Baru dua minggu menyandang profesi IRT membuat saya kelimpungan mengatur menu keluarga, maklum bertahun-tahun berkarir di luar rumah membuat saya ketergantungan dengan menu cepat saji yang ada di warung-warung tradisional maupun modern sekitar perumahan.
Meskipun memasak di rumah sudah menjadi rutinitas saya sekarang ini, warungku tetaplah pahlawanku karena secara tidak langsung warung-warung kesayangan para ibu pekerja tersebut banyak memberi ilmu khususnya tentang masakan khas Indonesia.
 Semur Jengkol adalah salah satu masakan yang hampir  ada disetiap warung-warung sekitar perumahan saya. Baik warteg sampai dengan warung khas Sunda.
"Ah, ilmunya dimana? Wajar saja Semur Jengkol ada di warteg dan warnas sekitaran perumahan, karena dibandingkan Semur Daging, pastilah harganya jauh lebih murah."
Saya tidak bisa melarang orang lain berpendapat,Namun saya punya pandangan tersendiri untuk mengambil pelajaran dari semua aktifitas yang saya lakukan meski hanya sekedar belanja di warung.
Kolonial Belanda yang berkuasa 3.5 Abad, begitu mempengaruhi sosial budaya bangsa Indonesia. Mau tidak mau proses Akulturasi terjadi. Masyarakat pribumi dengan kebudayaan Asia dihadapkan dengan kebudayaan Asing (Belanda) dalam kurun waktu yang sangat lama akhirnya menerima budaya tersebut setelah mengolahnya bersama waktu. Meski tidak  menghilangkan unsur budaya setempat, namun upaya mempertahanka n budaya lokal pasti sangatlah tidak mudah.Â
Kata 'Semur' merupakan kata serapan bahasa Belanda 'Semoor' yang artinya makanan yang rebus dengan tomat dan bawang secara berlahan-lahan, atau bisa juga diartikan dengan Braising yaitu teknik merebus dalam waktu yang lama dengan api kecil hingga daging empuk.
Jadi 'Semur Jengkol' bisa diartikan Jengkol yang direbus bersama bawang dan tomat  dengan api kecil sehingga jengkol menjadi empuk.
Namun Tampilan Semur Jengkol yang sering saya temui sarat akan bumbu dan rempah. Tidak mungkin hanya sekedar bawang dan tomat, sehingga saya tergelitik mencari tahu sejarah bumbu semur jengkol. Walau terdengar sepele, Â menurut saya bangsa yang besar terlahir dari sebuah perjalanan sejarah yang beragam.
Akhirnya dengan bantuan layanan aplikasi pencarian diinternet saya menemukan sedikit pencerahan mengapa bumbu kuah semur yang cenderung berwarna coklat tersebut kental dan sarat bumbu rempah. Menurut sejarahwan JJ Rizal, cara memasak 'semur' sudah dipengaruhi oleh budaya Timur Tengah, India, China dan Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari peran juru masak keluarga Belanda yang sebagian besar adalah pribumi.Â
Indonesia yang masuk ke dalam jalur sutra merupakan tempat transit para saudagar dari Timur Tengah, India dan china sehingga penduduk lokal menjadi terbiasa berinteraksi dengan bangsa asing dan budaya  yang dibawa. Akulturasi sudah bukan hal baru, karena tidak hanya dengan bangsa Belanda saja namun dengan banyak bangsa, dampaknya bangsa ini kaya akan budaya.