Berada di tengah dua tuntutan, menuntut seorang pemimpin organisasi bisnis harus memiliki kecakapan yang mumpuni guna menjembatani target perusahaan dan tuntutan karyawan. Masa pandemik memberikan tekanan tambahan, karena perusahaan mengupayakan segala daya untuk tetap bertahan, termasuk merekturisasi beban.
Karyawan yang adalah ujung tombak perusahaan diminta untuk tetap semangat, tetap menghasilkan produk dan jasa dengan kualitas bagus, sementara pendapatannya berkurang drastis karena kebijakan perusahaan.
Memberi target pada organisasi untuk menghasilkan produk berkualitas sementara isi kepala para ujung tombak terus berputar, bagaimana melunasi utang, bagaimana kelanjutan hidup, memberikan tantangan yang sangat berat untuk setiap pemimpinan khususnya untuk mereka yang berada di antara karyawan dan pengusaha.
Ada begitu banyak teori kepemimpinan. Ketika kita berselancar di mesin pencari geogle maka ada 424,000,000 artikel atau tautan hanya dalam waktu 0.63 detik. Lalu, teori dan model kepemimpinan milik siapa yang cocok dengan situasi saat ini.
Bahwasannya Hersey-Blanchard dengan Situational Leadership Theory,memang dikenal luas di kalangan praktisi dan ahli kepemimpinan, namun mungkin tidak banyak sekolah bisnis di Indonesia yang memberikan mata kuliah dengan pendekatan kepemimpinan yang berkiblat pada gagasan yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara, salah seorang bapak bangsa dengan visi kepemimpinan yang tidak lekang oleh zaman. Paul Hersey dan Ken Blanchard meletakan gagasan kepemimpinan, dalam buku edisi pertama mereka, Situational Leadership, enam puluh tahun berselang sejak Ki Hadjar Dewantara meletakan gagasan kepemipinanya, Juli 1922
Ing ngarsa sung tuladha, yang di depan memberi contoh dan teladan. Sejalan dengan apa yang dikemukan Hersey-Blanchard enam daswarsa kemudian, yang dilihat dari seorang pemimpin bukanlah apa yang dibicarakan tetapi apakah dia melakukan apa yang dia bicarakan.
Ing madya Mangun Karsa, yang di tengah menggugah semangat. Penulis melihat sebagai ini adalah satu keutamaan yang oleh Hersey-Blanchard dirinci dalam dua point Inspire a Share Vision dan Challenge the process. Ki Hadjar Dewantara dalam visi kepemimpinannya, mengatakan bahwa pemimpin dibutuhkan di tengah kelompoknya, agar mampu mengispirasi, agar mampu menggerakan orang lain untuk bergerak maju.
Tut Wuri Handayani, berada di belakang untuk memberikan dorongan. Bandingkan dengan Encourage the Heart-nya Hersey-Blanchard. Memberi dorongan tentu menyentuh aspek terdalam dari kemanuasian agar orang bergerak dengan sadar karena tahu arah dan tujuannya. Dorongan yang berlebihan akan menimbulkan perlawanan dan keenganan.
Bagaimana relevansi Model Kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara di tengah kelesuan organisasi ( bisnis ) saat ini? Dalam diskusi kelas, kuliah Pengembangan Kepemimpinan, mahasiswa pada umumnya mengemukakan situasi yang cukup seragam, tantangan menjaga performa tetap optimal di tengah semangat organisasi yang cendrung turun.
Tunjukkan bahwa anda adalah pemimpin yang memiliki semangat, apapun situasinya. Pemimpin yang memiki semangat akan menularkan energi yang sama untuk organisasinya. Semangat dan daya juang akan diikuti oleh organisasi jika hal itu tidak hanya sampai pada retorika pemimpin di ruang rapat, tapi tercermin dari laku dan keputusan-keputusan yang diambil. Ing ngarsa sung tuladha, telah memberi landasan yang tepat untuk seorang pemimpin.
Seorang pemilik bisnis yang penulis kenal, di paruh pertama pandemi, dengan berat hati harus melakukan pemotongan gaji karyawannya. Mari kita buang muatan yang tidak berguna di perahu ini agar semua kita bisa sampai ke seberang,"ujarnya. Bertahan hidup selama mungkin adalah hal yang utama bukan untuk mencari keuntungan. Ing Madya Mangun Karsa, memberikan visi yang jelas dan menginspirasi organisasi agar tetap bergerak di tengah gempuran ombak yang tidak berujung.