Dari sisi si anak, bagaimana ia yang notabene adalah generasi alpha (jaman now) agar bisa sabar menghadapi Babeh-nya. Yups, generasi alpha terbilang generasi yang amat akrab dengan yang namanya teknologi, sampai dalam suatu perjalanan, Sobari berkata kepada Babehnya: "Tanya google Maps aja Beh,"
Lalu dari sisi ayah (orangtua) bagaimana rasa sabarnya ia menghadapi tekanan diri sendiri antara rasa "egois" sebagai orangtua yang serba tahu dengan ketidakpercayaannya kepada si anak. Padahal dalam mempelajari apapun tak ada batasan usia. Yang muda bisa belajar kepada yang lebih tua. Begitupun yang tua dapat juga meraih pengetahuan dari si muda.
Mungkin untuk yang sudah menonton film berdurasi 15 menit 20 detik ini, membuat bertanya-tanya, mengapa Babeh dan Sobari digambarkan tidak sampai ke Istiqlal? Ternyata, jawaban Razny, karena tujuan film ini sebenarnya bukan tentang Istiqlal-nya tetapi tentang keterbukaan antara dua generasi melalui perjalanan singkat. Serta terselip pula sisi toleransi pada saat pembagian takjil dari Gerakan Pemuda GPIB Paulus Menteng kepada pengguna jalan yang memasuki waktu berbuka puasa, termasuk Babeh dan Sobari.
Bagi saya, film yang meraih penghargaan kategori Best Story di Panasonic Young Filmmaker 2019 ini, tidak masalah bila penceritaan Babeh dan Sobari yang menggunakan motor, tidak sampai ke Istiqlal. Pasalnya saya pernah menonton film Stampede (Rodeo) yang berdurasi 1 jam 20 menit dengan ide cerita yang kurang lebih sama, yaitu tentang perjalanan Pak Serge Jr (ayah) dengan Lily (anak perempuannya) dari Perancis menuju Kanada, guna mengikuti kegiatan balapan Badland's World's Best Truck Rodeo menggunakan truk K-Whopper, pada endingnya tidak ada penggambaran tokoh pada film yang rilis tahun 2022 ini sampai ke lokasi tujuan. Jadi, bila ditarik benang merah kedua film tersebut, momen dalam perjalanan itulah yang menjadi inti kisah bermaknanya. Dalam perjalanan sang ayah dan putera/puterinya akan menjadi dekat, karena mereka bisa mengobrol hal apa saja tentang jalan-jalan yang mereka lalui, dan sebagainya.
Harapan saya, semoga banyak lagi yang mengangkat kisah perjalanan anak dan orangtua ke suatu tempat. Hubungan antara ayah dan anak yang disajikan dalam sebuah film, bisa memberikan efek magic luar biasa bagi yang menyaksikannya. Kerekatan ini menjadi related dalam kehidupan, di mana memungkinkan dalam keseharian antara ayah dan anak kurang atau bahkan jarang berkomunikasi, karena kesibukan mereka masing-masing. Apalagi, umumnya dalam sebuah perjalanan akan menimbulkan perdebatan yang justru di saat itulah karakter seseorang akan tampak, apakah ia penyabar dan bisa dipercaya, atau malah sebaliknya?
Selain itu, sebuah film bisa saja ceritanya happy ending, karena sampai ke lokasi tujuan. Namun bukan berarti jadinya sad ending atau tidak berkesan karena tidak disorotnya si tokoh sampai ke tujuan. Kita sebagai penontonlah yang endingnya setelah menonton sebisa mungkin dapat mengambil hikmahnya, sehingga menjadi amal jariyah bagi para sineas yang telah menyajikan karyanya tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H