Wooww… itulah kata yang pertama kali aku lontarkan ketika aku pertama kali menginjakan kaki di Jakarta. Maklum saja, aku hanya seorang anak dari desa yang baru saja boyongan ke Jakarta, karena harus mengikuti Bapak ku yang dimutasi ke Jakarta. Ketika aku tiba di bandara, terlihat banyak sekali orang yang sedang berlalu lalang, ada yang mengantri tiket pesawat, ada yang duduk di tempat duduk yang banyak disediakan, dan juga orang-orang yang ingin melanjutkan perjalanan dari bandara. Yaa tentu aku merasa kaget dengan keadaan seperti itu, karena di kampungku tidak ada kerumunan orang seramai itu.
Perjalananku dilanjutkan dengan menggunakan taksi bandara untuk tiba di rumah yang memang sudah disiapkan untuk kami tinggal selama di Jakarta. Melalui jalan tol dalam kota, nampak banyak sekali gedung-gedung bertingkat di sepanjang pinggiran jalan. Pemandangan yang tentu tidak dapat ditemui ketika aku masih di desa. Selain itu, keadaan lalu lintas cukup padat, jadi itu yang membuat perjalanan kami agak terasa lama, hal yang jarang kutemui di desa. Paling hanya pada saat tertentu saja aku menemui kemacetan di desaku. Yaa ternyata kehidupan di kota besar seperti Jakarta dan juga di desa sangat berbeda sekali. Mungkin aku masih belum terbiasa dengan kehidupan di Jakarta. Jadi, aku masih terasa kaget.
Setelah tiba di rumah, akupun langsung berangkat untuk mencari sekolah baruku. Akhirnya, setelah mencari kesana kesini aku memilih SMA yang terletak di daerah Jakarta Timur. Mulai minggu depan aku masuk sekolah baru, dan juga itu menandai berakhirnya masa liburan kenaikan kelas ini,
Teng.. teng.. neng... neng…nengg..tengg..nengg..tengg..nengg...nengg..
Bel pulang sekolah pun berbunyi, bel tersebut juga menjadi penanda selesainya masuk sekolah di hari pertama di kelas 11. Disana aku tergabung dalam kelas 11 Ips 1. Senangnya bisa bertemu dengan teman-teman baruku di sini. Ada Fadhil yang menjadi teman semejaku, ada Budi dan Feris yang duduk dibelakangku. Yaa dihari pertama sekolah di sekolah baruku terasa cukup menyenangkan, banyak sesuatu yang berbeda antara di sekolah baruku dan sekolah lamaku. Mulai dari segi fasilitas sekolah, pergaulan, dan juga yang lainnya.
Hari demi hari kulalui di kelas 11 ini, aku mulai akrab dengan anak-anak di kelasku. Aku mulai tertarik dengan teman kelasku yang bernama Winda. Lalu, akupun mulai mengobrol dengannya di kelas. Banyak hal yang kami obrolkan, mulai dari hobi, cita-cita, dan aku juga menggali informasi dari dia tentang kehidupan di sini.
“Hey win, kamu enggak keluar kelas?” tanyaku
(dengan tatapan yang agak heran) “enggak kok, emang kenapa?” jawabnya
“Ooh, gapapa kok. Kenapa ketawa?” tanyaku sedikit heran
“Abisnya ngomongnya kok pake kamu sih, kayak orang lagi pacaran aja.” Winda menjelaskan
(dalam hati aku kaget mendengar itu, padahal aku di desaku ngobrol menggunakan aku kamu adalah hal yang biasa) “Gue juga baru tahu kalo disini ngobrolnya pake gue sama lu. Soalnya di tempat tinggal yang lama menggunakan aku kamu.” aku menjelaskan
“Lah, memang kamu dari mana asalnya?” tanya Winda
“Gue dari Jogja, maklum lahh kalo belum terbiasa. Hahaha” jawabku
“Ooh dari Jogjakarta, gue juga dari sana. Cuman dari lahir gue udah tinggal disini, jadi kalo lebaran atau liburan aja gue mudik” jawab Winda lagi
“Berarti kita samaan dong!!” seruku
“Hahahaha iyaa, kapan-kapan kita bisa mudik bareng nihh.” candanya
“Ahh bisa aja lu.. ehh udah ada guru tuh..” jawab ku
“Yaudah yaa gue balik ketempat gue dulu..” balas Winda
“okeee….” Jawab ku lagi
Rasanya lega sekali ketika aku sudah berhasil berbicara kepada Winda, untungnya dia masih belum mengetahui perasaanku pada dia. Terlalu dini untuk bilang aku telah jatuh cinta kepada Winda. Namun, aku sadar bahwa aku sangat tertarik padanya..
Sejak obrolan pertama kami itu, kami mulai lebih dekat. Awalnya dari sering chattingan, ngobrol di kelas, dan bahkan aku mulai memberanikan diri untuk mengajaknya keluar (ngedate lah istilahnya :D). Selain itu, aku juga agak sering datang ke rumahnya untuk sekedar belajar kelompok. Dari sana, aku mulai mengenal Ibunya Winda, Ayahnya, dan juga kedua adik laki-lakinya.
Semakin waktu terus berjalan, semakin sering aku dan Winda bertemu, bukan hanya bertemu seperti teman biasa, namun aku tahu bahwa hubungan ini lebih dari sekedar pertemanan. Aku tidak tahu pasti apakah dia merasakan perasaan yang sama denganku. Namun, aku yakin dia akan berpikiran sama denganku.
Akhirnya, di suatu malam dan di sebuah café di bilangan Jakarta Selatan, akupun mulai menyatakan perasaanku terhadap Winda. Rasa gugup menghantuiku sebelum aku menyatakan itu.
(Agak kaget setelah mendengar perasaanku kepada dia) “Memang lu mau serius ngejalanin ini?” Tanya Winda
“Yaa kalo gue nggak serius, gue gabakalan ngelakuin hal ini kokk, jadi gimana?” Tanyaku balik
Disini.. dia memberikan jawaban yang agak lama.. muncul kembali rasa gugup yang tadinya juga menghinggapiku pada saat sebelum menyatakan perasaan ini..
“Okee, kalo lu mau serius yaa lu harus nepatin janji lu untuk serius. Karena ini masalah hati, terlalu rendah harga diri lu kalo cuman dibuat permainan” Jawab Winda yang sedikit mengguruiku…
“Jadi, diterima ini? “Tanyaku lagi
“Yaa masa lu nggak ngerti maksud gue tadi..” Jelas Winda
“Oohh.. tadi itu jawabanyaa.. berarti di terima dongg :p” Ledekku
“Yaudahh.. abisin aja minumnya dulu” Ngelesnya
Hufffttt akhirnyaa… perasaan ku lega juga.. rasanya bagaikan aku terbang ke angkasa. Rasanya, aku menjadi orang yang paling berbahagia di bumi ini. Pokoknya tidak ada kata-kata yang bisa mengungkapkan ini semua dehh.. *lebay mode on. Yaah mungkin ini rasanya first love, karena sebelumnya aku belum pernah menyatakan perasaan kepada cewek yang ku taksir, aku hanya memendam perasaan itu…
Ternyata, ketika masuk sekolah kembali, teman-temanku mengetahui bahwa aku telah jadian dengan Winda. Dan konsekuensinya adalah, aku harus (dipaksa lebih tepatnya, tapi gue ikhlas kokk. Maklum kan yang nraktir lagi seneng :D) menraktir jajanan di kantin, untung aku membawa uang lebih, karena aku punya firasat tentang kejadian ini.
Hari demi hari kujalani bersama Winda sampai tak terasa liburan akhir tahun pun telah tiba. Kami memiliki beberapa rencana travelling bersama dengan anak-anak kelasan ku. Selain itu, Winda mendapatkan peringkat tiga besar di kelas, sedangkan aku seperti biasa tidak termasuk sepuluh besar. Memang agak sedikit malu ketika peringkat kami berjauhan, namun itu sama sekali tidak membuatku minder. Malah ini aku menganggap bahwa aku dan Winda saling melengkapi satu sama lain.
Banyak pengalaman berliburku bersama teman-teman sekelasku termasuk Winda. Mulai dari mengunjungi berbagai tempat wisata di dalam kota, bermain di salah satu rumah dari teman kelasku, sampai mendaki gunung di Jawa Timur. Liburan kali ini benar-benar berkesan. Ada rasa yang berbeda ketika aku berpergian dengan orang tua dan teman sekelasku. Dan aku yakin, ini merupakan pengalaman yang tidak dapa dilupakan sepanjang hidupku!!
Tak terasa.. liburan yang menyenangkan itu sudah usai, saatnya aku kembali ke rutinitas ku sebagai seorang pelajar. Di hari pertama sekolah, kelas kami pun disambut pendatang baru. Namanya adalah Stella, dia langsung duduk di kursi yang terletak tepat dibelakangku. Lalu, aku sebagai anak murid yang baik dan menghormati sesame manusia *hueekk* langsung mengobrol dengannya.
“Kenalin, nama gue Darma.. lu pindahan dari mana?” Tanyaku
“ Gue Stella, gue pindahan dari Sumatra, disini agak beda ya daripada di tempat gue tinggal dulu.”
“Iyasii, gue dulu juga ngerasa begitu kok
Ternyata, dia berasal dari pulau Sumatra dan pindah ke sini akibat bapaknya pindah kerja ke Jakarta *yaa kasusnya kurang lebih sama lah kayak guee*
Dan sekilas,, aku menganggap Stella anak yang cantik. Entah kebetulan atau tidak, teman sebangku ku berpendapat seperti itu. Aku kadang-kadang sering main kerumahnya hanya sekedar untuk mengerjakan tugas sekolah, tentu tidak bersama Winda. Stella mulai menyadari lama kelamaan, aku dan Stella menjadi akrab. Dan tidak sedikit teman laki-laki ku naksir sama Stella, dan teman-temanku yang menaksir kepadanya menitipkan pesan agar Stella tahu perasaan yang dialaminya dan berharap Stella juga menyambut balik perasaan temanku itu. Namun sayang, ketika aku menyampaikan pesan yang dititipkan temanku yang menyukai Stella, Stella nampak tidak tertarik dengan temanku itu, dan menitip pesan kepadaku kembali agar dia tidak terus mengganggunya lagi. Setelah aku menyampaikan pesan Stella kepada temanku, temanku terlihat lesu sekali, nampak tidak bersemangat ketika sekolah. Namun, sebagai temannuya yang baik, aku terus memberikan motivasi agar hal itu tidak berdampak buruk kepadanya, karena aku tahu perasaan seperti itu, cinta bertepuk sebelah tangan biasa disebut sebagai cinta yang hanya satu arah, bukankah cinta itu hubungan dua arah?.
Untungnya, temanku mengerti apa yang aku jelaskan tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan itu, dan sekarang dia mulai bisa melupakan hal itu dan kembali menjalani kehidupan sekolah dengan penuh semangat. Senang melihat bahwa aku bisa mensugesti seseorang untuk berubah menjadi orang yang lebih baik, karena mungkin itulah sebagai rasa kepedulian sesame yang mengerti ketika teman mengalami kesulitan dan kita bisa membantu orang tersebut untuk keluar dari kesulitannya tersebut.
Seperti yang kuduga sebelumnya, hubungan dekatku dengan Stella bakal menimbulkan masalah dengan Winda. Dan yapp!! Itu menjadi kenyataan!!
Ketika aku sekolah, Winda bilang bahwa aku sering berkunjung kerumah Stella, sering chatting, dan pernah melihatku jalan bareng bersamanya. Aku tidak tahu darimana Winda mendapatkan informasi tersebut. Ketika aku tanya dia mengetahui informasi tersebut, dia tidak menjawabnya. Dia terlihat kesal sekali dengaku, aku berusaha untuk menjelaskan semuanya. Namun, usahaku sia-sia. Dia sudah terlanjur kesal sehingga omonganku tidak didengar. Dia meluapkan emosinya di depanku dan juga di depan teman-teman sekelasku termasuk Stella. Selain meluapkan emosinya, Winda juga meminta putus dariku,, yaa mau diapakan lagi, aku mengiyakan saja permintaan Winda itu. Dan setelah aku mengiyakan permintaan Winda, dia langsung pergi keluar kelas,, entah kemana tujuannya. Aku berusaha tegar dalam menghadapi situasi ini, bukan apa-apa karena dia meluapkan emosinya di depan teman-teman sekelasku, apakah dia tidak tahu sebaiknya hal ini dibicarakan secara pribadi saja, bukannya di depan umum? Namun yasudahlah, itu semua sudah terjadi. Ibaratnya seperti nasi telah menjadi bubur. Stella juga merasa bersalah atas hal ini, dia menyadari bahwa dialah yang patut disalahkan atas kejadian yang menimpaku ini. Karena, sejak aku dekat dengan Stella berarti hubunganku dengan Winda hancur. Namun, aku berusaha menjelaskan bahawa Stella tidak bersalah dalam hal ini. Tetapi, tetap saja dia menyalahkan dia sendiri. Dia juga keluar kelas untuk menjelaskan dan juga meminta maaf kepada Winda.
Secara tidak langsung, aku telah menyakiti hati dua cewek yang memiliki pengaruh yang kuat di dalam kehidupanku. Dan, aku kehilangan keduannya. Sekarang, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Rasanya sangat kaku sekali masih seruangan dengan Winda dan juga Stella. Yaa mungkin sejak konflik itu hubunganku dengan mereka menjadi renggang. Aku akan mencoba untuk memperbaiki ini semua,, yaa memperbaiki. Aku tahu ini sulit, namun aku harus melakukannya demi kebaikan aku, Winda, dan juga Stella….