Demam Berdarah Dengue atau DBD merupakan salah satu penyakit tular vektor dengan kasus penularam yang tinggi di Indonesia, termasuk di provinsi Kalimantan Tengah. Aedes aegypti adalah vektor yang membawa virus dengue dalam tubuhnya, kemudian ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat yang lembap, kotor, dan gelap untuk dijadikan sebagai tempat perkembangbiakannya. Seperti yang diketahui bahwa di Kalimantan Tengah, masih terdapat pemukiman warga yang memiliki jarak antar rumah yang padat, sanitasi kurang baik, dan dekat dengan sungai. Hal tersebut menjadi salah satu habitat bagi nyamuk Aedes aegypti yang dapat meningkatkan penularan penyakit DBD.
Masa inkubasi nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi virus dengue adalah 8-10 hari. Setelah melalui masa inkubasi tersebut, kelenjar ludah nyamuk menjadi terinfeksi virus dan dapat untuk ditularkan kembali ke manusia melalui gigitannya. Ketika nyamuk  menghisap darah orang sehat, maka virus dengue pada tubuh nyamuk keluar bersama melalui air liur nyamuk dan menginfeksi melalui gigitan.Â
Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama empat hingga tujuh hari timbul gejala awal penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit DBD adalah umur, kerentanan, keadaan sosial-ekonomi, kepadatan penduduk dan mobilitas penduduk. Selain itu, ada pula faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi, yaitu kualitas permukiman, jarak antar rumah, pencahayaan, ketinggian tempat, curah hujan, iklim, temperatur, kepadatan nyamuk dan karakteristiknya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Tengah, kasus DBD di Kalimantan Tengah mengalami peningkatan pada tahun 2016 hingga 2019. Meskipun setelahnya jumlah kasus mengalami penurunan, namun kasus DBD masih menyebabkan angka kematian. Sampai saat ini, upaya pengendalian yang dilakukan antara lain adalah PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), pengasapan (fogging), dan penerapan 3M Plus. Jika dilihat dari masih adanya kasus DBD dan upaya tersebut, maka diperlukan adanya pengendalian penularan penyakit DBD yang lebih efektif.
Nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor memiliki peran penting dalam membawa virus dengue pada tubuhnya. Semakin tinggi angka perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk, maka semakin tinggi pula potensi penularan penyakit DBD. Ditinjau dari faktor lingkungan, upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah membenahi tatanan pemukiman warga, perbaikan sanitasi, serta penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Namun, hal tersebut tidak sepenuhnya dapat mengontrol persebaran vektor nyamuk. Maka, dapat dilakukan upaya pengendalian vektor secara biologi.
Dalam duni Bioteknologi, salah satu cara pengendalian secara biologi adalah dengan menginfeksikan bakteri Wolbachia ke tubuh nyamuk Aedes aegypti. Bakteri Wolbachia umumnya dapat ditemukan secara alami di tubuh berbagai serangga, namun tidak termasuk Aedes aegypti. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa spesies nyamuk Aedes aegypti yang diinfeksi oleh Wolbachia dapat mengurangi angka penularan penyakit DBD. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan Wolbachia memiliki kemampuan 'melumpuhkan' virus dengue yang ada pada tubuh nyamuk, sehingga tidak dapat ditularkan kepada manusia.Â
Pengendalian secara biologis tersebut dapat dilakukan dengan melepaskan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia di suatu daerah tertentu yang beresiko menjadi wilayah penularan DBD di Kalimantan Tengah. Sebelumnya, hal ini telah diterapkan di Yogyakarta yang dimulai pada tahun 2016. Pada tahun 2019, dari wilayah intervensi (wilayah dengan pelepasan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia) dan wilayah kontrol (tanpa pelepasan nyamuk Aedes aegypti dengan Wolbachia), dapat dilihat bahwa insidensi DBD mengalami penurunan yang signifikan hingga 74% Â pada wilayah intervensi dibandingkan dengan wilayah kontrol (tidak mengalami penurunan insidensi yang signifikan). Hal tersebut menunjukkan bahwa pelepasan vektor nyamuk yang telah 'dimodifikasi' secara biologis dengan menginfeksikan Wolbachia dapat membantu mengendalikan penyebaran penyakit DBD.
Pengendalian vektor DBD secara biologi ini tentunya merupakan hal yang baru di Kalimantan Tengah dan dapat menuai berbagai pertanyaan tentang efektivitas dari metode tersebut. Menurut penelitian terdahulu, keunggulan dari upaya pengendalian ini adalah nyamuk Aedes aegypti yang diinfeksi Wolbachia dapat menurunkan sifat atau kemampuan 'melumpuhkan' virus dengue kepada keturunannya, baik dari hasil perkawinan dengan sesama spesies terinfeksi maupun dengan spesies alami yang belum terinfeksi Wolbachia. Ketika menginfeksi nyamuk, Wolbachia dapat mengintervensi waktu hidup nyamuk, mempengaruhi sistem reproduksi, sekaligus 'menekan dan melumpuhkan' virus dengue pada tubuh nyamuk yang bersangkutan.
Namun, tentu saja terdapat kekurangan atau resiko dari setiap metode atau upaya pengendalian vektor yang dilakukan. Â Adapun kekurangan atau resiko dari pengendalian vektor secara biologi dengan Wolbachia ini adalah adanya resiko penurunan jumlah spesies alami (wild type) dari nyamuk Aedes aegypti yang dikalahkan oleh spesies dengan Wolbachia, terganggunya siklus alami dan sistem reproduksi dari nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat apabila ingin menerapkan upaya pengendalian tersebut. Kalimantan Tengah merupakan sebuah provinsi yang memiliki beragam daerah dengan potensi penyebaran virus DBD, sehingga diperlukan adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antara berbagai sektor, seperti pemerintah, tenaga kesehatan, dinas kesehatan, hingga masyarakat dan pihak-pihak lain yang memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan dan pengendalian vektor penyakit DBD ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H