Mohon tunggu...
Fenomenye _
Fenomenye _ Mohon Tunggu... -

fenomenye is me

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Teliti Sebelum Membeli

16 Maret 2013   01:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:42 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1363398345409619364

[caption id="attachment_242689" align="aligncenter" width="640" caption="graphic by @fenomenye"][/caption] Teliti sebelum membeli, bukan hanya produknya, tetapi juga penjualnya. “Apa?! Ngapain meneliti penjualnya? Apanya yang diteliti? Sudah merit atau masih jomblo kah? Sudah mandi atau belum kah? Jutek atau ramah?” Hmm, pernahkah anda salah tingkah gara-gara salah mengira orang sebagai penjualnya? Oh, tentu saja saya pernah, tapi nggak sering. Terakhir kali sekitar dua minggu lalu, saya salah mengira seorang yang lagi duduk-duduk di samping kios sebagai penjual telur. “Mas, berapa harga telurnya?” kata saya, dan si Mas itu cuma nyengir sambil beranjak pergi. Nah, sebaliknya kalau salah dikira orang sebagai penjual sepertinya saya lebih sering mengalami. Insiden terbaru terjadi sekitar empat hari lalu. Saat itu saya lagi membungkuk mau mengangkat sekarung beras yang telah saya bayar di sebuah toko. Eh, nggak tahu dari mana datangnya, ada seorang bapak STW (setengah tuwir) langsung menodong dengan pertanyaan khas calon pembeli. “Berapaan beras yang itu?” ucapnya dengan tatapan seolah-olah saya adalah kuli beras. Saya berusaha cuek dan ngeloyor keluar toko sambil membawa beras. Mungkin kalau dia ngeyel, saya bakal lempar beras itu padanya, meski berat. Sejenak kemudian saya menyadari kalau saya hanya pakai celana pendek dan kaos oblong serta wajah sedikit berkeringat. Apakah begini tipikal penjual beras yak? Ah, tapi kan saya lebih ganteng daripada Dude Herlino. Beberapa kejadian lainnya seolah menegaskan betapa banyak dari calon pembeli yang kurang hati-hati mengidentifikasi seorang penjual. Saya pernah ditanya harga susu saat berada di supermarket besar. Usut punya usut, saat itu saya memakai kemeja putih dan celana hitam sepulang dari sebuah acara. Rupanya beberapa karyawan magang di supermarket itu juga pakai setelan hitam putih. Ooooh… Dikira sebagai penjual gorengan pun pernah saya alami. Kebetulan saya lagi berdiri menunggu kawan di samping kios penjual gorengan. Apesnya si penjual asli sedang masuk ke dalam rumahnya ketika seorang ibu STW datang dan langsung menodong saya. “Mas, gorengannya sepuluh ribu ya?” Oh tidak, kenapa orang-orang itu tidak teliti sebelum membeli? Jelas-jelas saya punya jenggot ala Brad Pitt, kok dikira jualan gorengan? Kalau sudah begini kan sama-sama tengsin, bagi yang dituduh dan yang menuduh. Untung saya tidak membawa kasus macam ini ke Polsek terdekat. Makanya lihat-lihat dulu dong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun