkin masih asing di telinga sebagian orang, namun manfaatnya sudah dapat dirasakan berbagai daerah yang sudah melaksanakan program ini. Arisan WC biasanya diinisiasi oleh puskesmas setempat oleh sanitarian, dan dilaksanakan dalam bentuk kelompok masyarakat pada suatu daerah. Sementara, untuk uang iuran yang akan digunakan untuk membangun WC akan dirundingkan oleh anggota kelompok sehingga tidak memberatkan anggota dan hasilnya mencukupi untuk membangun jamban sehat.
Misalnya dalam suatu daerah terdiri dari 25 orang per kelompok, dan anggota sepakat untuk iuran 80 ribu rupiah, maka dalam satu bulan bisa terkumpul 2 juta rupiah dimana dana ini akan digunakan untuk pembuatan sanitasi keluarga. Untuk siapa yang mendapatkan giliran awal atau akhir dalam pembangunan WC tergantung siapa yang dapat lotre.
Tentunya program ini merupakan terobosan baru dalam mengurangi angka BAB sembarang tempat karena melibatkan masyarakat secara langsung. Walaupun program ini cenderung lambat dalam pelaksanaannya dikarenakan menunggu giliran dalam pembangunan fasilitas sanitasi keluarga, namun hal ini lebih efektif dibandingkan penyuluhan karena kurangnya kontribusi masyarakat sekitar. Tentunya pelaksanaan program arisan WC harus didukung oleh warga sendiri agar program ini terlaksana dengan baik. Dalam pelaksanaan program ini, diperlukan kontrol dari puskesmas setempat secara berkelanjutan hingga semua warga memiliki WC keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H