Mohon tunggu...
Fera Nuraini
Fera Nuraini Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di Ponorogo. Doyan makan, pecinta kopi, hobi jalan-jalan dan ngobrol bareng. Lebih suka menjadi pendengar yang baik.\r\n\r\nMampir juga ke sini ya, kita berbagi tentang BMI\r\nhttp://buruhmigran.or.id/\r\ndan di sini juga ya \r\nwww.feranuraini.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dokter Cintaku yang Sederhana

5 Maret 2011   03:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:03 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Assallamuallaikum" "Waallaikum salam nak Angga. Bisa kerumah  sebentar?" "Ada apa bu ya?" "Ini, Neni sakit. Badannya panas tinggi, gak mau makan lagi. Ibu di rumah sendiri, bapak belum pulang" "Oh,,iya bu. Baik. Angga segera ke sana" "Trima kasih nak. Assalamuallikum" "Waallaikum salam" Dengan mengendarai motor Angga langsung meluncur ke rumah Neni. Angga tidak tau kalau Neni saat ini gimana karena sudah 3 hari tidak ketemu. "Masuk nak, Neni di kamarnya masuk aja" "Baik bu" Angga langsung masuk ke kamar Neni. Angga memang sudah terbiasa keluar masuk rumah ini dan orang tua Neni juga tidak mempermasalahkannya karena ke duanya bisa di percaya. Tidak akan berbuat macam-macam seperti yang di kawatirkan banyak orang. Dengan membiarkan pintu kamar tetap terbuka Angga mendekati tubuh Neni yang tergolek lemah di ranjang. "Sayang kamu kenapa?" Pelan-pelan Neni membuka matanya. Tau siapa yang datang dia tersenyum meski agak berat. Bibirnya kering, wajahnya pucat, ada handuk kecil di dahinya untuk meredam suhu panas. "Enggak apa-apa. Capek aja." "Duhh, wajah kamu pucat sayang" Sambil membelai dengan lembut wajah Neni terlihat Angga begitu kawatir. "Udah makan belum sayang?"  Neni menggeleng. "Kok gak makan sih, gimana mau sembuh kalo perut kosong. Aku suapin ya"  Neni menganggung sambil tersenyum. Angga ke dapur mengambil nasi dan lauk pauk yang ada. Segelas air hangat di pegang di tangan kirinya menuju ke kamar Neni Kembali. Ibu Neni yang melihat ikut tersenyum senang. Sudah dari kemarin Neni tidak mau makan. Angga membantu Neni bangun. Dengan posisi bersandar di ranjang pelan-pelan Angga menyuapi Neni sambil bercerita apa saja. Tak terasa nasi di piring hampir habis tanpa Neni sadari. "Nah kan, habis kan. Makan yang banyak sayang, nanti kalau sembuh aku ajak jalan-jalan ya" Dengan senyum puas Angga berkata sambil mengelap bibir Neni dengan tissu. "Mau nambah lagi" "Enggak. Udah kenyang ni. Coba kalo tiap hari disuapin, pasti enak ya" "Icchhh,, maunya. Sabar sayang. Nanti kalau kita udah menikah tiap  hari pasti aku suapin" timpal Angga sambil memencet hidung Neni. Mereka tertawa bersama. Angga senang melihat Neni sudah tidak sepucat saat dia baru datang. "Pak Dokter boleh minta tolong gak" Neni bertanya ke Angga. "Ha ha ha ha, boleh sayang. Mau tanya apa pasienku sayang?" "Tolong bantu ngetik tugasku ya. Senin depan harus setor ni" "Boleh. Tapi ada syaratnya" "Apa? jangan berat-berat ya syaratnya" "Enggak berat kok" Angga menunjuk dahinya, Neni tau maksudnya apa. Dengan pelan dia dekatnya dahi Angga ke bibirnya. lembut Neni mencium dahi Angga, lalu beralih ke pipi kanan dan kiri. "Udah pak dokter" "Trima kasih pasienku. Pasti aku kerjain tugas dari pasienku nanti" Mereka tertawa bersama. Ibu Neni yang mendengar dari luar ikut bahagia melihat anaknya terlihat lebih baik dari sebelum Angga datang. ********************** Malam tiba. Neni memandang langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Senyum bahagia terlihat jelas dibibirnya. Dia menyadari cinta dan perhatian Angga sangatlah besar untuknya. Dan Neni sadar tidak seharusnya dia bersikap egois, sering menuntut ini itu ke Angga. Angga sosok sangat dewasa yang Neni butuhkan. Angga bisa jadi penuntun untuk Neni yang sifatnya kadang masih kekanak-kanakan tapi juga kadang sangat dewasa. Emosi Neni sering labil naik turun. Semenjak bertemu Angga, sifat Neni jauh beda dan ini juga diakui oleh orang tua Neni sendiri. Itulah sebabnya kenapa orang tua Neni begitu sayang terhadap Angga. Mereka menganggap Angga sebagai dewa penolong buat Neni. Karena Angga Neni bisa  mandiri dan tidak cengeng lagi. Angga. Cowok sederhana yang santun dan humoris. Sederhana dan apa adanya. Otaknya cerdas dan pengetahuannya luas. Meski pekerjaannya belum mapan, Angga bisa membantu adik-adiknya untuk meneruskan sekolah karena Angga ingin adiknya jadi orang sukses nantinya. Ya, orang tua Neni menaruh harapan besar untuk hubungan mereka. Meski keluarga Angga pas-pasan, itu  tidak jadi soal bagi orang tua Neni. Kebahagiaan Neni adalah kebahagiaan Orang tua juga. "Nak Angga, bapak sama sekali tidak menilai apa-apa yang melekat di tubuhmu. Bapak menilai kamu dari hati Angga. Bapak yakin kamu dan Neni bisa hidup bersama, kesederhanaan yang kamu miliki ini patut di acungi jempol. Itu yang bapak cari. Jadi, bapak serahkan Neni sama kamu. jaga dia baik-baik, tuntun dia, ajari dia, bimbing dia agar menjadi wanita dan istri yang baik untukmu kelak." Bapak Neni memberi nasehat untuk Angga. Angga mengangkuk tanda bahagia juga tanda ragu. Dalam hati Angga berjanji tidak akan menyia-nyiakan Neni dan keluarganya yang sudah menyayanginya meski belum syah menjadi bagian dari keluarga mereka. TAMAT.

12992915661727074977
12992915661727074977

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun