Tetapi suara derak pelan tiba-tiba terdengar dari luar kamar. Seperti langkah kaki... atau sesuatu yang diseret di lantai. Dengan napas tertahan, Anya mengikuti suara itu hingga kembali ke ruang utama. Di sana, lilin di atas meja kini menyala lebih terang, memancarkan cahaya ke lantai di bawahnya. Anya menyadari ada garis-garis halus yang membentuk persegi---seperti penutup pintu rahasia.
Ia menariknya perlahan, dan menemukan tangga curam yang menuju ke bawah. Kegelapan pekat menyelimuti, seolah mengisyaratkan bahaya. Tapi rasa penasaran lebih kuat daripada logika.
Senter di tangan Anya menerangi jalan. Tangga kayu berderit setiap kali ia melangkah. Bau lembap dan busuk menyengat, bercampur dengan aroma logam---seperti darah. Di dasar tangga, ia menemukan sebuah ruangan kecil yang dipenuhi coretan di dinding. Coretan itu seperti mantra atau pesan, tetapi Anya tidak bisa memahaminya.
Di tengah ruangan, ada sebuah kursi kayu tua, dengan tali yang melilitnya, seolah pernah digunakan untuk mengikat seseorang. Di dekat kursi itu, ada foto usang yang membuat Anya tercekat. Foto itu menunjukkan Pak Karsa, tetapi di sampingnya berdiri seorang gadis muda... yang wajahnya terlihat sangat mirip dengan Anya.
"Tidak mungkin... Ini aku?"
Sebelum Anya sempat berpikir lebih jauh, pintu di atas tangga tertutup keras dengan suara dentuman. Seluruh ruangan gelap gulita. Suara napas berat terdengar dari sudut ruangan, semakin dekat, dan sebuah suara bergema dengan nada dingin:
"Kau sudah menemukanku... Sekarang aku menemukanmu."
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H