Berdasarkan deskripsi Hendrik Hadi di atas, dapat kita simpulkan bahwa Warloka bahkan hingga Pulau Rinca adalah sebuah situs daerah purbakala manusia modern masa megalitikum.Â
Dalam periodesasi persebaran manusia, penganut budaya megalitikum ini dikenal sebagai ras Austronesia. Peninggalan budaya megalitikum berupa menhir, dolmen, tabular batu, patung batu, dan sebuah struktur mirip piramida bernama Punden Berundak di beberapa situs sekitar Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan kepulauan Sunda Kecil.Â
Dari penggalian ekspedisi pertama dan kedua yang dilakukan Misi SVD ditemukan beberapa peninggalan terpenting; di antaranya Porselin Tiongkok yang terdiri dari piring, buyung dan cangkir yang berasal dari Zaman Yung 960-1279, terdapat di kuburan Rinca dan Werloka. Bersama porselin terdapat pula mata uang. Kedua, alat-alat batu dari zaman batu tua dan tengah terdapat di dua buah bukit di Werloka dan sebuah bukit di pulau Rinca.Â
Ziarah Manusia Modern - Misteri Yang Kian Terkuak
Menurut Theory Out of Africa , diperkirakan 50 sampai 60 ribu tahun lalu manusia modern telah mencapai Australia melewati dataran Sunda dan dataran Sahul lebih dahulu sebelum menyebar di wilayah Asia dan Pasifik lainnya. Apakah nenek moyang orang Flores termasuk gelombang pertama pada 50 - 60 ribu tahun lalu itu? Semuanya masih merupakan misteri. Namun misteri itu kini semakin tersingkap berkat kemajuan sains, terutama biologi molekuler dan arkeologi modern.Â
Pakar genetika populasi asal Italia, Luigi Luca Cavalli-Sforza ( 2000 ) menegaskan bahwa membagi manusia dalam "ras" adalah usaha yang keliru. Ia mengatakan bahwa secara biologis, hanya ada satu ras manusia modern, yaitu Homo Sapiens, walaupun kemudian tiap populasi  mengembangkan budaya yang berbeda. Bahkan perbedaan ciri fisik lebih disebabkan karena proses adaptasi terhadap lingkungan fisik di mana mereka tinggal.Â
Untuk Indonesia sendiri, ahli genetika dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Harawati Sudoyo menolak pemisahan populasi manusia Indonesia timur dan barat. Menurutnya, genetika manusia Indonesia adalah produk campuran dua atau lebih populasi moyang, walaupun presentasi genetika Austronesia lebih dominan di bagian barat Indonesia dan  presentasi genetika Papua lebih tinggi di bagian timur Indonesia.Â
Arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Harry Truman Simanjuntak, mengatakan keberagaman manusia Indonesia, gelombang kedatangan dan jalur perjalanan yang berbeda walaupun asal-usulnya tetap satu, yaitu dari Afrika (out of Africa). Truman menyatakan bahwa imigran awal Afrika mencapai kawasan Indonesia sekitar 60.000 tahun lalu. Menurutnya, mereka adalah nenek moyang jauh sebagian masyarakat Indonesia di kawasan timur yang sekarang sering disebut Melanesia.Â
Bukti-bukti bukti awal manusia modern ini bisa ditemukan di banyak situs di Jawa Timur ( Song Terus, Braholo dan Song Kepek ), Sulawesi Selatan ( Leang Burung, dan Leang Sekpao ) serta di sejumlah wilayah wilayah lain di Indonesia. Temuan lukisan tangan di Leang Timpuseng - Maros yang berusia 40.000 tahun, merupakam lukisan tertua di dunia juga terkait erat dengan kelompok imigran awal ini.Â
Di akhir zaman, sekitar 12.000 tahun lalu, menurut Truman, kembali terjadi ke kepulauan Nusantara sebagai akibat perubahan iklim. Mereka datang dari Asia daratan dan membuat diaspora ke berbagai arah, termasuk ke Nusantara.Â
Kelompok manusia yang dikenal sebagai Austromelanesia atau Austroasiatik ini kemudian mengembangkan hunia goa yang sebelumnya juga dilakukan manusia imigran pertama dan melanjutkan tradisi berburu serta meramu. Gelombang berikutnya ke Nusantara adalah kedatangan populasi austronesia ( Out of Taiwan ) sekitar 4.000 tahun silam.Â