"Ide ini berlandaskan dari keresahan kami selaku mahasiswa Fakultas Pertanian melihat adanya masalah terkait food estate. Proyek ini hanyalah semata proyek ambisius dan tidak melibatkan akademisi secara penuh dari awal ke akhir" ujar Saddham selaku ketua tim.
Riset dilakukan dengan melihat permasalahan yang terjadi pada lahan gambut kemudian mencari solusi terbarukan terkait hal tersebut. Pada akhirnya, dicetuskan sebuah sistem irigasi mutakhir, yaitu CONSURFATION. Sistem Irigasi ini mengadopsi irigasi lokal, yaitu Surjan yang berasal dari Yogyakarta untuk diterapkan pada lahan gambut. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, sistem ini dapat memberikan efektivitas dalam upaya konservasi lahan gambut serta menghindari lahan dari sistem pertanian monokultur yang menyebabkan diversifikasi pangan tidak terlaksana.
"Rancangan konstruksi inovasi ini sederhana tapi dapat berfungsi dengan maksimal. Selain itu, adanya inovasi dengan teknologi mutakhir dapat meningkatkan penggunaan teknologi pada sistem pertanian di Indonesia" tambah Ivan selaku anggota tim.
Selain itu, inovasi ini memanfaatkan limbah batubara, yaitu FABA (fly ash bottom ash) sebagai amelioran bagi tanah gambut. Amelioran berfungsi sebagai perbaikan sifat fisik dan kimia tanah, yang biasanya berasal dari kapur atau dolomit. FABA dinilai ampuh untuk menggantikan peran kapur karena banyaknya PLTU Batubara di Kalimantan. Tim Juga melakukan survei untuk melihat FABA, yaitu di PLTU Labuhan, Banten.
Langkah selanjutnya inovasi ini akan didaftarkan HAKI serta disebarluaskan ke media sosial untuk meningkatkan kepekaan publik terkait solusi atas permasalahan tersebut. Harapannya dengan adanya inovasi ini, pemerintah dapat memberikan perhatian lebih pada sektor pertanian di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H