Belum lagi, kondisi oversupply  pekerja  juga tampak dipasok dari lulusan perguruan tinggi juga yang terus bertambah. Katakanlah bila salah satu universitas besar melepas wisudawan sejumlah 5000 orang dalam setahun, maka bila jumlah keseluruhan senasional tentu jumlahnya sangat besar.
Fenomena menarik lainnya juga datang dari kualitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang masih jauh dari kata memuaskan. Rilis terkini Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan) mencatat sebanyak 64 persen pekerja dinyatakan berkemampuan rendah, yakni tergolong berkemampuan administratif atau sekelas juru ketik. Padahal kita bisa berkaca pada etos kerja ASN Korea Selatan lewat keberhasilan sistem tersentral, yakni MOPAS (Ministry of Public Administration and Security) yang menjamin mutu ASN setempat dan ASN dipandang sebagai pekerjaan idaman.
Sektor manufaktur yang dikenal banyak menyerap tenaga kerja juga kondisinya masih jauh tertinggal. Hasil Industrial Development Report 2016 yang dirilis lembaga United Industrial Development Organization (UNIDO) mengakui meski perkembanganpembangunaninfrastruktur terus meningkat, tetapi bila dilihat lebi rinci peningkatannya tak terlalu signifikandan nilai tambah manufakturnya dinyatakan masih kecil ketimbang negara lain, semisal dalam level ASEAN.Â
Intracen tahun 2014 juga waktu itu mencatat bahwa sektor manufaktur Indonesia hanya 8,6 persen, jasa 11,8 persen, dan komoditas sekitar 80 persen yang tren harganya tengah menurun (down price). Sedangkan ditataran rata-rata negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina sektor manufakturnya telah lebih dari 50 persen.
Pembenahan Standar Kompetensi Tenaga Kerja
Slogan kerja kerja kerja tampaknya bertolak-belakang dengan minimnya jumlah lapangan kerja di negeri sendiri. Jumlah pengangguran pun tak main-main, yakni masih jutaan orang. Namun, yang jadi persoalan serius itu pemerintah justru memberikan akses masuk ke tenaga kerja asing, terlepas dari negara manapun asalnya.Â
Padahal setidaknya investasi yang masuk diberikan peluang ke tenaga kerja lokal sembari juga dilakukan proses transfer teknologi, bukan pekerja teknis belaka atau perijinannya pekerja non teknis tapi nyatanya bekerja teknis, seperti kasus petani asing yang membawa cabe berbakteri di Bogor, sejumlah sopir truk asing di Papua, dan rentetan kasus lainnya. Bila tak demikian, rakyat akan terus dipaksa menunggu upaya serius dari pemerintah agar lebih bijak dan tak lagi mengorbankan rakyatnya.
Tentu ini peringatan serius bagi pemerintah, upaya akselerasi perbaikan tentu sangat dinantikan rakyatnya. Akselarasi pembangunan mutlak digaungkan melalui penguatan industrialisasi. Gencarnya pembangunan infrastruktur pendukung memang suatu keharusan, sekaligus meningkatkan nilai tambah terlebih sektor manufakturnya. Sektor manufaktur juga tak bisa lepas dari kesiapan juga ketersediaan tenaga kerja yang handal.
Bila ingin negara ini maju dan progresif, maka pemerintah harus berbenah memperbaiki standar kualitas tenaga kerja. Beberapa diantaranya dengan mengakselerasi pembangunan melalui industrialisasi, meningkatkan sertifikasi pekerja, pembatasan atau pengawasan pekerja asing, kerjasama kelembagaan lain, dan lainnya. Dengan demikian, pembentukan kompetensi mutu tenaga kerja dan ketersediaan tenaga kerja handal akan bisa terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H