Mohon tunggu...
Fenny Trisnawati
Fenny Trisnawati Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Manusia cuma bisa usaha, Tuhan yang tentukan.

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Bekas, Belum Tentu Murah

30 November 2020   22:22 Diperbarui: 30 November 2020   22:25 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahulu, pakaian bekas sempat menarik perhatian masyarakat cukup banyak. Bahkan di tempat saya ada pasar pakaian bekas yang dikenal dengan istilah PJ atau Pasar Jongkok. Disebut demikian karena pembeli harus berjongkok untuk memilih pakaian yang diinginkan, karena penjual menggelar dagangannya di atas terpal di tanah. Di pasar ini bisa dijumpai bermacam pakaian bekas, gorden bekas, seprai bekas, bahkan pakaian dalam bekas. 

Dari omongan penjual saya jadi tahu bahwa pakaian bekas ini katanya dibawa dengan kapal, dan datangnya tidak tentu, kadang kalau lagi banyak, maka di pasar bisa banyak pilihan, tapi kalau lagi sepi, barang yang dijual ya masih itu-itu saja. Bahkan, kalau ada barang baru yang masuk, berita ini akan disebarkan dari mulut ke mulut, maka para pemburu pakaian bekas akan datang meramaikan pasar, biar tidak kehabisan katanya. Yang cukup mengejutkan bagi saya, katanya ini adalah barang selundupan dari Malaysia, Singapura dan negara tetangga lainnya. Agak seram juga mengetahui kalau ternyata benar, berarti berapa banyak negara telah dirugikan dengan adanya barang gelap ini? Terus, kalau seandainya memang ini barang selundupan, mengapa tidak ditindak oleh yang berwenang, bahkan bisa keluar dari pelabuhan segala. Ah....entahlah terlalu berat untuk dipikirkan.

Pakaian bekas, awalnya, menurut saya adalah alternatif bagi saya yang selalu berusaha hidup minimalis, bukan berarti saya ikut tren dan memilih untuk minimalis, tetapi memang tidak ada pilihan selain menjadi minimalis supaya tetap survive dalam kehidupan. Ketika kemudian gaya hidup ini menjadi tren, saya malah bersyukur. Harapan ketika mendatangi pasar pakaian bekas adalah memperoleh harga yang murah dengan kualitas barang yang lumayan. Maka saya berbondong-bondong bersama teman menuju pasar, misi saya adalah menemukan barang yang unik dengan harga yang murah. Sampai di sana, saya melihat banyak pedagang yang menawarkan barangnya, saya hampiri seorang ibu penjual seprai, saya tanya harganya, saya agak kaget, ternyata harganya tidak jauh beda dengan seprai baru. Ketika saya bilang, kenapa harganya mahal, jawaban ibu penjual, karena barangnya lagi langka dan seprai ini bagus bahannya, makanya harganya seperti itu. Saya hanya mengangguk-angguk. Saya hampiri penjual yang lain, ternyata kejadiannya sama, bahkan alasannya pun sama dengan ibu penjual yang tadi. Saya berpikir, apakah ini sudah kesepakatan penjual di sini. Akhirnya saya pulang juga dengan seprai pilihan saya, rasanya kok sia sia sudah datang ke sini, trus tidak beli.

Lain lagi pengalaman teman saya, dia memang tukan belanja, dan hobi beli pakaian di PJ. Alasannya biar irit. Tapi kok saya lihat dia jadi gelap mata kalau sudah di PJ. Jadi beli barang yang tidak dibutuhkan. Hehehe....maklum perempuan, akhirnya bukannya irit, malah jadi boros.

Saya kadang suka tanya ke teman atau saudara yang belanja di PJ. Apa sih enaknya belanja di sana. Jawabannya beragam, mulai dari keinginan untuk menghemat, mencari barang yang unik, hingga ingin merasakan bagaimana rasanya memakai pakaian dari luar negeri.... hehehe.....

Keadaan PJ sekarang sudah jauh berbeda dengan PJ yang dulu. PJ yang dulunya ramai, mulai ditinggalkan pembeli. Penjualnya pun tidak begitu ramai. Saya rasa, karena pasar sudah dibanjiri dengan pakaian baru yang harganya cukup terjangkau, hal ini menjadikan PJ bukan lagi alternatif untuk memperoleh pakai bagus dengan harga murah. Apalagi dari pengalaman saya, harga di PJ juga tidak bisa dibilang murah untuk pakaian bekas. Kemudian sempat berkembang rumor di masyarakat, bahwa pakaian bekas ini membawa penyakit dari luar negeri. Rumor ini sempat menghantam penjualan pakaian bekas di daerah saya. Penjual berusaha menenangkan pembeli dengan mengatakan bahwa semua pakaian bekas ini sudah disterilkan, jadi aman. Tapi sepertinya pembeli tetap was-was dengan rumor tersebut.

Pakaian bekas atau pakaian baru, itu adalah pilihan, karena toh, yang bekas tidak murah-murah amat, tinggal menyesuaikan dengan selera dan kantong pembeli. Saya jadi ingat dengan pesan spanduk di pasar Beringharjo Yogyakarta, yang mengajak untuk belanja seperlunya, tidak berlebihan. Cukup unik, karena spanduk ini diletakkan di pasar, yang penjualnya pasti ingin semua pembeli boros dengan uangnya dan membeli barang dagangan mereka.

Jadi, jika anda hobi belanja pakaian, seprai, atau apa saja, maka jangan ragu untuk memberikan pakaian bekas layak pakai anda kepada orang yang mau menampungnya. Ekonomi negara tetap bergerak dengan adanya kegiatan konsumsi yang anda lakukan, sedangkan pemberian anda dapat menolong orang lain yang kekurangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun