Mohon tunggu...
Feny Livia Manjorang
Feny Livia Manjorang Mohon Tunggu... Lainnya - masih beginner.

menulis = menegur diri sendiri. mari saling menegur namun tetap mengasihi:-)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Overdosis Tingkat Kehaluanmu Sudah Ditahap Mana?

5 April 2021   17:59 Diperbarui: 6 April 2021   10:21 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak yang katanya termotivasi, tetapi tidak jarang menghancurkan masa depan sendiri. Benaran termotivasi atau enggak sih?!

Kesal gak sih lihat penggemar yang terlalu lebay ke idolanya? Pasti kesal, sama aku juga. Dulu sewaktu SMP, aku suka kesal dengan teman-temanku. Sebenarnya mereka tidak melakukan kesalahan, tapi menurutku tingkat alaynya berlebihan. Ya habisnya topik yang dibicarakan selalu mengenai K-Pop. Ngeprint foto bias, beli album seharga jual ginjal, dan bermimpi menjalin hubungan dengan idolanya. Padahal dibiji mata sang idola, mereka belum tentu ada. Temanku bahkan sampai menangis karena idolanya dating. Ternyata itu masih biasa aja, ada level tertinggi didunia K-pop biasa disebut sasaeng fans. Bukan hanya menangis saat idol dating tetapi mengikuti kemana pun pergi. Tak jarang ditemukan bekas toilet sang idola sampai dicium. Para penggemar K-pop tentu marah ketika aku menuliskan ini tetapi sebenarnya pesan yang ingin ku sampaikan bukan untuk melarang mereka mengidolakan seseorang. Aku sendiri sejak pandemi jadi menyukai K-pop dan K-drama. Alhasil aku seperti termakan omongan sendiri. Namun aku tak malu mengakui didepan teman-teman karena pandanganku mengenai aktris-aktor idola Korea Selatan telah berubah.

Dulunya aku mengira mereka semua operasi plastik, mengandalkan visual, dan tidak memiliki bakat apapun. Tetapi setelah menyukai dan menjadi penggemar, aku menyadari bahwa wajar-wajar saja budaya Korea meluas secara global. Bukan aku mengatakan ini karena sudah masuk ke dunia K-pop melainkan bukti nyata yang ku temukan selama pandemi.  Mereka sangat kerja keras dan mengorbankan banyak hal. Beberapa tidak melanjutkan sekolah, mengurangi waktu bersama keluarga, bermain, dan kehilangan masa remaja. Masuk ke agensi, diinvestasi oleh agensi, dan menjadi mesin uang agensi. Pengorbanan tersebut tak semuanya membuahkan hasil  karena menjadi seorang trainee belum tentu akan debut. Bukan karena mereka tidak bekerja keras melainkan ketatnya persaingan di dunia industri Korea Selatan. Akibat persaingan ini, mindset mereka telah tertanam bahwa hidup merupakan persaingan dimana setiap individu tidak boleh lengah dan kerja rodi. Untuk di Indonesia tentu ini tidak berlaku, banyaknya kaum rebahan dan mustahil untuk kerja rodi.

Ditambah lagi sejak pandemi Hallyu atau Korean Wave tak bisa terhalangi. Indonesia yang sejak dulu menjadi fanbase terbesar dan loyal terhadap K-pop semakin berkembang. Orang-orang yang dulunya tidak melirik dunia industri Korea Selatan kini mulai menyukai. Hal ini ditambah dengan adanya idol K-pop yang berasal dari Indonesia dan beberapa orang yang sudah berhasil menembus industri Korea Selatan. Euforia ini hampir dirasakan semua masyarakat Indonesia termasuk penggemar lama dunia K-pop. Setiap penggemar biasanya memiliki bias disetiap grup kesukaannya. Bias ini nantinya dapat mempengaruhi penggemar mulai dari gaya berpakaian, aksesoris yang digunakan, gaya rambut, dan lain-lain. Seandainya bisa mendapatkan informasi secara keseluruhan mengenai bias, pasti penggemar senangnya luar biasa. Tidak hanya penggemar K-pop yang terpengaruh tetapi juga kaum milenial. Penggunaan produk skincare dan make up, fashion, makanan dan restoran, dan lain-lain yang semuanya ala Korea.

Tak hanya itu saja, penduduk Indonesia juga giat mempelajari budaya Korea dan bahasanya. Kita juga sering mendengar kaum milenial berbahasa campur Indonesia-Korea dalam kehidupan sehari-hari seperti annyeong, saranghae, hwaiting, dan hyung. Bahkan e-commerce menjadikan boyband dan girlband terkenal menjadi brand ambassador untuk menarik minat konsumen. Konten perjuangan mereka menggapai impian hingga sukses menjamur di sosial media dan menjadi motivasi untuk kita. Sayangnya, kerja keras dan etos kerja mereka bukan kita realisasikan melainkan dibiarkan begitu saja. Bukan dicontoh tetapi malah semakin halu. Kaum halu semakin bertambah berbanding terbalik dengan mereka yang sangat sukses. Kebanyakan dari penggemar menghabiskan waktu 24 jam untuk melihat konten-konten yang berkaitan dengan biasnya. Enggak jauh berbeda, pencinta K-drama menghabiskan satu hari lembur menonton 16 episode.

Alhasil, jatuhnya kita termotivasi bukan menjadi fokus ke masa depan malah melupakan impian diri sendiri. Kita tertinggal jauh dan menjadi pundi-pundi uang bagi mereka. Mereka bertambah kaya, kita tak menghasilkan uang sama sekali. Memiliki idola atau menyukai sesuatu sangat diperbolehkan dan merupakan hal wajar. Tapi menjadi tidak wajar, ketika kita menginvestasikan 24 jam untuk memuliakan mereka. Sesekali untuk rehat ketika padatnya aktivitas tak masalah. Hanya saja jangan sampai overdosis dan lupa melaksanakan kewajiban. Jadikan mereka sebagai dorongan untuk maju bukan sekedar termotivasi. Realisasikanlah apa yang kamu dapatkan ketika mengidolakan seseorang tetapi tetap dalam konteks positif. Atur waktu ketika ingin berselancar di dunia maya melihat idola tanpa meninggalkan rutinitas. Oleh karena itu, supaya penilaian orang-orang mengenai penggemar industri Korea Selatan tidak negatif, yuk kita buktikan. Bahwa kita bukan penggemar yang racun melainkan fans berprestasi lewat mengidolakan seseorang.

           

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun