Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Polemik di Balik Pernikahan Putri Presiden

10 November 2017   13:23 Diperbarui: 10 November 2017   13:40 1348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA FOTO/Maulana Surya

Rabu, 8 November merupakan hari paling membahagiakan bagi putri semata wayang Presiden Jokowi yaitu Kahiyang Ayu dan pasangannya Bobby Afif Nasution.  Prosesi pernikahan adat Jawa yang digelar di Solo tersebut merupakan pesta meriah yang di hadiri ribuan tamu undangan dari berbagai kalangan dan menjadi sorotan utama di berbagai stasiun TV di Indonesia. Mulai dari pejabat tinggi negara seperti Ketua DPR,Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan tukang becak juga turut andil merayakan pesta tersebut. Kurang lebih 8000 tamu undangan hadir dalam pernikahan yang digelar pagi dan malam hari tersebut. Sebenarnya hal itu tidak mengherankan mengingat pemilik hajat tersebut adalah orang nomor satu di Indonesia. Berbagai keriuhan dan antusiasme tinggi juga mengiringi dari tahap persiapan sampai dengan pelaksanaan acara tersebut.

Namun yang patut diperhatikan bersama, jumlah tamu undangan tersebut sudah melebihi batasan jumlah tamu yang tertuang dalam Surat Edaran Menpan-RB Nomor 13 Tahun 2014 tentang Gerakan Hidup Sederhana. Dalam poin 1 SE tersebut berbunyi :" Membatasi jumlah undangan resepsi penyelenggaraan acara seperti pernikahan, tasyakuran, dan acara sejenis lainnya maksimal 400 undangan dan membatasi jumlah peserta yang hadir tidak lebih dari 1.000 orang." Perlu di cermati bahwa surat edaran tersebut merupakan tindaklanjut dari perintah Presiden Jokowi pada Sidang Kabinet kedua pada hari Senin, tanggal 3 November Tahun 2014, untuk mendorong kesederhanaan hidup bagi seluruh penyelenggara negara guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). 

Surat edaran tersebut ditandatangani pada 20 November 2014 dan ditujukan kepada seluruh penyelenggara negara yaitu para menteri kabinet kerja, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, para kepala lembaga pemerintah nonkementerian, para pimpinan kesekretariatan lembaga negara, para pimpinan kesekretariatan lembaga nonstruktural, para gubernur, bupati, dan wali kota.

Secara eksplisit, kita dapat menyimpulkan bahwa aturan yang dibuat untuk mengontrol sebuah sistem penyelenggaraan negara untuk menjadi lebih baik justru dilanggar oleh pembuat aturan itu sendiri. Surat Edaran yang ditujukan untuk mendorong kesederhanaan bagi aparatur dan penyelenggara negara justru tidak berfungsi sebagaimana mestinya sesuai maksud dan tujuan pembuatannya. Hal demikian menimbulkan polemik di masyarakat dan akan menimbulkan krisis kredibilitas bagi para pembuat kebijakan. 

Terkait hal tersebut, Mantan Menpan RB, Yuddy Chrisnandi yang menggaggas SE tersebut telah memberikan penjelasan yang menyatakan bahwa SE tersebut baru berlaku jika resepsi diselenggarakan di fasilitas umum seperti hotel atau gedung mewah yang dapat menimbulkan perasaan ketidakadilan di masyarakat dan resepsi yang diselenggarakan di lingkungan tempat tinggalnya sendiri, dengan memperkenankan masyarakat sekitar untuk hadir, serta memberikan kesempatan masyarakat setempat untuk turut merasakan kebahagiaan dari resepsi tersebut, jumlah tamu undangannya tidak dibatasi. 

Dari pernyataan tersebut terkesan bahwa Mantan Menpan RB melakukan tindakan defensif dan pembelaan atas pelanggaran yang terjadi karena penjelasannya tidak didasarkan atas dasar aturan yang jelas. Memang tidak ada yang berlebihan dengan pesta pernikahan Kahiyang dan Bobby  karena pesta yang mengusung adat jawa itu diselenggarakan secara sederhana dan sakral.

Oleh karena itu, diperlukan kejelasan dan ketegasan dalam setiap aturan yang dibuat oleh pemerintah karena menyangkut persepsi dan kredibilitas sang pembuat kebijakan. Terlepas dari kasus tersebut, seyogyanya Pemerintah melalui Menpan RB, perlu membuat  aturan penjelasan tertulis untuk menyempurnakan surat edaran dimaksud. Sehingga kiranya aturan yang dibuat tidak seakan akan diasumsikan tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Dengan aturan yang jelas dan komprehensif, maka tidak akan terjadi multitafsir atau celah dalam implementasinya. Diperlukan juga kesadaran dan kearifan dari para pemimpin di Indonesia dalam memaknai dan mematuhi aturan yang berlaku sehingga dapat menjadi panutan bagi tiap warganya.

Selamat menempuh hidup baru untuk Mba Kahiyang dan Mas Bobby J

Ferdiantoro Ardiyanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun