Mohon tunggu...
Belang Telon Jantan
Belang Telon Jantan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pecinta Kucing Damai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Abai dan Lalai Pengelolaan Sampah Kecamatan Ambulu oleh Pemkab Jember

19 November 2024   09:28 Diperbarui: 19 November 2024   15:11 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kecamatan Ambulu. (Sumber: Foto Pribadi)

Kata sampah sudah tidak asing lagi ditelinga kita bukan? Hal ini sudah menjadi sesuatu yang sering kita dengar, baca dan lihat setiap hari. Tetapi apakah pengelolaan sampah disekitar kita sudah terorganisir dengan baik atau malah sebaliknya? Ayo kita bahas Fenomena ini lebih dalam! Masalah sampah yang terjadi di Jember menjadi hal serius yang perlu dikelola dengan baik, terutama di di Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Hamparan sampah seluas 1,5 hektar membanjiri di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berada di belakang gunung Watu Pecah Kecamatan Ambulu, Jember. 

Tumpukan sampah yang terus bertambah setiap harinya membuat TPA setempat kewalahan. Bagaimana tidak, menurut koordinator TPA wilayah Jember bagian selatan, setiap hari terdapat 2 truk sampah diikuti oleh 6 gerobak dari pasar, 6 gerobak dari TPA, dan 4 gerobak dari DLH  yang mengangkut sampah ke TPA Kecamatan Ambulu. Jumlah sampah yang terkumpul per hari dari truk dan gerobak diperkirakan mencapai 50 kubik atau sekitar 15 ton. Angka tersebut hanya berbentuk perkiraan saja, karena untuk menentukan berapa angka pasti untuk jumlah sampah yang datang setiap harinya tidak bisa dilakukan karena tidak ada alat penimbang di TPA tersebut. Jadi setiap sampah yang datang entah itu truk atau gerobak akan langsung ditimbun begitu saja ke TPA tersebut.

Tumpukan sampah ini disebabkan pengelolaan yang kurang maksimal dari pihak pemerintah yang dimana seharusnya menurut penuturan Bapak Imam salah satu petugas sampah di TPA Ambulu tersebut, biasanya akan ada alat berat yang datang untuk melakukan pengurugan tanah agar sampah tidak semakin menumpuk, "Biasanya ada alat berat mas yang datang setiap 6 bulan sekali, namun sejak 2 tahun ini tidak ada alat berat yang datang. Jadi mau tidak mau harus dibakar agar menekan jumlah sampah agar tidak menggunung dan bau.". Pembakaran sampah yang dilakukan bukan tanpa sebab. Seperti yang sudah dijelaskan Bapak Imam sebelumnya, belum ada upaya untuk bisa menyelesaikan masalah penumpukan sampah ini dengan baik, sehingga solusi yang dapat dilakukan hanyalah membakar sampah tersebut.

Lautan Sampah yang Terabaikan (Sumber: Foto Pribadi)
Lautan Sampah yang Terabaikan (Sumber: Foto Pribadi)

Seberapa parah masalah ini jika tidak diatasi? Apakah dampak yang ditimbulkan akan sangat berbahaya bagi masyarakat sekitar? Bayangkan saja setiap harinya selalu ada sampah yang dibawa ke TPA tersebut dan dengan jumlah yang cukup besar. Sampah-sampah ini antara lain berasal dari sampah rumah tangga dan sampah pasar. Sampah tersebut berasal dari daerah Ambulu, Wuluhan, dan Balung yang diangkut bercampur antara sampah organik dan anorganik. Sebab di TPA Kecamatan Ambulu ini belum dilengkapi fasilitas dan tenaga untuk pemilahan sampah. 

Jika dibiarkan, sampah yang menumpuk ini sangat berdampak buruk bagi masyarakat. Ketika musim kemarau, masyarakat akan menghadapi asap-asap hasil pembakaran yang dapat mengganggu aktivitas mereka, karena baunya yang menyengat dan menusuk hidung. Selain itu, masalah lain yang ditimbulkan oleh penumpukan sampah ini adalah ketika musim penghujan, air sumur milik warga sekitar khususnya masyarakat yang bermukim di sekitar TPA tersebut akan mengalami kekeruhan dan bau yang tidak sedap, sehingga air sumur warga yang keruh dan bau tadi tidak lagi bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Menurut salah satu warga sekitar TPA Kecamatan Ambulu tersebut bahwa "Kalau musim kemarau tidak mas, tidak keruh. Hanya saja asap bakar-bakarnya itu yang mengganggu. Sudah bau, sangit juga. Nah, kalau hujan itu mas, baru air sumurnya keruh dan sedikit bau, mau dipakai untuk apa apa jadi perlu berpikir dua kali.".

Adanya masalah ini memang dari pihak desa sudah mengajukan laporan kepada BPBD perihal masalah air keruh warga sekitar TPA Kecamatan Ambulu ini pada tahun 2022 dan baru diproses serta melakukan survey pada awal tahun 2023. Namun, ketika survey dilakukan tidak ditemukannya air keruh dikarenakan mereka datang ketika musim kemarau. Sehingga, pihak desa perlu melaporkannya lagi kepada pihak yang terkait perihal ini ketika sudah memasuki musim penghujan kembali. Tapi, tidak ada respon lanjutan terhadap permasalahan air keruh yang dialami oleh warga sekitar TPA Kecamatan Ambulu tersebut.

Dalam suatu waktu kami memiliki kesempatan untuk melihat langsung kondisi TPA di Kecamatan Ambulu, Jember tersebut dan memang terlihat bahwa kondisinya cukup mengkhawatirkan. Bau busuk dari sampah basah bercampur dengan bau asap yang memenuhi daerah pembuangan tersebut menusuk hidung kami. Jalan semakin menyempit dikarenakan banyak sampah yang menggunung dan memenuhi sisi jalan masuk ke TPA tersebut. Sampah-sampah inilah sebenarnya yang menimbulkan bau tak sedap yang merambah ke jalanan serta ke rumah-rumah warga ketika dibakar nanti.

Sampah Menumpuk di Pinggiran Jalan Masuk TPA Kecamatan Ambulu. (Sumber: Foto Pribadi)
Sampah Menumpuk di Pinggiran Jalan Masuk TPA Kecamatan Ambulu. (Sumber: Foto Pribadi)

Tapi, apa yang menyebabkan semua masalah ini? Untuk menjawab masalah tersebut, perlu diketahui juga bahwasannya pada saat ini hampir semua barang yang digunakan oleh manusia akan menghasilkan sampah. Banyak perusahaan-perusahaan menggunakan barang yang sekali pakai untuk mengejar banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi produk mereka. Hal inilah yang membuat banyak produk-produk di pasaran menggunakan berbahan plastik dikarenakan bahannya yang mudah rusak dan membuat masyarakat harus membeli kembali ketika barang yang mereka gunakan sudah habis ataupun rusak. Tanpa disadari bahwa pembelian yang terus menerus ini menimbulkan sampah yang dapat mengancam lingkungan serta masyarakat itu sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Andre Gorz bahwa banyak dari perusahaan yang sedang mengejar konsumerisme masyarakat sehingga membatasi daya tahan produk mereka dibatasi sehingga masyarakat harus membeli barang tersebut secara terus menerus, dan hal ini selalu mengerahkan intensitas sumber daya alam serta tenaga kerja tanpa benar-benar mensejahterakan umat manusia. (Goldblatt, 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun