Mohon tunggu...
Fera Apriyanti
Fera Apriyanti Mohon Tunggu... -

dokter praktek mandiri di jakarta selatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Seorang Ibu Melahirkan Bayi “Brojol” di UGD Sebuah Rumah Sakit

23 Juni 2014   17:41 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:35 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

SEORANG IBU MELAHIRKAN BAYI “BROJOL” DI UGD SEBUAH RUMAH SAKIT

Kok bisa?

Kemanakah dokter, bidan, perawat yang ada di UGD?

Kok lahirnya  di UGD, tidak di ruang bersalin?

Kapan kejadiannya?

Di rumah sakit mana?

Dari beberapa pertanyaan ini mungkin masih banyak pertanyaan lain, yang mengelitik kita untuk bertanya.

Saya mendengar hal ini saat teman mempresentasikan pada mata kuliah Manajemen Resiko. Saat ini saya sedang menimba ilmu di Pascasarjana KARS FKM UI. Banyak yang saya pelajari disini. Selama ini saya hanya sebagai dokter praktek mandiri sebuah klinik kecil di Jakarta

Pemaparan teman saya membuat saya terkejut. Kok bisa ya di sebuah RSUD,  ibu melahirkan tanpa diketahui dokter/ bidan. Ternyata saat itu pasien sedang banyak dan diruang bersalin pun pasien penuh sehingga ibu tersebut ditaruh di ruang UGD. Karena kesibukan para dokter, bidan, perawat menghadapi pasien sehingga terlupakan ibu tersebut, alhasil lahirlah jabang bayi tanpa penolong.

Kejadian ini di sebuah rumah sakit di luar Jakarta. Dan terjadi sebelum dimulainya BPJS. Sebelum adanya JKN sebenarnya sudah ada pembiayaan kesehatan seperti JAMPERSAL, JAMKESMAS, JAMKESDA. Untuk bersalin dengan JAMPERSAL. Saat ini semua disatukan dalam BPJS.

Dalam hasil diskusi banyak ditemukan ketimpangan ketimpangan, seperti mengapa ibu tersebut lahir di Rumah Sakit? Padahal kan persalinan normal. Seharusnya di PPK1 bisa, seperti Puskesmas. Masih kurangnya penapisan di jajaran layanan kesehatan sehingga semua larinya ke rumah sakit padahal seharusnya bisa ditangani di layanan primer, kecuali ada penyulit atau komplikasi baru ke tingkat lebih tinggi seperti RSUD dan lebih tinggi lagi yaitu RSUP.

Dibutuhkan tanggungjawab dan loyalitas yang tinggi bagi tenaga kesehatan yang ada di Indonesia untuk mensukseskan program pemerintah JKN ini. Di mana mereka diharapkan menyadari kewajiban mereka untuk menangani pasien pasien yang memang bisa ditangani. Bukan sedikit sedikit merujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Alhasil wajarlah pasien membludak ke rumah sakit.

Saat ini pasien rawat jalan di RSCM sebelum BPJS sekitar 1500 orang sekarang sekitar 3000 orang. Dengan jumlah tenaga kesehatan yang terbatas, mereka harus melayani sekitar lebih dari 50 orang perharinya. Dokter juga manusia. Mereka harus konsentrasi menghadapi berbagai penyakit dari berbagai pasien. Belum lagi dokter spesialis yang mereka juga harus melakukan tindakan operasi misalnya.

Namun sangat disayangkan saya mendapat keluhan dari beberapa teman saya yang dokter umum bahwa dokter spesialis bila mendapat rujukan dari dokter umum pasiennya tidak dikembalikan lagi ke dokter umum yang merujuk.

Bila sudah terjalin komunikasi yang baik antara dokter spesialis dan dokter umum, dimana bila ada pasien yang awalnya berobat ke dokter umum misal penyakit usus buntu.  Pasien tersebut di rujuk ke dokter spesialis bedah. Ternyata memang harus di opesasi. Alangkah baiknya untuk kontrol setelah operasi selanjutnya diserahkan ke dokter umum yang merujuk pada awalnya. Sehingga dokter umum tersebut tahu kronologis dari awal penyakit sampai akhirnya.

Program JKN dengan BPJS nya wajib kita dukung sesuai dengan kemampuan kita. Saat ini baru enam bulan berjalan. Memang banyak kekurangan disana sini tapi pemerintah berusaha memperbaiki untuk yang terbaik bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah kita saling mendukung. Pemerintah berusaha terus memperbaiki kekurangan kekurangan yang ada, tenaga kesehatan berusaha melayani masyarakat sesuai kemampuannya masing masing, masyarakat menerima layanan kesehatan dengan tertib sesuai perosedur yang telah berlaku.

Semoga apa yang kita citacitakan dapat tercapai “ Indonesia Sehat 2015”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun