Mohon tunggu...
Fenny Wongso
Fenny Wongso Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi Komunikasi USU 2011, menyukai dunia anak-anak, musik, dan tulis-menulis. Web : fennywongso.com, Twitter : @FennyWongso

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hari Pendidikan Nasional, apa harapanmu?

2 Mei 2013   12:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:15 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Siapa yang tidak kenal dengan Ki Hadjar Dewantara? Beliau dikatakan sebagai aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Tanggal kelahirannya, yaitu tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Dalam tulisan saya kali ini, saya tidak akan membahas pendidikan dari segi sejarahnya maupun dari segi perkembangannya, tapi saya akan lebih membahas bagaimana pendidikan Indonesia dilihat dari kacamata masyarakat khususnya masyarakat kota Medan. “Pendidikan di Indonesia masih belum bagus jika dilihat dari segi kualitasnya. Masih banyak yang perlu dibenahi dari pendidikan di Indonesia, baik dari segi fasilitas maupun dari sumber daya manusianya sendiri. Dunia pendidikan sendiri harus sama-sama dibangun oleh unsur-unsur pendidikan sendiri seperti guru, murid, maupun pemerintah. Semuanya harus bekerja sama dan berpartisipasi dalam rangka memajukan pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia juga belum merata, misalnya pendidikan di perkotaan dan pedesaan. Hal inilah yang seharusnya juga menjadi perhatian pemerintah dan juga didukung oleh pihak-pihak yang peduli dengan pendidikan di Indonesia. Sudah banyak juga program pendidikan yang dibuat oleh pemerintah, tapi tidak sejalan dengan aplikasinya. Seharusnya itu dijalankan bersama dan menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah tapi juga dari masyarakat pada umumnya; bukan hanya dari lembaga-lembaga formal, tapi juga lembaga-lembaga informal.” - Nadya Vristissya (mahasiswa) “Pendidikan di Indonesia menurut saya sangat rumit. Kasus UN yang terjadi baru-baru ini merupakan salah satu contoh bahwa pendidikan di Indonesia masih butuh perbaikan dan perhatian yang khusus. Pendidikan di Indonesia seringkali tidak menyatarakan kemampuan siswanya dengan beban pelajaran yang diterimanya, seperti contoh anak SD yang harus menguasai banyak sekali mata pelajaran yang diajarkan di sekolahnya. Pendidikan di Indonesia seharusnya bisa dibenahi dari langkah kecil terlebih dahulu, misalnya dengan mengurangi jumlah mata pelajaran di sekolah dan memfokuskan anak didik untuk mempelajari bidang / mata pelajaran yang disukainya.” - Risa Riskayanti (mahasiswa) Pendapat juga diutarakan oleh beberapa staf pengajar, seperti : “Pendidikan di Indonesia ini terlalu berbelit belit. Dari segi manapun jika dilihat,belum ada bagusnya. Lihat saja dari UN SMP dan SMA beberapa waktu lalu. Semuanya ujung-ujungnya duit. Saya sendiri tidak mau terlalu berharap dengan Pendidikan di Indonesia. Terlalu banyak sudah oknum-oknum yang tidak jelas, dari jajaran atas - jajaran bawah, tidak ada bedanya. Kita harus belajar dari negara di Asia yang maju, seperti Singapura. Mata Pelajaran yang dipelajari tidak terlalu banyak dan benar-benar berguna untuk pengembangan peserta didik. Untuk pendidikan di Indonesia, mungkin bisa ditindaklanjuti terlebih dahulu dengan perubahan dari atas. Jangan hanya mengumbar janji manis yang membuat perubahan bukannya semakin baik, malah semakin buruk.” – Rudy Ng (guru swasta) “Menurut saya, mata pelajaran sekarang sudah terlampau tinggi di bandingkan dengan dulu, sementara tingkat pemahaman tiap murid berbeda, apalagi murid yang mengecam pendidikan di daerah pelosok. Bagaimana mereka bisa memahami mata pelajaran sekarang yang notabene sudah tinggi tingkatannya? Yang akan terjadi nantinya adalah : murid yang pintar akan semakin pintar, dan yang bodoh akan ketinggalan. Menurut saya pendidikan di Indonesia masih banyak kekurangannya, terutama dalam tingkat pemahaman mata pelajaran yang belum sesuai dengan usia anak, dan terlalu banyak materi yang harus dihapal murid seolah murid bagaikan robot. Seharusnya, mata pelajaran yang diberikan bisa disesuaikan dengan tingkat pemahaman rata-rata setiap murid, bukannya memaksa murid untuk menguasai semua materi pelajaran.” – Reni Imelda Simanjuntak (guru swasta) “Sistem pendidikan di Indonesia saat ini tidak baik dan bagus. Kenapa? Karena pemerintah tidak siaap mengevaluasi setiap kurikulum yang ada. Kurikulum yang satu belum dilaksanakan dengan baik lahir lagi kurikulum yang baru, sehingga siswa bingung harus mengikuti kurikulum yang mana. Di samping itu jug sosialisasi yang sering sekali tidak disampaikan dengan baik. Banyak lagi faktor lain yang membuat sistem pendidikan di Indonesia amburadul, dan ini tentu perlu perhatian khusus dari pihak pemerintah didukung oleh pihak lainnya (informal).” – Ria Lesmana (dosen) “Menurut saya, kurikulum pendidikan di Indonesia sudah bagus, hanya di tataran pelaksanaan dan pemerataan fasilitas saja yang selalu menjadi kendala. Apalagi di tingkat kebijakan yang terlalu banyak kepentingan. Kita perlu memperbaiki pendidikan di Indonesia ini dengan langkah kecil, yang dimulai dari diri kita sendiri dan lingkungan sekitar. Pemerintah itu sudah system, jadi untuk mengubahnya perlu ada kekuasaan yang sangat besar. Jika kita punya sekolah, ya mulai saja dari sekolah kita sendiri. Jika kita hanya meributi pemerintah dan tidak berbuat apa-apa, menurut saya tidak ada gunanya. Karena urusan pendidikan itu urusan satu generasi. Bila setiap orang bergerak dari dirinya, keluarganya, dan lingkungannya, dan bisa mengubah itu, maka akan muncul satu generasi yang hebat. Kita perlu menjadi pemutus ata rantai kesalahan pendidikan di generasi sebelumnya. Perlu diingat bahwa perubahan itu bisa dilakukan oleh orang-orang yang punya karakter kuat, walau dengan jumlah yang sedikit.” – Laila Sari (Sekolah Alam Medan Raya) Menurut saya sendiri, pendidikan di Indonesia memang masih kacau balau. Masih banyak peserta didik apalagi di daerah pelosok yang tidak mendapatkan perhatian dari segi pendidikan. Itulah sebabnya mengapa banyak sekali anak yang tidak berkesempatan untuk bersekolah. Belum lagi sekolah-sekolah yang “memaksa” muridnya untuk menguasai semua mata pelajaran, sedangkan guru saja tidak bisa menguasai semua mata pelajaran. Hal ini tampaknya sangat ironis. Peserta didik seharusnya dibiarkan untuk mempelajari pelajaran yang dia suka, bukan juga dipaksa mempelajari pelajaran yang tidak dia suka. Semua pihak, baik dari pemerintah, swasta, lembaga-lembaga informal, dan terutama orang tua mempunyai peran yang sama besarnya dalam melahirkan generasi baru yang cerdas, bukan hanya dari pendidikan formal saja , tapi juga dari pendidikan informal. Jika berkenan, mohon juga baca tulisan terdahulu saya tentang Pentingkah Sekolah. Silahkan bagikan tulisan ini kepada teman-teman Anda yang membutuhkan dan semoga bermanfaat! :) ------------------------------------------------------- Silahkan tinggalkan komentar Anda di bawah, atau Anda bisa menghubungi saya lewat e-mail : FW@fennywongso.com dan silahkan berbincang-bincang dengan saya melalui Twitter atau Facebook. Your beloved friend, Fenny Wongso

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun