Â
Jejak di Balik Cermin
Damar berdiri diam di tengah ruangan yang dipenuhi pecahan kaca cermin. Maya, dengan tangan gemetar, menggenggam lengan Damar, mencoba mencari rasa aman di tengah kegelisahan yang merayap di udara. Gudang tua itu kini terasa semakin mencekam setelah suara tawa samar dari tangga menghilang, meninggalkan jejak ketakutan di hati mereka.
"Kita harus pergi dari sini sekarang!" Maya memohon, suaranya bergetar. Namun, Damar tetap tenang, meski matanya terus mengamati ruangan.
"Tidak. Kalau kita pergi, dia akan bebas berkeliaran. Kita harus tahu siapa dia," jawabnya tegas.
Damar berjongkok dan memungut salah satu pecahan kaca cermin. Ketika jemarinya menyentuh permukaan kaca itu, pandangan matanya seketika berubah. Ia melihat sekilas bayangan seorang wanita berpakaian tradisional Jawa, duduk di depan cermin yang kini telah hancur. Air mata mengalir di wajahnya, sementara di belakangnya berdiri seorang pria dengan tatapan penuh kebencian.
Damar tersentak kembali ke dunia nyata, napasnya tersengal. Ia menatap Maya.
"Dia terikat dengan cermin ini. Tapi kenapa?" gumamnya.
Maya hanya menggeleng. "Aku tidak tahu apa-apa tentang cermin itu. Rumah ini milik kakek buyutku, tapi kami jarang menggunakan bagian rumah ini. Aku bahkan tidak tahu cermin itu ada."
Damar merenung. "Kita butuh seseorang yang tahu lebih banyak tentang masa lalu keluargamu," katanya akhirnya.
Mencari Jejak Masa Lalu
Keesokan harinya, Damar dan Maya menemui Pak Rusdi, seorang tetua desa yang tinggal tidak jauh dari rumah itu. Pak Rusdi, pria tua dengan wajah penuh keriput, mendengarkan cerita mereka dengan seksama sambil mengisap pipa tembakaunya. Ketika Damar menyebutkan tentang cermin, raut wajah Pak Rusdi berubah serius.
"Cermin itu...," gumamnya, "itu milik Nyai Sari, nenek buyut Maya. Dulu, dia dikenal sebagai seorang dukun besar yang memiliki kekuatan luar biasa. Tapi dia juga menyimpan dendam besar terhadap seseorang di keluarganya."
Pak Rusdi terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Menurut cerita, suaminya mengkhianatinya dengan wanita lain. Nyai Sari merasa dipermalukan, dan di malam dia meninggal, dia mengutuk keluarga ini. Dia bersumpah bahwa arwahnya akan tetap berada di cermin itu hingga pengkhianatannya terbalaskan."