Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Demokrasi jadi Tirani: Pembegalan Reformasi

23 Agustus 2024   06:30 Diperbarui: 23 Agustus 2024   06:34 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi Jl Gelora belakang DPR, 22 Agustus 2024 pukul 18.30 WIB. (Maulana Ilhami Fawdi/detikcom)

Negara ini sedang tidak baik-baik saja. Ketika situasi tidak menjamin kepastian, justru menimbulkan kekhawatiran. Disaat rakyat susah mencari harap, bukan afirmasi lebih untuk berkuasa. Paling tidak untuk bertahan hidup dari kefanaan dunia. Kemanakah peran negara itu? Negara yang lahir atas kesepakatan bersama, atas kontrak sosial para Founding Fathers dengan Konstitusi yang selayaknya mampu menjamin kebebasan dan kemerdekaan seutuhnya pada rakyat. Apa ini yang dinamakan Merdeka? Ketika rakyat justru 'dilepas' sia-sia, mereka mati pada ketidakpastian tentang apakah makna dari hidup mereka ditengah rusaknya lingkungan yang mereka tinggali. Lantas kemana mereka harus bersimpuh ketika kontrak sosial itu dikangkangi oleh segelintir orang yang sudah merasa bahwa dirinya sangat kuat dan katanya paling berjasa pada negeri ini. Ingat, bahwa mereka sendiri bisa seperti ini karena mandat yang kuat dan bersumber daripada rakyat. Rakyat yang telah susah dan gantungkan harap bahwa setiap hari mereka harus bertahan hidup pada tantangan yang semakin keras. Malah justru rakyat hanya dibuat sebagai simbol. Kemana semokrasi itu?

Wajar jika sinyal darurat dibunyikan. Wajar jika tanda bahaya dikeluarkan. Ingat bahwa kita masih dalam relung Reformasi. Mengapa pada akhirnya kita masih merasa bahwa kita belum Berubah sesuai Cita-Cita Reformasi? Rakyat kecil pasti bersuara, mereka merasa ada yang salah. Ini bukan soal kelas menengah, yang masih melek akan intelektualitas mereka. Kemanakah demokrasi ketika semua Para Wakil Rakyat yang terhormat justru bersekongkol jelang dini hari. Berusaha untuk menjegal cita-cita Reformasi ala mereka demi keuntungan keluarga penguasa. Ini sangat fatal, ketika permainan para elit membutakan semua lapisan masyarakat oleh janji surga mereka yang berubah menjadi janji neraka. Indonesia yang subur makmur akan menjadi kenangan dan nama. Ketika akhirnya tirani telah terbangun dimulai dari daerah mereka masing-masing, dari garda terdepan yang berada di sekitaran mereka. Manakala, para penguasa lokal sekalipun tidak lagi berpihak pada kebenaran. Justru pada kekuasaan yang semata-mata demi kekayaan mereka saja. Reformasi sudah resmi dikorupsi, Reformasi sudah resmi dibegal dan dikuliti.

Padahal negeri monarki sudah lama mati. Negeri ini adalah negeri yang sangat luas dan lapang, punya potensi dan secercah harapan. Negeri ini harus menjadi milik bersama. Apa gunanya negeri ini merdeka jika pada akhirnya di bulan kemerdekaan ini justru rusak dan sirna oleh karena kepentingan penguasa yang sudah berhawa nafsu untuk membangun dominasi mereka atas nama rakyat. Pertanyaan besar, Rakyat yang mana? Ini adalah penipuan terbesar sepanjang era ini. Justru membangun demokrasi boneka dimana suara suara kritis dijegal dan berlawanan. Bukankah demokrasi membuka ruang untuk dipilih dan memilih? Lantas kenapa pada akhirnya mereka menutup ruang itu? Sebenarnya demokrasi apa yang mereka mau? Apa cuma rakyat disuruh memilih pada satu pilihan yang sudah diatur oleh kekuasaan dan mereka cuma jadi agen dari kepentingan oligarki. Tolong kepada para penguasa, kepada wakil rakyat yang masih punya nurani untuk tersadar jika kalian masih cinta negeri. Jangan jadikan hasrat kekuasaan buat dirimu menjadi monarki. Monarki masih lebih baik bahkan kini sudah sampai titik tirani. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun