Menjadi partai "penyeimbang". Itulah yang sering dikatakan pimpiman Partai Demokrat tentang posisinya di kancah perpolitikan Indonesia pasca Pilpres. Mereka, katanya nggak akan masuk ke pemerintahan maupun ke KMP (Koalisi Merah Putih). Mau ada di tengah-tengah saja.
Kenyataannya, nggak ada yang namanya di tengah. Apa pun ceritanya selalu akan condong ke kiri atau ke kanan, berayun ke belakang atau ke depan.
Peran mereka itu telah coba dilakoni pada tanggal 26-9-2014 dini hari yang udah lewat. Usaha untuk menunjukkan ketidakberpihakan itu dibuktikan dengan WO-nya mereka menjelang voting. Sial. Usaha itu dipandang rakyat kebanyakan sebagai sandiwara yang jelek untuk menyembunyikan keberpihakannya ke kubu KMP.
Tak pelak SBY sebagai ketua umum jadi bulan-bulanan di media sosial. #ShameOnSBY jadi trending topik dan harus buru-buru di"paksa" hilang oleh pihak tertentu dari peredaran.
Ternyata drama murahan mereka itu telah menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Dan tugas mereka sekarang tinggal nyari kambing hitam diantara kawan sendiri.
Sekiranya saja Demokrat punya pendirian, nggak milih jadi bandul, mungkin saja masalahnya nggak seperti sekarang ini. Barang kali saja masyarakat masih bisa menghormati keputusan Demokrat, walaupun misalnya, mereka memilih opsi yang dipilih KMP. Karena, bukankah yang mengajukan RUU itu ialah pemerintah(Demokrat sendiri)? Tapi apa mau dikata, singkong terlajur jadi gaplek !
Kini, rakyat merasa dipermainkan oleh drama murahan Demokrat tersebut. Wajarlah, sebagai pelampiasan kekesalannya rakyat jadi marah. Baiklah, mari kita tunggu drama Demokrat dan SBY berikutnya.
Bandul memang berbahaya. Salah-salah bisa menghantam muka sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H