Mohon tunggu...
Fenny Ferawati
Fenny Ferawati Mohon Tunggu... wiraswasta -

Istri A. Adhisurya dan Ibu satu putra, Muhammad Pahlawan Alhaq. Menyukai dunia penulisan dan bisnis. Aktif menulis di www.missfenny.net. FB: fenny.ferawati | Twitter & Pinterest: @fennyferawati | Instagram: fenny_ferawati

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sajian Snorkeling Air Tawar ala Umbul Ponggok

5 April 2015   16:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:30 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lima anak perempuan, jika belum bisa disebut gadis, berseragam putih biru tampak asyik bercerita. Tak peduli entah berapa kali bunyi klakson kendaraan menyeruak diantara suara mereka yang bersahut-sahutan. Jalanan seolah menjadi milik mereka berlima. Hingga tibalah mereka di pertigaan. Salah seorang diantaranya menunjuk sebuah pintu masuk.

“Mau masuk?”, tanya anak perempuan berambut gelombang cinta sembari mengedipkan mata.

“Tapi uang ku hanya cukup untuk membayar angkot pulang”,  sahut anak perempuan yang paling mungil dengan cepat. Tiket masuk tempat yang ditunjuk temannya itu sama saja 4 kali lipat ongkos angkutan umum sebesar Rp 250,- tiap pulang pergi sekolah.

“Tenang, masuknya gratis. Itu yang jaga kakak sepupuku”, jawab anak perempuan tadi  sembari merangkul pundah tubuh mungil temannya. “Mau?”.

“Mauuuu ... “, koor terdengar dari mulut keempat anak perempuan lainnya. Sembari tertawa, si anak perempuan berambut gelombang menggerakkan kepala ke samping sebagai ajakan untuk menuju pintu masuk di tuju.

Setelah sukses masuk tanpa biaya, kelima anak perempuan itu segera melepaskan tas dan sepatu. Secara bersamaan, mereka menceburkan diri ke umbul* yang jernih. Tak peduli seragam putih biru yang dikenakan basah melekat di tubuh yang belum ranum itu. Suara bersahutan dan tawa khas remaja terdengar memecah suasana yang sepi  bercampur bunyi kecipak air. Kali ini, umbul menjadi milik mereka. Hilir mudik kesana kemari menelusuri setiap sudut. Berengkerama akrab dengan ikan air tawar warna warni beragam bentuk dan ukuran.

“Hoiiiii... sudah jam 5. Umbul mau ditutup”, teriakan pria lantang membuat mereka terperangah. Mereka bergegas naik. Sembari menentang tas dan sepatu dengan kondisi tubuh basah kuyup, mereka berlima saling berpandangan. “Bagaimana cara kita pulang”, desis si anak perempuan mungil bergetar. Keasyikan bermain air membuat mereka lupa waktu. Seharusnya mereka menyudahi berenang pukul 16.30. Waktu dimana angkutan umum rute terakhir lewat. Kini jalanan sepi dan mereka masih berdiri di pinggir jalan sembari menggigil.

Selang beberapa menit, anak perempuan yang berkulit legam melambai-lambaikan tangan sambil menengah ke jalanan. Terdengar suara rem mencicit. Sebuah truk bak terbuka berhenti di depan mereka. Tanpa pinggir panjang, mereka segera naik ke dalam bak.

“Pak, ikut sampai Karanganom ya?,” teriak anak perempuan yang nekat mencegat tadi. Beruntung, si sopir mengacungkan jempol. Suara bersahutan dan tawa khas remaja kembali terdengar beriringan dengan suara mesin truk. Papan tua bertuliskan “Umbul Ponggok, Desa Ponggok” pun tertinggal di belakang.

Karanganom, 24 Maret 2015

Tanganku menyodorkan selembar uang lima ribuan yang segera berganti menjadi selembar tiket dari mesin otomatis yang ada di depan dua gadis berseragam. Dengan mengantongi tiket masuk, tubuh mungilku kembali memasuki pintu masuk yang pernah ku lewati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun