Mohon tunggu...
Ferda Lendo
Ferda Lendo Mohon Tunggu... -

Saya adalah penulis pemula yang senang membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nightmare

5 Maret 2015   17:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:08 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tubuhku terkulai lemas, kakiku tak lagi berpijak, sesak,sakit, hancur . Tubuhku mendarat mulus dilantai kayu loteng yang dingin itu . Butiran bening mengalir indah dikedua pelupuk mataku yang mulai membasahi secarik kertas polos yang ku genggam .

Mimpi, aku harap aku hanya bermimpi buruk suatu hal yang tak terpikirkan . Kucubit pelan kedua pipiku untuk memastikan apa yang baru saja terjadi dan sungguh menyakitkan saat aku dibangunkan bahwa itu semua adalah NYATA .

Aku menuruni anak tangga dengan sisa-sisa tenaga yang ku punya . Dari kejauhan, kulihat wajah cantik ibu sedang merapikan pakaian dalam bilik kamarnya . Sosok wanita paru baya yang jadi panutanku selama 17 tahun ini, ternyata tak lebih dari sosok wanita kejam dan pembohong . Setitik kebencian itu kini timbul dalam hati kecilku .

“ Bu, apa maksud semua ini ? Apa benar ayah Baskoro bukan ayah kandungku ? Siapa ayahku Bu, Siapa ? “ ucapku disela tangis saat mendapati ibu dihadapanku sambil menunjukkan kertas putih using itu . “ Darimana kamu temukan ini ? Ngomong apa kamu ? Baskoro itu ayah kamu, jangan asal ngomong . “ Ibu menarik surat itu dari genggamanku dan memarahiku dengan selipan nada-nada takut diantaranya . “ Aku mengerti dan sudah tahu apa yang terjadi setelah ku baca suratnya . Jika Ibu tidak mau memberitahukan, aku akan mencari ayah kandungku sendiri . “ Aku memaki-maki wanita paru baya yang baru saja ku benci itu dan tanpa membawa apa-apa selain surat ini aku pergi meninggalkan rumah .

Keesokkan harinya, ayah yang baru saja pulang dari luar kota dan mendapati kabar dari Ibu bahwa aku kabur dari rumah mencariku dan menemukanku di jalanan . Ayah bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi, bahwa Ibu tidak mau aku dibebankan oleh masa lalunya dan ibu ingin agar aku bisa menerima ayah Baskoro seutuhnya tanpa harus tau siapa ayah kandungku . Kemudian ayah mengajakku untuk bertemu Anton,begitu ayah kandungku disapa kata ayah Baskoro .

Aku segera berlari keluar mobil saat tiba di seberang stasiun dimana rumah ayah kandungku berada . Saat ku coba menyeberang rel, sebuah benda keras menabrak hebat tubuhku. Kurasakan darah segar mengalir di pori-pori kulitku, dan kulihat wajah ayah baskoro bersama seorang laki-laki paru baya yang tak lain adalah ayah kandungku samar-samar dihadapanku . Setelah ayah kandungku mencium keningku aku menghembuskan nafas terakhirku . Jiwak melayang terbang sambil tersenyum karena setelah 17 tahun akhirnya aku bisa bertemu dan merasakan tangan kekarnya menopang tubuhku yang sudah bernyawa ini . Kematianku yang tragis namun manis .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun