Mohon tunggu...
Fendi Kurniawan
Fendi Kurniawan Mohon Tunggu... -

mencoba mengabarkan apa yang bisa dikabarkan. Mudah - mudahan ada manfaat untuk kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Aluna dan Sawah

25 November 2011   09:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:13 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aluna adalah anak pertama saya yang bernama lengkap Aluna Mumtaz Sahasika. Dia lahir di Jakarta, 28 April 2009.  Semakin hari tingkahnya semakin lucu saja. Ada saja tingkahnya yang membuat saya dan istri tertawa terpingkal - pingkal.

Suatu hari, ketika menyaksikan acara anak di sebuah televisi swasta yang menayangkan kehidupan anak kecil di pedesaan. Tiba - tiba Luna bertanya, "Abi, itu apa ?" menunjuk ke televisi yang menayangkan indahnya hamparan sawah. "Oh itu sawah nak." jawab saya. "Sawah itu apa?" tanyanya balik. "Sawah itu tempat para petani menanam padi lalu padi dipanen menjadi beras dan beras dimasak oleh bunda menjadi nasi yang biasa kita makan."

"Oh .. Abi,  mau  maen  sawah." pintanya.

"Wah .. main ke sawah ???" kataku.

"Iya ..!!" jawabnya manja.

Aku berpikir memutar otak, dimana hamparan sawah di sekitar rumah kami di Kawasan Timur Bekasi ?. Kalaupun ada tentu hawa udaranya sangatlah panas tidak seperti sawah - sawah di pedesaan. Akhirnya  saya berjanji kepadanya suatu hari saya akan ajak dia main ke sawah. Aku teringat kampung halaman istri di Batusangkar, Sumatera Barat. Dimana hamparan sawah masih bisa ditemui plus udaranya yang sejuk, maklum di kaki Gunung Marapi.

Alhamdulillah, janji itu tertunaikan juga. Pertengah November 2011 kemarin, saya dan istri ambil cuti 1 minggu untuk pulang ke kampung halamannya. Melihat begitu banyak hamparan sawah, Luna bukan main senangnya ... "Abi lihat sawah .. sawah !!!" pekiknya.

Saya dan istri hanya tertawa melihat kegembiraannya. Hampir setiap pagi, dia meminta untuk pergi ke sawah. Mau tidak mau karena sudah berjanji, saya temani dia main di sawah. Luna begitu senang melihat hamparan sawah yang menguning. Pemandangan yang tidak pernah dia lihat di Bekasi.

Menjelang pulang ke Bekasi, Ayah mertua mengajak kami makan siang di tengah - tengah sawah. Wah sangat nikmat siang itu. Hidangan masakan padang yang nikmat dipadu gemericik air, canda tawa para petani dan hembusan angin yang sejuk membuat saya ingin lebih lama di sini. Di tengah lamunan itu, tiba - tiba Luna berkata, "Abi .. minta seribu !". Saya balik bertanya, "Untuk apa uang seribu, nak ?". Luna dengan polosnya menjawab, "SAWAH !!!" . Gubrak !!! Kontan semua yang ada disana tertawa terbahak - bahak. Hehehehehe....

Luna selama ini mengenal uang dengan kata "seribu", berapa pun nominalnya. Dia biasa mengucapkan kata seribu untuk minta dibelikan sebuah jepitan di penjual keliling, Mungkin Luna berpikir, kata "seribu" bisa membeli apa saja. Hihihiihih .. Luna .. Luna, kalau harga sawah seribu mah, Abi bisa beli berhektar - hektar. Tapi bagi saya pribadi bangga dan bahagia melihat Luna mencintai atau menyukai sawah di bandingkan mall atau pusat perbelanjaan. Bravo Nak !!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun