Dari masa ke masa kehidupan manusia mengalami peningkatan. Dari Generasi Kolonial hingga Generasi Milenial terlihat jelas perbedaan gaya hidup yang begitu nyata. Bagaimana tidak , contoh kecil saja jika pada zaman Kolonial berkirim kabar hanya melalui surat yang dikirim lewat Pos dan akan diterima minimal satu bulan kemudian , maka di zaman Milenial ini kabar bisa diterima jutaan kali lebih cepat hanya melalui tombol-tombol.
Sebagai  warga dunia yang baik kita harus dapat beradaptasi dengan situasi dan lingkungan di sekitar agar kita tidak ketinggalan zaman, apalagi era digital  telah menggiring kita bermetamorfosis dari 'Citizen' menjadi 'Netizen'.Â
Semua lapisan masyarakat mau tidak mau harus mengikuti arus perubahan agar dapat bertahan dalam persaingan hidup di masa modern ini. Namun terlepas dari dampak positif atau negatif yang ditimbulkan , era-digital membantu mempermudah sistem operasional untuk pengadaan kebutuhan Primer, Sekunder dan Tersier di semua kalangan.
Pendidikan merupakan salah satu bidang yang terbantu, contohnya pada saat pelaksanaan ujian. Pengadaan alat uji dari berbasis kertas menjadi berbasis komputer atau Android tidak hanya dapat menghemat budget pengeluaran sekolah tetapi juga sedikit melepaskan diri dari predikat pengguna kertas terbanyak dibanding yang lain.Â
Memang perlu disadari meski pendidikan itu penting dan ujian sekolah adalah alat ukur untuk mengetahui pencapaian  belajar siswa tetapi kerap kali menghabiskan banyak 'kertas' dan secara tidak langsung ikut bertanggung jawab atas hilangnya hutan seluas pulau Bali setiap tahunnya.Â
Mengulas informasi dari beberapa artikel yang menulis tentang penggunaan kertas salah satunya menyebutkan bahwa kosumsi kertas di Indonesia per kapita sebesar 27 kg setara 11 rim/orang/tahun atau kasarnya setiap orang menebang 11 pohon untuk kebutuhan kertasnya.
Menurut data Kemendikbud tahun 2018 jumlah siswa di seluruh Indonesia sekitar 45.379.879 orang , jika kebutuhan kertas setiap siswa 11 rim maka akan menghabiskan kertas  499.178.669 rim atau 499.178.669 pohon per tahun, dan  jika per hektar terdapat terdapat 1319 batang pohon (jumlah pohon per hektar diambil dari data penelitian Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda tentang Inventasris Hutan) maka kebutuhan kertas siswa di seluruh Indonesia per tahun menghabiskan 378.452,36 hektar hutan. Ini sekitar 0,28% dari luas hutan di Indonesia tahun 2017 yakni 133.300.543 hektar.Â
Kalau sekilas 0.28% itu angkanya sangat kecil, namun jika melihat dampak yang ditimbulkan ini tidak bisa diabaikan. Bagaimana tidak, produksi kertas yang bahan bakunya dari pohon selain menyebabkan hilangnya hutan yang angkanya disebutkan tadi ini juga menyebabkan berton-ton karbondioksida mengalahkan emisi gas buang kendaraan yang dihasilkan mobil.
Ujian Sekolah Berbasis Komputer atau Anroid adalah kontribusi kecil sekolah untuk Paru-paru Dunia. Mengurangi penggunaan kertas di dunia pendidikan sedikitnya akan mengurangi kerusakan hutan dan pemanasan global. Menuju Paperless memerlukan waktu dan kesabaran . Meskipun ini tidak semudah membalikan telapak tangan, setidaknya sekolah telah berupaya agar Paru-paru Dunia tetap sehat karena Pendidikan adalah bagian dari Dunia itu sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI