Fenni bungsu, No. 25
***
Pagi hari yang diiringi kesejukan, sangat dirasakan Ulbul. Tubuhnya yang lentur itu, berjalan merayap di dahan pepohonan hijau. Sudah menjadi kebiasaannya untuk memulai hari dengan sarapan. Ia mencari dedaunan yang mampu menopang tubuh mungilnya. Setelah dirasa nyaman, ia menikmati santap pagi dengan tenang hingga membawanya ke pinggiran daun.
Tak berapa lama kemudian, datanglah Mukmuk. Ia terbang dengan wajah gundah. Belum mendapat asupan semenjak semalam. Perutnya melilit tak menentu. Ia terkesiap melihat sosok yang lebih besar dari tubuhnya yang memiliki banyak bulu. Namun ada satu hal yang menjadi perhatiannya. Mukmuk terbang mendekati Ulbul.
"Huh, hanya itu saja kerjamu setiap hari! Lihatlah sekitar kita ini, kotor, banyak sekali sampah berserakan. " Ujar Mukmuk seraya mengepakkan sayapnya di hadapan Ulbul.
Sosok merayap itu menghentikan sarapannya. Ia menoleh ke bawah kemudian ke samping mencari tahu apa yang dimaksud. "Sepertinya memang belum dibersihkan."
"Katanya semua pepohonan itu sengaja ditanami untuk keindahan, tapi kenapa daun-daun yang berguguran itu tidak mereka rapikan? Katanya lagi, kalau tidak bersih-bersih nanti akan jadi sarang penyakit karena teman-temanku." Mukmuk hinggap di dahan dekat Ulbul.
Ulbul berpikir sejenak. "Sepertinya keturunan adam itu tidak berani membersihkannya karena ada aku di sini?"
"Apa maksudmu?"
"Mereka menjauh karena bulu yang ada ditubuhku ini," tunjuk Ulbul. "Padahal ini adalah senjataku untuk menjaga diri dari predator. Kalau manusia datang sebagai predator, tentunya aku akan memberikan kejutan. Tapi bila mereka datang baik-baik untuk apa aku melakukan hal yang buruk."
"Ah, mencari alasan saja. Nanti kesimpulannya menganggap kita adalah hama. Padahal memang manusianya yang malas bersih-bersih."
Ulbul terdiam memikirkan kalimat temannya itu.