[caption id="attachment_295329" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption] Banjir Kanal Timur atau disebut dengan BKT merupakan proyek pembangunan kanal yang diselenggarakan melalui kerja sama antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemkot DKI Jakarta pada masa kepemimpinan Bapak Fauzi Bowo. Kanal ini memiliki panjang sekitar 23.5 km dan membentang dari Kebon Nanas, Jakarta Timur hingga Pantai Marunda, Jakarta Utara. Total dana yang termakan untuk konstruksi serta pembebasan lahan dikisarkan sebesar Rp4,9 triliun. Tujuan awal dari pembangunan BKT adalah untuk menanggulangi banjir yang kerap kali terjadi di Jakarta. Setelah pembangunan BKT rampung, pemkot DKI Jakarta mulai menata sekitar BKT agar lebih apik. Jalan di sebelah kanan kiri sepanjang BKT yang saat itu masih bertanah kemudian diaspal. Di beberapa titik dibangun sebuah halte kecil lengkap dengan tempat duduknya. Warga yang tinggal di sekitar BKT, termasuk saya pada mulanya mengira-ngira bahwa akan dibangun jalur Transjakarta baru yang melewati jalanan pinggir BKT ini. Ternyata salah besar. Jalanan tersebut secara multifungsi dimaksudkan untuk jalur inspeksi dan jalur sepeda.
Jalur di kiri kanan BKT yang diperdayakan sebagai jalur khusus sepeda ditanggapi positif oleh beberapa kalangan tertentu, salah satunya adalah pengguna sepeda. Pengguna sepeda dapat berolahraga dengan mengayuh sepedanya di sepanjang jalur BKT tanpa khawatir akan kendaraan bermotor. Biasanya mereka akan keluar mengayuh sepedanya saat weekend. Anda dapat melihat banyak orang yang mengayuh sepeda dan berjogging di sepanjang BKT saat weekend.
Selain pengguna sepeda, jalur BKT ini juga ditanggapi positif oleh pengguna kendaraan roda dua alias motor. Dibandingkan dengan jalan utama yang macet, jalur BKT tampak lengang dan begitu menggoda untuk dimasuki. Banyak motor yang memasuki jalur BKT, bahkan tak sedikit pula mobil pribadi dan angkutan umum yang memasuki jalur BKT.
Melihat terjadinya penyelewengan atas fasilitas umum di BKT, pemkot DKI segera memasang rambu-rambu yang menandakan motor dilarang masuk dan hanya khusus jalur sepeda. Dengan maksud memaksimalkan peraturan, pada beberapa titik jalur BKT dipasang batu pembatas setinggi pinggang orang dewasa untuk menghalangi kendaraan bermotor agar tidak dapat masuk jalur BKT. Namun, rambu-rambu tersebut tidak digubris sama sekali. Selain itu, hanya dalam hitungan hari saja batu pembatas itu berhasil digulingkan sehingga jalur BKT terbuka lebar kembali. Kalaupun batu pembatas tidak dapat digulingkan, pengendara motor akan menaiki trotoar dan selanjutnya menuruni trotoar memasuki jalur BKT segera setelah melewati batu pembatas. Akibatnya, pejalan kaki yang sebelum BKT rampung dapat berjalan dengan leluasa saat ini harus waspada akan kendaraan bermotor yang berlalu lalang di sekitar jalur BKT.
Kalangan tertentu lainnya yang menanggapi positif jalur khusus di kiri-kanan BKT adalah pedagang kaki lima. Bukan pedagang kaki lima lagi namanya kalau tidak nemplok di pinggir jalan atau trotoar. Ya, pedagang kaki lima beserbuan mangkal di jalur BKT menjajakan barang dagangannya. Hampir semuanya ada, mulai dari pakaian, aksesoris, jajanan makanan ringan, makanan berat, minuman, sampai film.
Pedagang kaki lima biasanya keluar dari tempat tinggalnya dan mulai berbenah di tempat mangkalnya sore hari sekitar pukul 15:30 sehingga sekitar pukul 16:00 mereka sudah siap menerima konsumen. Konsumen biasanya datang dari pengendara kendaraan bermotor yang melewati jalur BKT di jam pulang kerja yang sekedar ingin membeli sesuatu atau beristirahat ngopi sambil memandangi kanal. Konsumen lain datang dari warga sekitar BKT yang ingin berekreasi memandangi kanal di malam hari yang berhiaskan lampu jalanan sambil menyantap makanan. Tak jarang pula jalur sepanjang BKT berubah wujud menjadi pasar dadakan dengan aneka jajanan serta hiburan yang beraneka ragam, bahkan untuk tempat berkencan.
Keberadaan jalur khusus yang seharusnya khusus sepeda berkontribusi akan kemacetan yang terjadi di sepanjang Jalan Basuki Rachmat. Jalan Basuki Rachmat merupakan jalan utama menuju terminal Kampung Melayu, daerah perkantoran Kuningan, dan Mega Kuningan. Mereka yang tinggal di Jakarta Timur harus melewati jalan ini untuk menuju daerah perkantoran sehingga dapat dibayangkan kemacetan yang terjadi di jam-jam sibuk. Jalan Basuki Rachmat menjadi salah satu area dimana kemacetan parah terjadi setelah jalur khusus BKT rampung akibat kesimpangsiuran yang terjadi.
Akhirnya, Banjir Kanal Timur dilepas begitu saja tidak jelas berada di tangan siapa dan nasibnya sendiri juga tidak jelas. Tidak menutup kemungkinan secara jangka panjang BKT akan menjadi Tanah Abang kedua dimana hukum rimba yang bermain dimana kekuasaan jatuh pada oknum tertentu untuk kepentingan tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H