Aku pun mengajak dia menerobos keramaian itu melalui seberang jalan yang lebih longgar. Semakin mendekati bunderan HI semakin penuh dan susah untuk jalan karena terhalang orang yang sudah pada duduk. Ada yang cerita, mereka sudah duduk emperan dari bada Isak.
"Lewat sini" kataku sambil menerobos jalan lautan manusia itu.
"Udah sini aja" katanya saat aku tidak bisa bergeser ke depan lagi.
Posisiku mentok karena adanya adanya pembatas jalan yang depannya lautan manusia yang lesehan ditengah jalan.
"Geser dikit lagi, fotonya ga estetik kena tiang tu." kataku sambil menunjuk ke tiang rambu-rambu dekat bunderan HI.
"Harusnya tadi lewat utara, jadinya dipantatin tu patung" kataku sambil menunjuk ke Tugu Selamat Datang.
"Naik halte busway aja tu.. bagus pemandangannya. Sayangnya dah ditutup" katanya seraya melihat ke arah halte Transjakarta yang berbentuk perahu.
Ucapannya membuatku tersadar kalau ternyata dari tadi, tidak ada satu pun busway yang lewat di bunderan yang menjadi salah satu ikonnya Indonesia.
....
Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 22.50.
Semakin malam, Bunderan HI semakin ramai. Atraksi demi atraksi semakin memanaskan malam itu.