Mohon tunggu...
Shavana Mujahidah
Shavana Mujahidah Mohon Tunggu... -

Bagi saya Menulis itu belajar jujur pada diri sendiri, berani mengungkap adalah bentuk penundukan ego...\r\n\r\nAlhamdulilah udah menerbitkan beberapa cerpen di media lokal Kendari Pos dan menerbitkan dua buku masing-masing dengan Judul Pelangi cinta (Duhari Rabbi Izinkan Kugapai CintaMU) dan Me N Love Shava (Merangkai Serpihan- serpihan Cinta).

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tips Ringan Anti Galau Buat Ayu2 Ting ting...

20 Februari 2014   06:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:39 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi pagi sempat nonton infotaiment. Masih berita seputar Ayu Ting ting VS "bapak" anaknya. Kali ini ada yang berbeda. Nampak sekali Ayu ting ting sedikit "emosional" menanggapi pertanyaan wartawan seputar nama anaknya yang tidak mencantumkan nama si Enji sebagai bapak (Binti) anak yang di lahirkannya. Beberapa menit saya "terusik" untuk coba menganalisa "gestur" ayu ting2 yang nampak sekali masih sangat sewot kepada si Enji tersebut.

Lantas saya sedikit bertanya dalam hati" kok bisa ayu bersikap "egois" walau tentunya sangat "manusiawi" jika anda yang berada di posisi ayu pun pastinya mampu "memahami" sikap yang di tempuhnya tersebut.

Mengingat kedudukan seorang anak hasil dari pernikahan yang masih "abu2" (lahir dengan lebih cepat). Sepengetahuan saya anak tersebut secara syariah tidak mengikut ke nasab bapaknya. Walau bapak tsb adalah bapak biologis si anak. Itulah sebabnya Islam sangat tegas mengatur hukum anak yang terlahir dari kasus MBA (Maried By Accident) tsb selain tidak memakai "Binti" sang bapak, jika anak tsb berjenis kelamin perempuan kelak setelah dewasa anak itupula tidak berhak di nikahkan (wali) oleh sang bapak juga tidak bs mewarisi harta sang bapak. Mungkin hal inilah yang di "pahami" ayu sehingga sangat "keukeuh" untuk tidak mencantumkan nama si Enji dalam akta lahir si anak.

Terlepas dr semua itu. Sebagai orang yang pernah "melewati" masa tersebut. Tanpa di jelaskanpun saya sangat bisa "memahami" psikologis yang di rasakan ayu saat ini. Walau dengan senyum yang selalu di tebar di depan kamera. Saya tahu ayu tengah mengcovery diri (menyembuhkan) dirinya. Tetapi saya sangat ingin berpesan kepada ayu. Untuk "sembuh" dr semua luka di hati adalah sebuah pilihan. Dan Pilihan tersebut harus dengan sadar di lakoni. Kalaupun luka itu masih juga sulit untuk di sembuhkan. Langkah awal adalah berdamailah dengan diri sendiri. Seiring waktu semakin banyak hal yang bisa di pahami dengan benar bahwa semua hal terjadi di hidup ini tidak ada yang kebetulan. Terkandung banyak hikmah dan pembelajaran jika kita mau berlapang dada menerimanya.

Dan saya yakin jika ayu sudah selesai menyembuhkan diri. ayupun akan dengan "legowo" merekatkan kasih antara anak dan bapak bahkan menjadi "jembatan" untuk keduanya. Karena tidak ada yang lebih berharga menjadi seorang IBU selain menyaksikan anak berbahagia. Dan impian anak di manapun berada adalah tetap merasakan kasih sayang yang "utuh" dr kedua orang tuanya walau keduanya tak lagi bersama.

Tugas ayu tentunya akan lebih ringan. Dan ayupun bisa "berlepas" diri jika telah melakukan hal tsb tetapi justru sebaliknya bapak sang anak malah kedepannya menjadi cuek sama anak. Toh masing2 insan mempertanggung jawabkan diri di hadapan sang khalik kelak di kehidupan abadi (akhirat). Dan seorang individu tidak berkewajiban menanggung dosa individu lainnya.

Wallahualam.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun