10 November merupakan hari bersejarah bagi Indonesia untuk mengingat perjuangan para pahlawan yang telah gugur pada 71 tahun silam. Hari pahlawan sebagai momentum untuk merefleksi diri dari sejarah perang besar pertama yang terjadi pasca kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Surabaya.
Sejarah hari pahlwan tentu tidak boleh hilang dalam ingatan, terutama bagi kita generasi penerus bangsa agar semangat patriotisme para pahlawan terus berkobar untuk mengisi kemerdekaan Republik ini. Namun dalam dinamika saat ini, Indonesianya nyatanya sedang berada di fase darurat krisis moral generasi penerus bangsa.
Perlu dipahami bahwa semangat patriotisme di era globalisasi, jelas 180 derajat berbeda saat di masa perjuangan. Sumbangsih pemikiran dan inovasi ide-ide kreatif nan brilian seyogyanya harus terus berkembang demi kemajuan tanah air tercinta.
Sikap dan perilaku mulai yang tercermin baik dari anak-anak sampai orang dewasa, dari yang tidak berpendidikan sampai berpendidikan dan dari hanya berbaju hingga berdasipun nampak semakin jauh dari semangat memajukan negeri. Hal ini terlihat dari fakta bahwa Indonesia kini harus menerima kenyataan pahit, yaitu minim akan prestasi.
Lantas apa yang akan kita banggakan akan negeri ini?
Pertumbuhan ekonomi yang surplus? Koruptor banyak tertangkap? atau Indonesia baru-baru ini memecahkan rekor dunia atas massa demo terbanyak dalam sejarah?
Salah besar jika menganggap yang demikian itu adalah prestasi dan patut dibanggakan. Indonesia dalam kenyataan benar-benar dalam era kedaruratan baik moral maupun perilaku. Generasi saat ini berada di suatu tahap abu-abu, di mana terjadi suatu fenomena aneh tapi nyata, yaitu krisis kepercayaan dan figur bagi generasi penerus bangsa.
Fakta yang cukup mengejutkan, kini generasi muda mengalami krisis moral di level akut. Kurangnya pendidikan moral mulai dari lingkungan keluarga hingga di bangku pendidikan menghasilkan para pemuda-pemudi yang tak berkarakter. Salah satu penyebabnya karena kurangnya kepedulian terhadap pentingnya pendidikan etika moral yang baik. Pencurian, perjudian, mabuk-mabukkan, tawuran, pemerkosan dan seks bebaspun seperti hal yang wajar di kalangan pemuda. Hal ini diperburuk dengan bermunculannya generasi pemuda yang turut tergabung dalam kesatuan Lesbian, Gay. Biseksual dan Transgender (LGBT).
Kenyataan ini tentu bertentangan dengan tetuah yang disampaikan oleh Presiden RI pertama, Soekarno yang mengatakan "beri aku 10 pemuda, niscaya akan kugoncangkan dunia". Bukan bermaksud pesimis bahkan optimis, pernyataan sang proklamator sepertinya merupakan suatu kemungkingkan yang mustahil dapat terjadi.
Pembenahan harus segera dilakukan guna menyongsong Indonesia lebih baik di masa mendatang. Langkah pembenahan sebenarnya sudah dapat dimulai dari ruang lingkup terkecil, yaitu keluarga. Kepedulian orang tua terhadap anaknya dinilai sangatlah penting bagi tumbuh kembang anak baik secara fisik maupun mental. Pengawasan terhadap tumbuh kembang anak mutlak menjadi sangat krusial supaya anak tak mudah terjerumus menjadi generasi yang suram, tanpa masa depan yang jelas. Jika semua orang tua memahami peran pentingnya bagi anak, bukan hanya dalam segi materi (harta) semata namun asupan moral dan etika merupakan suatu hak yang wajib diterima oleh anak.
Momentum hari pahlawan bukanlah sekedar momentum untuk merefleksikan ingatan terhadap peristiwa sejarah, akan tetap merupakan sebuah momentum koreksi dan evaluasi diri dan bangsa ke arah yang lebih baik. Generasi muda mutlak sebagai generasi yang akan menentukan posisi Indonesia di masa mendatang. Memiliki generasi yang berkarakter dan bermoral adalah suatu keharusan yang harus terus diusahakan, jika benar bahwa negara bini berfokus bagaimana menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara supor power di dunia. Untuk itu, semua elemen bangsa harus bahu membahu untuk mewujudkan cita-cita mulia bangsa di mulai dari diri sendiri dan keluarga di rumah.‎