Mohon tunggu...
Fera Septyani
Fera Septyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

AKUNTAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghindari Pajak? Tidak Bisa!

12 Juni 2016   14:47 Diperbarui: 12 Juni 2016   14:59 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : http://www.bppk.kemenkeu.go.id/

Pajak, agaknya menjadi sesuatu yang ditakuti oleh sebagian kalangan di Indonesia. Bagi yang sudah kebanyakan uang, luar negeri menjadi tempat istimewa untuk menyimpan harta mereka. Apalagi jika untuk menghindari pajak. Hal ini tentunya disebabkan karena jika mereka menyimpan harta di sana, akan ada kemungkinanharta tersebut tidak akan terkena pajak asalkan bisa mengakalinya. Jika dilakukan secara diam-diam tanpa melaporkannya ke negara sendiri, seseorang yang menyimpan hartanya di luar negeri bisa dikatakan ada di status aman.

Tapi, apakah benar begitu? Sayangnya hal ini tidak akan bertahan untuk waktu yang lebih lama. Tahun 2018 nanti, orang-orang yang terbiasa mengivestasikan sahamnya di luar negeri harus mulai waspada akan adanya peraturan baru yang telah disepakati oleh negara-negara G-20 yaitu program Automatic Exchange of Information (AEoI).

Ketetapan ini menyatakan bahwa setiap orang yang menyimpan hartanya di luar negeri (terutama yang menyimpannya secara illegal), mau tidak mau akan dicatat oleh pihak luar negeri yang bersangkutan (Misalnya Negara A). Negara A kemudian akan melaporkan langsung harta apa yang disimpan di sana beserta jumlahnya kepada negara tempat orang itu berasal.

Meskipun peraturan itu baru akan ditetapkan di tahun 2018, tapi pemerintah mulai menerapkannya (mulai) saat ini. Salah satu kasus yang saya temui adalah ketika saya mendengarkan cerita dosen saya. Rekan dosen saya kebetulan memang menyimpan sebagian hartanya di luar negeri, tepatnya di China. Singkat cerita, ternyata rekan dosen saya tersebut disambangi oleh Surat Tagihan Pajak (STP) atas hartanya yang berada di China tersebut. Ini menandakan pertukaran data perbankan secara otomatis memang pasti akan terealisasi.

Pada tahun 2018 nanti data yang dipertukarkan adalah data rekening bank dari penduduk negara mitra yang telah bersepakat. Negara anggota yang tergabung pada G-20 yaitu, Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Republik Rakyat Cina, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Britania Raya, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Namun, untuk itu Indonesia masih harus membuat regulasi tentang tata cara teknisnya.

Nasabah nakal yang tidak mau membuka rekeningnya alias menutup-nutupinya dari negara, maka akan terkena sanksi penutupan rekening. Dengan adanya program ini, maka tidak akan ada tempat untuk bersembunyi lagi. Mau bersembunyi dari pajak? Ohh tidak bisa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun