Mohon tunggu...
Fera Nuraini
Fera Nuraini Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di Ponorogo. Doyan makan, pecinta kopi, hobi jalan-jalan dan ngobrol bareng. Lebih suka menjadi pendengar yang baik.\r\n\r\nMampir juga ke sini ya, kita berbagi tentang BMI\r\nhttp://buruhmigran.or.id/\r\ndan di sini juga ya \r\nwww.feranuraini.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Surat Terbuka untuk Bapak Presiden SBY Dari Seorang BMI Hong Kong…

16 Januari 2014   13:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:46 1863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_316295" align="aligncenter" width="570" caption="Ilustrasi/ Admin (shutterstock)"][/caption] Assalamuallaikum, Pak Presiden. Semoga kesehatan selalu menyertai Bapak sekeluarga. Perkenalkan, Pak. Saya Fera Nuraini, seorang pekerja rumah tangga di Hong Kong, atau kami di Hong Kong menyebutnya sebagai BMI (Buruh Migran Indonesia). Pak Presiden, awal tahun 2014 ini, kami, para BMI di Hong Kong dikejutkam dengan adanya kasus penganiayaan terhadap kawan kami bernama Erwiana Sulistyaningsih (23) yang berasal dari Ngawi, Jawa Timur. Saya tidak tahu, apakah Bapak sudah mendengar kabar ini atau belum, karena Pak menteri Muhaimin sendiri baru tahu setelah saya colek di twitter. Tahun 2012 Bapak ke Hong Kong dan menginap di Hotel Sangrila dengan pengawalan super ketat dari polisi Hong Kong. Semoga Bapak belum lupa, saat Bapak dialog dengan perwakilan WNI di Hong Kong, ada puluhan BMI yang berdemo di bawah hotel berharap untuk bertemu dengan Bapak untuk menyampaikan tuntutan kami kepada pemerintah. Tapi sayang, Bapak tidak mau menemui kami dan memilih berada di dalam hotel. Pak Presiden, Tahun 2013 kemarin, Saya tidak tahu apakah Bapak juga sudah tahu kabar ini atau belum. Kawan kami bernama Kartika disiksa selama 2 tahun di rumah majikannya. 2 tahun, Pak, dia disiksa, makan kurang, istirahat kurang juga gaji tak dibayar. Pak, kasus Kartika dan Erwiana bukanlah kasus kecil seperti pernyataan Menteri Tenaga Kerja Pilihan Bapak, Muhaimin Iskandar. Kasus ini membuat kami, para BMI di Hong Kong sangat sedih bercampur geram. Sayangnya, Pak, saya tidak atau tepatnya belum pernah mendengar ungkapan Bapak "prihatin" mengenai kasus yang menimpa kawan kami di Hong Kong, seperti kebiasaan Bapak saat terjadi musibah atau kasus yang menyeret nama Bapak dan keluarga. Pak, meskipun saya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, setiap hari saya sempatkan untuk membaca berita dari tanah air. Kasus korupsi, terorisme, banjir dan banyak kasus lain saya baca. Saya ikut prihatin, Pak. Tapi yang membuat saya lebih prihatin adalah, saat partai yang Bapak pimpin sedang bergejolak, kenapa Bapak merespon dengan sangat cepat? Tidak perlu waktu 24 jam, Bapak langsung muncul di media memberi komentar tentang apa yang terjadi dengan partai yang Bapak pimpin. Tapi sayangnya, Pak, kenapa di saat ada warga negara Bapak yang bekerja di luar negeri, yang nyawanya sangat terancam, badannya kurus kering tinggal tulang, dan sudah lalu-lalang di media cetak dan eletronik, Bapak tidak meresponnya sama sekali? Saya tahu yang Bapak urusi sangat banyak, 250 juta jiwa  lebih menyebar dari Sabang sampai merauke bahkan luar negeri. Tapi, kenapa Bapak lebih cepat tanggap terhadap Partai ketimbang rakyat? Saya sangat ingat, Pak, tahun 2011, saat hari anak nasional dan anak-anak harus menelan kekecewaan karena tidak diperkenankan membacakan deklarasi dihadapan Presiden. Deklarasi hanya dihadiri oleh Bapak Wakil Presiden, sedang Bapak  lebih memilih menghadiri Rakornas dengan partai demokrat daripada mendengar suara anak-anak negeri ini. 400 anak dari seluruh Propinsi, mereka adalah anak-anak pilihan untuk mengikuti kongres tahunan Hari Anak Nasional, tapi apa yang terjadi? Mereka kecewa oleh Bapak  Presiden yang harusnya bisa menjadi bapak panutan bagi mereka. Bapak Presiden, saya bekerja ke Hong Kong karena di tanah air sangat minim lowongan pekerjaan. Tahun 2005 saya tiba di Hong Kong setelah 6 bulan di penampungan. Bapak Presiden, saya pernah dipukuli oleh majikan saya, dijambak rambut saya, kepala saya dibenturkan ke pintu, saya tetap bertahan, Pak. Karena apa? Saya masih punya hutang yang harus saya bayar ke agen karena potongan gaji. Saya bertahan, Pak. Karena apa? Saya ingat dengan keluarga saya di kampung yang hidupnya susah. Saya pernah lapor ke agen, tapi apa hasilnya? Agen menyuruh saya bertahan sampai 2 tahun finis kontrak dan akan dicarikan majikan baru. Saya pernah ingin bunuh diri lompat dari lantai 16, Pak. Karena sudah tidak kuat dengan kondisi di rumah majikan, saya urungkan, Pak, karena saya teringat dengan wajah kedua orang tua saya. Bapak Presiden,  saya, dan ratusan BMI di Hong Kong sangat berharap agar setelah kasus yang menimpa Kartika di tahun 2013 menjadi kasus terakhir. Tapi ternyata, Pak, masih ada kasus serupa yang menimpa kawan kami yakni Erwiana. Bapak Presiden yang saya hormati, kalau memang pemerintah belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan masih ingin terus mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri, saya berharap kepada Bapak Presiden untuk meningkatkan pembekalan dan perlindungan  bagi warga yang sedang bekerja di luar negeri. Saya tulis surat ini dengan harapan Bapak tahu akan kasus-kasus yang menimpa kawan kami di Hong Kong. Hong Kong bukanlah syurga bagi pekerja rumah tangga, Pak. Banyak kasus yang tidak tercium media dan bahkan pemerintah sendiri. Bapak Presiden, saya mohon maaf jika surat ini tidak berkenan di hati Bapak. Besar harapan saya kepada Bapak untuk lebih memperhatikan lagi warganya yang bekerja di luar negeri. Malaysia, Arab Saudi, Singapura, Taiwan dan negara penempatan lainnya juga sangat butuh perhatian. Saya tekankan sekali lagi, Pak, Hong Kong  bukanlah syurganya bagi pekerja rumah tangga. Waasalamuallaikum Warohmatullahi Wabarokatuh -- Fera Nuraini, asal Ponorogo saat ini bekerja di Hong Kong

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun