Mohon tunggu...
Ferdi Febiansyah Dj
Ferdi Febiansyah Dj Mohon Tunggu... -

mantan calon rockstar\r\n\r\nferdixrockstar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hey, Siapa Dibelakang kalian?

4 Juli 2014   16:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:31 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepulang sekolah pada hari-hari pertamanya, anakku Qanita mengeluh kepadaku dan ibunya "Ayah, Ibu, mengapa aku tidak mendapatkan pelajaran agama di sekolah? kenapa aku tidak boleh menggunakan kerudungku di sekolah?" kami berdua hanya tersenyum dan berkata "tenang, kan masih ada ayah dan ibu nanti kita yang akan belajar bersama", dan kami pun terpaksa menjadi guru agama partikelir walaupun ilmu masih sangat pas-pasan atau bahkan kurang. Hari-hari sekolah Qanita hanya diisi pelajaran - pelajaran eksakta, sains, hapalan dan sastra. Pulang sekolah kami bersiap menjadi guru partikelir agamanya Qanita dan malamnya kami bermain sebelum akhirnya tidur. Oya, istri saya sudah lama berhenti bekerja dan memulai usaha sepatunya. Jika hari libur, kami biasanya bermain saja di rumah sesekali pergi keluar mengunjungi sanak saudara atau kerabat. Jarang sekali kami pergi ke tempat umum karena takut anak saya melihat hal-hal yang sepatutnya tidak dia lihat sebagai anak-anak dan istri saya berkerudung. Lho? terus kenapa memang?. Jadi begini, setelah pergantian kepemimpinan Indonesia dengan presiden yang baru, peraturan perundang - undangan mengamanatkan bahwa Negara Indonesia adalah negara yang menghargai Pluralisme, kesamaan Hak, gender (termasuk transgender), pembelaan minoritas dan kebebasan beragama. Sekolah pun mengganti kurikulumnya dengan menghilangkan pelajaran agama yang diganti dengan pelajaran tentang budi pekerti, pelajaran agama hanya bisa didapat melalui asuhan orang tua di rumah. Tempat Ibadah hanya dibuka pada saat waktu untuk beribadah saja, selainnya ditutup dan tidak ada aktifitas. Di tempat umum, orang-orang tidak boleh menggunakan atribut keagamaan manapun. Yang menjadi pemandangan umum dan cukup mengagetkan adalah hilir mudiknya orang-orang yang telah di akui negara bahwa dia berjenis kelamin "peralihan" atau transgender. Lembaga pengesahan pernikahan bukan lagi urusan Kementerian Agama, karena kementerian ini sudah di hilangkan dari daftar kementerian portofolio, Lembaga ini kini terlahir kembali dengan tampilan baru dimana pasangan baik yang berlainan jenis maupun sesama jenis dari keyakinan manapun yang ingin diresmikan melalui ikatan pernikahan dapat di urus disini. Pada Akhirnya berragam sudah bentuk keluarga di negara ini ada pola : Ayah Ibu dan anak, Ayah Ayah dan anak serta Ibu Ibu dan anak.

Benar, ini adalah prototipe Negara Sekuler. Negara Sekuler "mengharamkan" agama manapun masuk ke setiap nafas kehidupan publik atas dasar kesamaan derajat manusia-manusianya. Definisi agama menurut paham sekuler adalah ketika manusia itu sedang sendiri dan tidak bersentuhan dengan publik. Turki mengalami keadaan diatas selama kurang lebih 100 tahun sebelum pemerintahan Abdullah Gul dan Recep Tayyip Erdogan masuk dengan membawa aroma agama dalam pemerintahannya.

Keadaan diatas bukan keadaan sesungguhnya di Indonesia, itu khayalan saya saja tapi mungkin saja terjadi jika The Carpenter from Solo (saya sengaja menyebutnya demikian karena ada media yang menyebutnya "sama seperti tukang kayu dari Nazareth" ... hehe) terpilih jadi Presiden Indonesia. Terlalu jauh sepertinya ketakutan saya, tapi tidak juga. Saya selalu tertarik untuk mengikuti isu-isu mengenai Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme atau disingkat dengan SIPILIS sebagai pihak yang tentu saja kontra walaupun dalam beragama saya masih tergolong kaum abangan tapi boleh dong kalau hati yang paling dalam masih merindukan kebenaran hahahaha. Faham SIPILIS ini dilingkari oleh orang-orang yang yang bukan sembarangan. Mereka sebagian tercatat sebagai anggota Organisasi Keagamaan paling besar di Indonesia yang tentu saja nyantren serta khatam Al Qur'an dan kitab-kitab kuning juga secara akademik mereka bergelar Master (kebanyakan di bidang hermeunetik dan perbandingan agama). Mereka juga ada di dunia akademik menjabat mulai dari dosen, dekan sampai rektor di PTS atau PTN, di politik mereka merapat ke dalam partai-partai berkuasa, dibidang seni mereka mempunyai komunitas yang cukup besar berskala nasional, diantara mereka juga adalah aktivis yang selalu menyerukan negara agar mengakui adanya LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) dulu saya acuh tak acuh, sekarang saya sadar bahwa itu menular (setidaknya beranggapan bahwa LGBT itu adalah kodrat, sudah bentuk penularan tingkat pertama. kedua ketiganya adalah anda tertular secara mutlak hehehe) karena saya punya anak perempuan yang harus saya jaga. Barisan SIPILIS tadi masuk kedalam Timses pendukung The Carpenter from Solo ini, bisa di bayangkan seperti apa nanti konsep Negara pimpinan The Carpenter jika SIPILIS menjadi Think Tank nya. Supaya lebih menambah "seram" bahaya SIPILIS ini, berikut saya kutip beberapa pernyataan mereka (kebetulan saya follow beberapa dari mereka di twitter.. hehe) :


  1. “saya rasa Kerasullan Nabi Muhammad perlu di kaji ulang” (celoteh akun dari menantu Kiyai Mustafa Bisri)
  2. "Kaum islam di negeri ini patut bersyukur, karena kita tidak akan membunuh mereka. di Mesir mereka di bunuh dan dinistakan" (Caleg dari partai berlambang klub basket amerika chicago bulls, Zuhairi Misrawi)
  3. "Menarik sekali membaca ayat-ayat Al qur'an soal hidup berpasangan (Ar-Rum 21, Az Zariat 49 dan Yasin 36) disana tidak dijelaskan mengenai jenis kelamin biologis, yang ada hanya soal gender (jenis kelamin sosial). Artinya berpasangan itu tidak mesti dalam konteks hetero, melainkan bisa homo dan bisa biseksual". (Prof. Musdah Mulia, Pimpinan Megawati Institut dan mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah)
  4. Banyak lagi yang lainnya, follow saja akun mereka nanti juga tahu.

Mereka itulah yang ada dibelakang The Carpenter from Solo.

Dari kacamata saya sebagai seorang pegawai pemerintah di Instansi Pusat, kinerja Jokowi (Ups sebut merk...) sebagai kepala daerah juga tidak begitu berprestasi alias biasa saja bahkan cenderung buruk. Tahun 2013 serapan APBD Pemprov DKI hanya 70%, ini buruk. Mengapa? karena indikator pertama keberhasilan seorang kepala daerah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran adalah serapan anggaran. Semakin rendah serapannya semakin buruk kinerjanya. Logikanya jika anggaran tahun berjalan serapannya rendah, maka di tahun selanjutnya anggaran akan dikurangi dan begitu selanjutnya. Bahkan sewaktu masih menjabat Walikota Solo, di semester akhir kedua, anggaran hanya baru terserap 30%. Dua hal diatas diamini oleh teman kuliah saya yang tidak kebetulan bekerja sebagai Pemeriksa dari BPK (Auditor bagi BPK telah berubah nomenklatur menjadi Pemeriksa).

Jakarta macet? itu masih sampai sekarang bahkan tambah parah dengan dibangunnya proyek MRT yang mudah-mudahan menjadi sustained solution terhadap kemacetan Jakarta jika telah selesai (jika akhir masa periode pemerintahan masih belum selesai, maka monumen kegagalan seperti fondasi monorail akan terulang lagi). Bagaimana dengan Tanah Abang? akhirnya saya mendapatkan Pasar Tanah Abang bebas dari macet..... selama sebulan, sisanya macet lagi. Kartu Sehat? memang berhasil, banyak masyarakat yang tertolong tetapi dari sisi pembayaran kepada rumah sakit banyak yang tidak beres. Banjir? tanyakan saja kepada penjaga pintu air, kata beliau itu salah hujan dan penjaga pintu air. Blusukannya adalah yang terbaik saya harus akui. tapi memang cukup dengan blusukan? buktinya?

Intinya, menjadi pemimpin itu harus menjadi seperti pembersih rumput. Ibaratnya di negara hukum yang menjadi akar rumput adalah kejelasan hukum dan aturan perundang-undangannya. Cabut akar rumputnya jika mau bersih dari rumput liar, kalau hanya menebas atasnya ya tumbuh lagi-tumbuh lagi. Mau bebas dari macet? keluarkan aturan tentang pembatasan dan usia kendaraan termasuk importnya, bebas dari banjir? batasi izin pembangunan di daerah resapan dan di bantaran sungai. Mengatur Jakarta sebagai miniatur Indonesia itu sangat susah, kompleks tidak sesederhana blusukan dan pencitraan, apalagi mengatur Maxiaturnya (ada miniatur ada maxiatur hehehe...). Tapi apa mau dikata, beliau adalah media darling. Bahkan media asing yang mewakili negaranya juga memuji-muji kinerjanya sebagai calon presiden Indonesia terbaik (saya masih berpikir apanya yang harus dipuji). Saya teringat pesan mendiang Presiden Soekarno bahwa jangan memilih Presiden yang di cintai negara asing (barat), pilihlah yang dibenci karena kelak dia akan membela kepentingan warga negaranya (anaknya malah menjual asset negara, kontradiksi).

Saya tidak menjelekan posisi beliau sebagai calon presiden, itu fakta walaupun bersifat negatif. Calon Presiden mantan Danjen Kopasus juga tidak ada istimewanya juga dan saya tidak kenal secara pribadi dengan beliau. Dia orang yang tempramen, cenderung intoleran terhadap yang berlawanan dengan dia. Kasus orang hilang tahun 1998? kasus ini sampai sekarang masih tidak jelas, yang jelas komando tertinggi tempat dia bernaung sewaktu kejadian ada di lapak sebelah. Penjelasan Andi Arief staf khusus Presiden Bidang Bencana Alam menjelaskan di beberapa media bahwa mantan Danjen Kopasus itu tidak bersalah (wallahu a'lam ). Dia di kelilingi orang yang bermandikan lumpur, pengemplang  pajak dan kelompok garis keras agama intoleran. Sampai disini saya beranggapan kedua capres itu sama saja sehingga suatu saat terdengar bahwa orang-orang baik seperti : KH. Abdullah Gymnastiar, Prof. Didin Hafidduddin, Prof. Ali Mustafa Yaqub, Aam Amiruddin, Prof. Habib Ahmad Alkaff, Dr. Muslih Abdul Karim merapat ke kubu ini.

Mereka adalah orang-orang yang saya hormati dan pakar dalam bidangnya, meskipun banyak cibiran mengenai kehidupan pernikahan mereka yang menganut poligami. Hey, dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang pernikahan tidak ada larangannya tentang menikah dua, tiga atau empat kali dalam status sudah beristri. Dalam agama juga diperbolehkan, artinya secara hukum positif dan hukum agama tidak ada yang dilanggar dan mereka sah secara hukum. Itulah cibiran khas pendukung The Carpenter yang selalu bermain di area batang rumput. Mereka juga mencibir kasus korupsi import sapi (sampai sekarang walaupun sudah ada putusan hakim tetap terasa abu-abu), lumpur lapindo, dan pengemplang pajak. Oke kita akui itu adalah buruk, tapi itu adalah perilaku. Perilaku akan terbawa mati apabila orangnya juga sudah mati, tapi lebih bahaya mana dengan faham SIPILIS yang mereka bawa?. Karl Marx yang juga berperangai buruk sudah mati, tapi paham komunisnya hidup sampai sekarang. John Calvin sudah lama mati, tapi paham sekuler dan calvinismenya menjadi akar kuat di Amerika. Adam smith sudah mati tapi tangan tidak tampaknya masih berkeliaran di pasar-pasar seluruh dunia. Faham-faham seperti itulah yang membawa dunia dalam perang besar di awal abad ke 19. Dan sekarang Indonesia akan di jejali hal-hal seperti itu?. Orang-orang baik tadilah yang akan menjaga perilaku pasukan Jenderal Mantan Danjen Kopasus itu jika berkuasa, mereka tidak segan-segan menjewer apabila nakal. Bukan tanpa alasan kiyai-kiyai baik tadi memberikan dukungan, kalau mengutip dari Alghazali dalam kitab Ihya Ulummudin : guru-guru yang baik mempunyai insting yang baik.

Beberapa hari terkahir ini, media sosial dikejutkan oleh iklan dukungan bagi capres nomor urut satu dari musisi Ahmad Dhani yang menampilkan dirinya dalam video musik berpenampilan seperti Kepala Pasukan Elit Nazi Shutz Staffel atau SS, Hein Himmler. Beribu  komentar miring langsung menghujani musisi nyentrik tersebut dan yang paling parah adalah tuduhan fasis!. Sangat berat mengalamatkan fasis kepada ranah seni yang sangat netral dimana agama saja “berdamai” dengan seni. Come on!! It’s just fashion. Kalaupun memang di akui Ahmad Dhani bermaksud berpenampilan seperti itu, terus kenapa? Karena Hein Himmler membunuh (yang katanya) jutaan yahudi? Terus kenapa kita memakai kacamata sebagai orang yahudi? Kenapa kita senang play as victim?. Jika kita berpandangan begitu, ketika ada orang berpakaian seperti Gajah Mada kita harus menganggapnya fasis, karena gajah mada membunuh banyak orang Bali, Sunda, Padang dan melayu pada saat ekspedisi pamalayu nya. Ketika ada orang berpenampilan ala Khalid Bin Walid, kita harus menganggapnya fasis karena beliau telah membunuh banyak prajurit romawi dan persia. Bahkan kita harus menganggap orang yang berpenampilan Soekarno fasis, karena Soekarno telah banyak membunuh lawan politik dan pengikutnya termasuk Tan Malaka dan Karto Suwiryo. Apa seperti itu?.

Estimasi saya jika tukang kayu dari Solo itu menang, capres yang kalah akan merapat, orang-orang baik tadi akan merelakan serta akan memberikan dukungan jika diperlukan dan kehidupan akan berjalan lebih mudah karena dolar pasti akan stabil bahkan cenderung turun karena dukungan negara-negara Barat, tetapi tukang kayu akan menjadi boneka kayu yang di atur baik oleh negara-negara barat (ingat, pemberitaan positif dari dunia internasional itu mahal harganya) atau oleh “ibu” nya sendiri, selanjutnya angka kemiskinan negara kita akan menurun, (menurun ke anak cucu kita hahahaha...). Sebaliknya jika Jenderal pemarah menang keadaan memang akan sulit, dolar akan merangkak naik karena sentimen ketidak percayaan,  kita akan berusaha mandiri yang berdiri dengan negara-negara seperti Venezuela, Iran atau bahkan Korea Selatan. Inilah revolusi mental sesungguhnya, merubah mindset negara terjajah menjadi mindset negara mandiri. Hanya saja kesulitan lain, bekas timses tukang kayu akan tetap menjadi oposisi militan fundamental yang beringas dan selalu kontra pemerintah (percaya deh sama saya).

Pilpres tahun ini taruhannya sangat berat satu sama lain bertolak belakang, mengorbankan anak-anak kita dengan faham Sepilis? Atau mengembalikan sesuatu lagi pada tempatnya dengan pengawasan ketat?. Sekali lagi saya katakan, jangan melihat siapa capresnya, lihat orang-orang dibelakangnya.

Menutup coret-coretan saya ini, mengutip filsuf besar Islam Al Farabi : jika ada dua hal dimana sangat bertentangan antara satu dengan yang lain, yakin lah bahwa salah satunya adalah benar dan yang lainnya adalah salah. Bagaimana cara menentukan pihak yang benar? Itulah gunanya memadukan logika dan hati. (fdj)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun