Mohon tunggu...
Safendrri Ragamustari
Safendrri Ragamustari Mohon Tunggu... -

A slave in search of true happiness...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengubah Perilaku Konsumsi melalui Kantong Plastik Berbayar

11 Maret 2016   19:56 Diperbarui: 19 Maret 2016   14:14 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peraturan Kantung Plastik Berbayar

Keputusan pemerintah untuk memberlakukan sistem kantung plastik berbayar disambut dengan reaksi pro dan kontra. Tujuan utama keputusan ini adalah untuk mengurangi volume penggunaan plastik dan membiasakan masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Ternyata, dari obrolan singkat saya dengan kasir di Giant Bogor, keputusan ini mengurangi penggunaan kantung plastik dengan cukup signifikan. Jumlah kantung plastik yang biasa habis terpakai dalam sehari, sekarang bisa bertahan selama lima hari.

Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kekurangan dalam implementasi kebijakan ini, terutama di dalam hal transparansi, seperti ke mana 200 rupiah yang dibayarkan untuk setiap pembelian kantung plastik. Namun, jangan sampai kita melampiaskan ketidaksetujuan dan kekesalan kita kepada kasir yang hanya menjalankan tugasnya dengan berargumen dan mendebat agar mereka memberikan kantung plastik secara gratis. Untuk saat ini, pilihannya adalah: membawa tas / plastik sendiri, membayar 200 rupiah per satu lembar kantung plastik, atau bersedia repot menggunakan tangan kosong.

Penggunaan plastik di dalam kehidupan sehari-hari telah menjadi sebuah kebiasaan buruk. Oleh karena itu, semua usaha untuk merubah kebiasaan ini sudah sepatutnya kita dukung. Ada banyak dampak negatif penggunaan plastik, dan sudah banyak negara yang mengimplementasikan pembatasan penggunaannya.

Contohnya Mauritania, yang baru-baru ini melarang penggunaan kantung plastik sepenuhnya dan memberlakukan denda atau hukuman penjara kepada penggunanya. Kesadaran yang sama sudah ada sejak dulu di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (yang menggunakan grocery bag) atau Jepang (yang di beberapa propinsi juga menggunakan konsep plastik berbayar). Bahkan, negara-negara tetangga sudah banyak yang mendahului kita dengan memberlakukan aturan-aturan untuk mengurangi penggunaan kantung plastik. Sayang, perilaku-perilaku seperti ini justru sering luput dari mata kita.

Dampak Negatif Penggunaan Plastik

Plastik berasal dari minyak bumi, yang merupakan sumber daya alam terbatas dan "kotor". Terbatas, karena telah dilaporkan bahwa cadangan minyak dunia hanya akan bertahan hingga 50 tahun ke depan. Kotor, karena ekstraksi, distribusi, dan penggunaan minyak bumi dalam bentuk apapun mengakibatkan polusi. Oleh karena itu, setiap usaha untuk mengurangi ketergantungan kepada minyak bumi sudah sepatutnya kita dukung dan tegakkan.

Menurut data dari earth-policy.org, setiap tahunnya umat manusia menggunakan satu triliun lebih kantung plastik. Setiap menit, 2 juta kantung plastik dikonsumsi. Kantung plastik biasanya hanya digunakan sesaat saja, namun butuh waktu beratus-ratus tahun hingga ia terurai. Itupun tidak secara keseluruhan. Ia menjadi serpihan-serpihan kecil yang mencemari lingkungan. Plastik dapat didaur ulang, namun kualitasnya akan terus menurun. Pada akhirnya, plastik yang dikonsumsi akan bersemayam di tempat-tempat pembuangan sampah, di laut, atau tempat-tempat lain.

Di Lautan Pasifik ada sebuah daerah di mana serpihan sampah yang mayoritas berupa plastik, terkumpul oleh arus air laut. Serpihan sampah ini tidak dapat terurai 100%, sehingga hanya hancur menjadi serpihan-serpihan kecil yang mengotori laut. Banyak hewan laut yang terjerat atau memakannya, tidak jarang mengakibatkan kematian.

Selain dari itu, pertumbuhan fitoplankton juga terganggu. Padahal, fitoplankton merupakan makanan pokok bagi biota laut. Hal ini mengakibatkan terganggunya seluruh rantai makanan dan ekosistem di laut. Dengan laporan para peneliti biologi kelautan mengenai hilangnya 80-90% jumlah ikan di laut, tindakan-tindakan yang merusak ekosistem laut harus kita hindari.

Plastik murni yang berasal dari minyak bumi dinyatakan tidak berbahaya bagi kesehatan. Namun, plastik yang beredar di pasaran merupakan bahan plastik yang telah diberi penambahan-penambahan senyawa kimia lain seperti phthalate atau bisphenol-A (BPA). Senyawa phthalate dinyatakan memiliki efek karsinogenik (menyebabkan kanker) dan dapat terdifusi keluar dari polimer plastik mencemari lingkungan.

Saat ini, Badan Uni Eropa telah melarang penggunaan phthalate di dalam plastik untuk mainan anak-anak. BPA, yang juga telah dilarang penggunaannya di Uni Eropa, merupakan polimer tambahan di dalam pembuatan plastik. Ia merupakan bahan kimia yang memiliki struktur yang mirip dengan estrogen, hormon yang dominan pada perempuan.

Konsumsi BPA dapat mengaktifasi metabolisme estrogen di dalam tubuh. Hal ini dapat mengakibatkan disrupsi hormon pada tubuh makhluk hidup. Di dalam buku “Boys a drift” karya dr. Leonard Sax, dituliskan efek BPA pada populasi ikan di Sungai Potomac, Washington DC. Populasi ikan yang diteliti di tujuh daerah yang berbeda mengalami anomali di dalam perkembangan organ-organ seksualnya. Delapan puluh persen ikan jantan yang diteliti menghasilkan telur, bukan sperma. Dapat kita bayangkan efek yang ditimbulkan pada tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya.

Merubah Perilaku Konsumsi Masyarakat

Sudah terlalu lama kita tidak peduli akan “ecological footprint” yang ditorehkan di muka bumi. Membuang sampah sembarangan menjadi norma yang wajar. Penggunaan mobil-mobil dengan volume mesin besar dan boros energi menjadi bukti sukses dan sorotan prestise. Konsumsi apa saja tanpa memikirkan efek jangka panjang menjadi pola pikir yang “mainstream”.

Sebuah penelitian yang dimuat di American Journal of Preventive Medicine pada tahun 1998 menyatakan bahwa perilaku masyarakat dapat diubah melalui peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah. Selain dari itu, penelitian lain melaporkan bahwa pemberian motivasi kepada masyarakat untuk “lebih peduli” dan berkontribusi langsung kepada perbaikan akan berimbas positif kepada mentalitas masyarakat tersebut, khususnya dalam hal tindakan-tindakan yang sejenis. Dalam hal ini, segala sesuatu yang berkaitan dengan gaya hidup yang ramah lingkungan.

Dengan pemberlakuan aturan baru di dalam penggunaan kantung plastik ini, mau tidak mau masyarakat selalu diingatkan dan dididik untuk berpikir ulang mengenai pola konsumsi yang telah selama ini biasa dijalani. Tema “go green” dan gaya hidup yang ramah lingkungan diharapkan tidak hanya sekedar menjadi jargon saja, namun mampu diimplementasikan dan menjadi kebiasaan baru. Dan terbukti, belum genap satu bulan peraturan ini diberlakukan, banyak yang telah melaporkan pengurangan konsumsi kantung plastik secara signifikan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun