Mohon tunggu...
Fenny Trisnawati
Fenny Trisnawati Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Manusia cuma bisa usaha, Tuhan yang tentukan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sistem Zonasi, Pemerataan dan Kualitas dalam Pendidikan

26 Juni 2020   19:18 Diperbarui: 26 Juni 2020   19:17 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun ajaran baru akan segera dimulai pada 13 Juli 2020 mendatang dalam suasana wabah covid 19. Pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan akan menerapkan sejumlah protokol kesehatan untuk menyongsong tahun ajaran baru yang nantinya akan diterapkan oleh sekolah.

Yang menarik untuk dicermati adalah penerimaan murid baru tiap tahunnya di sekolah. Biasanya sekolah sudah mulai membuka pendaftaran untuk murid baru sekitar bulan Februari, bahkan lebih cepat lagi untuk sekolah swasta.

Orang tua adalah pihak yang paling antusias dalam proses penerimaan murid baru ini, bahkan sekilas antusiasmenya melebihi anak yang akan masuk sekolah tersebut. Hal ini tidak mengherankan, karena yang paling tahu dan punya pengalaman mengenai sekolah ya orang tua, mereka sudah merasakan bagaimana "pahit manisnya" sekolah.

Setiap orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya, kalau perlu BEST OF THE BEST. Defenisi sekolah terbaik ini ditentukan orang tua melalui "rumor" dari mulut ke mulut bahwa sekolah A bagus karena anak-anak yang pintar masuk sekolah itu; atau, karena nilai UN nya mayoritas tinggi; atau lulusan dari sekolah itu pasti diterima di PTN negeri dan banyak lagi penyebab sehingga suatu sekolah mendapat predikat "bagus" atau favorit versi orang tua.

Stigma sekolah favorit yang diberikan oleh masyarakat terhadap suatu lembaga pendidikan merupakan cermin dari tidak meratanya pendidikan di Indonesia. Pendidikan masih terkotak-kotak dengan akses yang tidak merata di tiap wilayah.

Permasalahan PPDB tiap tahunnya pada tiap tingkat sekolah seolah tidak kunjung selesai dan selalu sama. Sejumlah orang tua ingin anaknya masuk sekolah favorit, namun terkendala karena masalah wilayah tempat tinggal, mereka kecewa karena anak yang mereka nilai 'tidak pantas' mengenyam pendidikan di sekolah favorit tersebut malah diterima, padahal nilai kelulusannya rendah, hanya karena tempat tinggalnya berada di zona sekolah favorit, maka peserta didik ini diterima.

Atau malah sebaliknya, sejumlah orang tua yang wilayah tempat tinggalnya berada pada zonasi sekolah favorit menjerit, pasalnya anak mereka tidak diterima karena terjadi permainan dalam hal legalisasi tempat tinggal (2)

Sungguh miris melihat carut marut dunia pendidikan yang tidak kunjung selesai. Masalah ini terjadi hampir di semua wilayah di Indonesia. Selayaknya hal ini menjadi perhatian kita bersama, baik pemerintah dan masyarakat.

Dalam penerapan suatu sistem atau peraturan baru, pasti ada pro dan kontra. Walapun telah dilakukan uji kelayakan dan pertimbangan yang matang, tetap tak luput dari kekurangan. Sistem zonasi sebenarnya bertujuan untuk memberikan akses dan keadilan terhadap pendidikan bagi semua kalangan masyarakat (3)

Melihat keberhasilan Finlandia yang sudah lebih dulu menetapkan tujuan equity (kesetaraan) dan quality (kualitas) dalam pendidikan, kita bisa mengambil sedikit hikmah. Bahwa pencapaian seperti sekarang ini yang telah diperoleh Finlandia adalah usaha jangka panjang dan estafet serta waktu yang tidak sebentar. Dimulai dari reformasi pendidikan pertama yang mereka lakukan pada tahun 1968 melalui Comprehensive School System Act, hingga hasilnya bisa terlihat pada tahun 2000 ketika Finlandia berada di posisi puncak dalam pemeringkatan PISA (Laukkanen, 2008). Berawal dari negara agraris yang miskin, berkembang menjadi negara maju dalam hal pendidikan, terlepas dari segala kekurangannya. Maksudnya bukan harus menerapkan secara mutlak apa yang telah dilakukan Finlandia di Indonesia agar negara kita sama berhasilnya dengan mereka. Tentu ada pertimbangan sebelum mengadaptasi suatu kebijakan dari negara lain.

Sistem zonasi yang diambil pemerintah harusnya tidak dilihat sebagai sandungan bagi masa depan anak. Hilangkan stigma masa depan anak akan suram jika tidak masuk sekolah favorit; atau, potensi anak akan tersia-siakan jika  masuk sekolah 'buangan'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun