[caption id="attachment_180537" align="aligncenter" width="680" caption="Pengungsi Asing di Malaysia, Foto Felix Kusmanto"][/caption] Seperti biasa, pekerja asal Indonesia di kedai makan dekat rumah saya selalu menyodorkan koran setiap saya menyantap makan malam di tempat ia bekerja. Saya ingat betul, hari itu adalah hari Kamis 24/5/2012 hari dimana Lady Gaga masih menjadi berita utama di media-media tanah air.
Kasus Corby, Dugaan Konspirasi Australia dan Indonesia
"Baik Australia dan Indonesia menepis tuduhan bahwa grasi Corby untuk membebaskan beberapa pemuda Indonesia yang di tuduh sebagai penyelundup manusia"
Namun setelah membolak-balik halaman, ternyata kali ini diluar dugaan saya! Saya tidak bisa menemukan berita apapun tentang Lady Gaga! Yang saya temukan di bagian berita internasional adalah dugaan konspirasi pemberian grasi atas penyelundup ganja asal Australia, Schapelle Corby dan pembebasan beberapa pemuda Indonesia asal NTT yang dituduh sebagai penyelundup manusia sebagai gantinya. Menurut surat kabar Malaysia yang mengutip berita dari media Australia ini, grasi bagi Corby ini adalah bagian dari deal antara dua pemerintah. Tentu dugaan konspirasi di atas ditepis mentah-mentah oleh pemerintah kedua negara. Australia melalui menteri luar negerinya dan Indonesia melalui juru bicara kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, segera mengumumkan ketidak benaran dugaan ini. Di tanah air dan di level non pemerintah, media-media terus mempertanyakan kredibilitas presiden SBY dalam memberikan grasi kepada Corby. Mereka menggunakan asas keadilan yang merata ini dan ituuntuk terus mempertanyakan dan menantang keputusan ini.
Melihat Dugaan Konspirasi Dengan Lebih Dalam
"Mungkin apa yang SBY lakukan adalah untuk kebaikan 20 pemuda dibawah umur yang mendekam di penjara orang dewasa Australia?"
Sayangnya baik media dan penikmat berita tanah air tidak banyak yang melihat atau berkenan melihat lebih jauh kemungkinan dugaan konspirasi ini. Mungkin dugaan ini benar! Ya memang Presiden SBY memberikan grasi (karena toh ini salah satu hak presiden) dan mungkin saja menodai  asas keadilan yang merata, tapi mungkin juga apa yang SBY lakukan adalah usaha pemerintah dalam menyelamatkan lebih dari dua puluh pemuda Indonesia dibawah umur yang mendekam di dalam penjara ORANG DEWASA Australia. Apa jadinya jika 20 pemuda dibawah umur ini beserta ratusan nelayan yang tidak tahu apa yang mereka lakukan adalah menyelundupkan pengungsi asing secara ilegal ke Australia (banyak dari mereka mengira yang mereka bawa adalah turis asing) dipenjara dan keluarga yang ditinggalkan menderita. Tentu siapapun presidennya, ia akan tetap kena caci maki, bahkan mungkin caciannya lebih dari yang ada sekarang. Maka, jika pembaca setuju bahwa konspirasi ini adalah benar adanya, maka perkenankan saya mengatakan bahwa inti isu ini adalah penyelundupan pengungsi asing (bukan menyelundupkan orang Indonesia ke Australia, media belum dengan spesifik menjelaskan ini) dan masalah sosial di daerah-daerah terluar  atau terpencil yang tepat berada didaerah perairan perbatasan Indonesia - Australia.
Pengungsi Asing di Indonesia: "Nyata tapi Tidak Nyata"
"Indonesia tidak pernah menandatangani Konvesi 1951, sehingga status pengungsi asing selalu ilegal. Namun demikian, kegagalan meresponse  dalam memberikan perhatian lebih dan mempersiapkan langkah-langkah pencegahan dapat berakibat fatal"
Posisi Indonesia yang terletak di antara dua samudra dan dua benua, menjadikan Indonesia sebagai tempat yang strategis untuk pergerakan dan juga tempat transit pengungsi asing asal benua Asia yang ingin pergi ke Australia. Dalam beberapa tahun terakhir, sesuai data yang diberikan oleh lembaga PBB untuk pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) , Indonesia telah menerima banyak pengungsi asing baru secara signifikan. Per Maret 2012, kira-kira ada 3,781 pengungsi asing yang telah terdaftar di Indonesia. Jumlah ini termasuk kecil jika dibandingkan dengan jumlah pengungsi asing di Malaysia yang hampir mencapai angka 88,000 orang di bulan April 2010 dan 98,000 di bulan April 2012 akibat deal pemerintah Australia dan Malaysia terhadap pengungsi asing. Dengan jumlah yang hampir mencapai 4,000 ini, terlihat lucu jika publik dan pemerintah Indonesia tidak mulai merasa prihatin dan was-was. Padahal kehadiran 4,000 orang ini (tentu jumlahnya akan terus bertambah, seiring ketidak stabilan daerah asal para pengungsi seperti Afganistan, Iran, Irak, Somalia dan lain lain) saya yakin bisa menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Indonesia secara tertulis, hukum dan teori memang tidak memiliki tanggung jawab langsung terhadap pengungsi-pengungsi asing ini. Dikarenakan berbagai pertimbangan (contoh: Keamanan Nasional, Memprioritaskan kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia dahulu), Indonesia seperti Malaysia adalah beberapa negara yang tidak menandatangani konvensi 1951 yang mengatur tentang status pengungsi. Jadi tidak bisa juga semena-mena menyalahkan Indonesia jika terkesan melepas tangan dan selalu memberikan tanggung jawab dan tugas perlindungan atas pengungsi asing ke pada UNHCR dan International Organisation of Migration (IOM). Namun demikian seiring berjalannya waktu dan terus meningkatnya jumlah pengungsi di Indonesia, publik dan pemerintah Indonesia tidak bisa lagi menutup mata. Pemerintah harus mulai memberikan perhatian lebih dan mempersiapkan langkah-langkah pencegahan. Lambatnya response dalam memberikan perhatian lebih dan mempersiapkan langkah-langkah pencegahan dapat berakibat fatal. Dampak sosial menjadi hal yang paling jelas dari hal ini. Masalah sosial yang sudah ada di perbatasan akan bertambah. Tidak mustahil, nelayan-nelayan yang lugu dapat diperdaya hingga terjerumus masuk kedalam sindikat organisasi penyelundupan manusia yang akut. Keluarga yang kehilangan anggota keluarganya akan jatuh kedalam depresi dan merusak struktur keluarga dan lain-lain. Penegakan hukum menjadi semakin sulit akibat banyaknya warga yang terjerumus dalam sindikat. Uang yang mengalir secara kuat di daerah dapat menjadi uang pelicin bagi penegak-penegak hukum yang berpendapatan rendah dan bermoral rendah sehingga korupsi akut pun mungkin sekali terjadi. Bibit bibit terorisme dan kekerasan tidak mustahil tumbuh dan berkembang bawaan dari daerah asal pengungsi. Dampak tingkat berikutnya adalah image Indonesia yang semakin turun akibat kegagalan meningkatkan kesejarahteraan masyarakatnya dan kegagalan dalam menangani hak asasi manusia (walau pengungsi asing itu ilegal, tiap manusia mempunyai hak asasi manusia yang sama)
Saran
Pemerintah Indonesia melalui institusi-instusi yang berkaitan (Kementrian Luar Negeri, Sosial, POLRI, Imigrasi dan Rutan) harus memberikan kejelasan bagi penanganan pengungsi asing di Indonesia. Usaha pemerintah dalam pembentukan tim Penanangan Penyelundupan Manusia, Pengungsi, dan Pencari Suaka atau P2MP2S di akhir bulan Maret 2012 adalah benar namun tidak cukup untuk menyelesaikan masalah penungsi asing di Indonesia yang kedepannya belum jelas ini. Dibutuhkan kerja sama antar institusi agar masalah pengungsi ini dapat ditangani dengan baik dan efektif. Kedua, pemerintah Indonesia perlu terus menjalin hubungan yang baik dengan lembaga internasional seperti UNHCR untuk terus membantu menangani isu pengungsi di Indonesia dan menekan negara-negara yang menadatangani konvesi 1951 agar mencepat proses peneriman pengungsi asing. Saat ini negara-negara penerima seperti negara-negara eropa, australia, amerika memperketat dan mempersulit penerimaan pengungsi asing baru di negara mereka, akibat banyaknya pengungsi yang tidak mempunyai keahlian tertentu.
Pemerintah dan media harus lebih sering memberitakan hal-hal yang berkaitan dengan pengungsi dan penangannya. Usaha ini dapat meningkatkan awareness atau kesadaran masyarakat akan adanya hal tersebut itu disekitar mereka.  Usaha ini juga bisa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memonitor transparasi bantuan negara asing (seperti dari Australia) sehingga dana yang diberikan negara tetangga dapat digunakan dengan maskimal.
Salam
Felix Kusmanto
Yang beberapa tahun lalu mencoba memberikan proposal program pengembangan kewirausahawan bagi pengungsi Afganistan di Malaysia dan masih sering bantu salah satu LSM di Malaysia memberikan bantuan microfinance dari dana UNHCR.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H