Sungguh luar biasa banyak bukan? Sangat jelas, dan apabila kita perhatikan semua tanggung jawab itu merupakan posisi-posisi yang strategis sebagai seorang politisi dan pejabat.
Kembali ke pembahasan di awal tadi, bahwa seorang presiden dengan tugasnya yang berat mengawali segala macam hiruk pikuknya dengan satu kekuatan manusia yang luar biasa yaitu “komunikasi”, dan langkah selanjutnya yang tak kalah luar biasa tapi jarang sekali digunakan oleh manusia yaitu “mengatasi/menyelesaikan’.
Dalam urusan komunikasi pak Jokowi mungkin selesai, tapi urusan pengatasan atas segala macam permasalahannya, saya anggap belum.
Belum disini bukan berarti pemberian amanah pak Jokowi kepada Luhut itu adalah sesuatu yang benar, dan tindakan yang dilakukan pak Luhut adalah salah, akan tetapi yang menjadi permasalahan bagi warga negara Republik Indonesia kita tercinta ini adalah “mengapa selalu pak Luhut?”
Kata-kata tersebut jelas keluar dari masyarakat yang tidak tertutup matanya, terbuka lebar pendengarannya, dan sangat tajam evaluasinya, kebanyakan dari mereka adalah warga net (warga internet) yang jari jemarinya lihai membuka informasi dan berita, dari aplikasi Intagram sampai Twitter, bahkan grup-grup Whatsapp keluarga besar Haji ini dan itu, dan mendapatkan hadiah berupa muka pak Luhut yang terpampang dengan narasi berita mengatakan “Presiden Jokowi Menunjuk Kembali Luhut Sebagai…”.
Dampaknya pak Luhut Binsar Pandjaitan dianggap membosankan, apalagi beberapa tindakannya cenderung tak maksimal bagi masyarakat.
Dalam teori komunikasi politik di sebuah literature berjudul “An Introduction to Political Communication” karya Brian Mcnair hal yang dilakukan oleh Presiden merupakan hal dasar, yaitu antara Pak Joko Widodo sebagai Presiden (Aktor Politik), berkomunikasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri (Ke Aktor Politik), melakukan tugas dan memberi dampak, yang dampaknya tersebut kembali ke masyarakat (Khalayak Banyak).
Dan kembali dari masyarakat memberikan saran maupun kritik kepada Joko Widodo dan Luhut Binsar Pandjaitan (Khalayak Banyak kepada Aktor Politik).
Teori ini berjalan sebagaimana mestinya, akan tetapi analisisnya adalah bahwa ketika sampai kepada khalayak banyak, dan khalayak banyak itu akhirnya merespon komunikasi tersebut, justru menghasilkan hal yang kurang ideal.
Mengapa kurang ideal? Kurang ideal dimaksudkan bahwa masyarakat merespon hal itu dengan kritikan ketidak-setujuannya Presiden yang terlalu sering menunjuk Luhut sebagai pemangku tanggung jawab persoalan strategis di Indonesia, dengan hasil yang menurut masyarakat tidaklah cukup baik.
Persoalan “terlalu sering” tersebut menjadi indikasi terciptanya pengaruh ketidak-sukaan masyarakat terhadap Luhut. Secara gamblang saya simpulkan bahwa yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap penunjukan Luhut Binsar merupakan Bias-Komunikasi Politik Ketergantungan, hal ini menurut opini saya akhirnya berujung pada kewajiban pak Jokowi seolah-olah harus melulu ditunjuk kepada orang lain, yang dalam pembahasan ini adalah Luhut.