Mohon tunggu...
felix satrio
felix satrio Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pecinta Pendidikan, kebudayaan, kesenian, kemanusiaan dan Katolisitas

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lelaki yang Mencintai Hujan

22 Mei 2024   17:19 Diperbarui: 22 Mei 2024   17:22 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lelaki itu masih setia menunggui hujan. Pisau belati yang dicuri dari pamannya masih digenggamnya erat. Matanya masih menuju timur. Mencari pertanda kalau-kalau, ia muncul lagi. Tidak peduli walau gelap, basah dan dingin. Ia masih setia menunggui hujan. "kalau-kalau pagi kembali dan menenteng matahari di lengannya, aku harus membunuhnya!", pikirnya. Sekilas waktu tetap berjalan dan pagi berulang. Benar matahari tetap saja dibawanya. 

Dengan senyumnya yang sinis matahari itu menatap sang lelaki. Sembari membuyarkan malam, ia pun menampar hujan. Menjadikannya embun yang luruh hingga berselingkuh dengan rerumputan. Lelaki itupun tersentak. Ditelannya kantuk sebagai sarapannya pagi itu. Matanya nanar menatap matahari yang sudah mengusir hujan darinya. Kemudian ia pun berlari menuju timur, diacungkan pisaunya kepada matahari itu. "aku akan membunuhmu...!", teriaknya.>Inilah kisah lelaki itu, lelaki yang sangat mencintai hujan dan begitu ingin membunuh matahari. 

Felix Satrio, - Malam di Atas Atap -- 2006

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun