Dalam hal ini belum lama disimpulkan dari sebuah sumber yang tidak bisa disebutkan namanya yang mana sumber tersebut sedikit banyak merekam pertemuan di Kertanegara IV pada medio 30 April-1 Mei 2024 lalu. Hashim Djojohadikusumo, adik kandung yang juga sebagai perpanjangan tangan dari Presiden Terpilih, Prabowo Subianto telah memutuskan. Apalagi beliau adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra bersama beberapa elit Partai termasuk didalamnya ada Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani agar Pemerintahan Prabowo Subianto harus menjadi Pemerintahan yang Stabil dan Berdaulat. Kata 'Berdaulat' disini adalah menekankan pada bukan sekedar Rekonsiliasi, tapi harus berani tegas pada pendirian bahwa Prabowo is a Prabowo. Sehingga untuk membangun itu, maka diperlukan sebuah manuver yang secara informal disepakati. Isu Presidential Club? Ini bukan isu yang utama, tapi yang terpenting adalah memastikan legitimasi yang kuat dan panjang karena Gerindra sebagai Partai Presiden justru berada di 'third game' atau dibawah PDIP maupun Golkar sehingga kepentingan untuk memastikan 'biaya' politik menjadi soal. Ini bukan sekedar pada konsepsi Kenegarawanan, tapi kestabilan dari kekuasaan untuk bisa memuluskan berbagai program-program Populisme yang harus disinergikan, apalagi secara teknokratis ini tidaklah mudah.
Singgungan kerasnya adalah Pemerintahan Prabowo diharapkan tidak seperti 1 tahun pertama Pemerintahan Jokowi yang terlalu diombang-ambing pada kepentingan dengan parlemen apalagi PDIP bukan partai pemenang Pilpres dan koalisi masih sempit. Kepentingan terdekat adalah Memastikan Prabowo bisa bersatu bersepakat dengan PDIP alih-alih mengambil Nasdem dan PKB. PDIP dicap sebagai 'Partai Keramat' namun terus terang penghalang utama adalah Presiden Petahana Joko Widodo yang terkesan mendorong proxy-proxynya agar seolah menguasai medan dan dominasi dari perpolitikan. Oke, Prabowo menegaskan keberlanjutan tapi bukan berarti Prabowo adalah Jokowisme, Prabowo punya pandangan sendiri dan tentu harus ditekankan sisi perubahannya. Maka demikian, ada anggapan bahwa Tim Transisi masih dalam dilema antara perlu dibentuk atau tidak. Jika Prabowo adalah Presiden yang berkuasa, beliau Ketua Partai. Kasarnya kenapa harus terpaku sama seorang Petugas Partai yang bahkan tidak dianggap oleh Partainya (seperti kata Komaruddin Watubun, Presiden Jokowi sudah nyebrang dari PDIP). Maka demikian, kepentingan untuk menyiapkan transisi dengan Tim Transisi yang proper dan solid adalah sebuah keniscayaan untuk menunjukkan bahwa Prabowo juga menghadirkan pembaruan (bukan sekedar perubahan). Karena tidak sedikit pula yang memilih Prabowo karena memang Prabowo akan menunjukkan sesuatu yang berbeda dari Presiden sebelumnya.
To the point pada kesepakatan yang diadakan pada diskusi tertutup dan informal di Kertanegara adalah. Gerindra yang saat ini secara intern mengusulkan (belum dibahas di Koalisi Indonesia Maju) adalah mendorong beberapa poin kesepakatan dengan Partai PDIP. Dalam hal ini garis besar yang kelak akan didiskusikan diantara keduanya adalah sebagai berikut:
1. Gerindra dan PDIP bersepakat agar mendorong Pemerintahan gotong royong. Gerindra dalam hal ini ingin mengubah UU Kementerian Negara Nomor 39 Tahun 2008 pada Pasal 15 untuk diubah yaitu spesifik Kementerian Negara maksimal 34 saja agar diubah dengan fleksibilitas bisa ditentukan sebagaimana Presiden Indonesia yang menjabat tentunya penambahan dan pengurangan harus disetujui bersama DPR RI. Artinya tidak menutup kemungkinan Prabowo akan menambah Kementerian hingga minimal 40 bahkan sampai 50 Kementerian, yang mana tentunya PDIP juga akan menjadi salah satu Partai terbanyak pemegang kursi di Kabinet.
2. Gerindra dan PDIP bersepakat agar mendorong Pemerintahan independen. Gerindra dalam hal ini akan menegaskan bahwa dia melalui Tim Transisi akan secara rasional menentukan arah kebijakan Pemerintahan yang tentunya punya visi pembaruan dan tidak hanya menjadi subordinasi dari Pemerintahan sebelumnya yaitu Jokowi. Prabowo juga melalui Tim Transisi harus bisa memetakan bahwa kebijakan ia kedepan adalah murni dari beliau bukan sekedar diatur oleh Kepresidenan Jokowi melalui proxy-proxynya (bisa relawan, tokoh non partisan atau partai). Wacana Presidential Club bisa disetujui tapi komando besar ada di Tangan Prabowo dan memang Prabowo punya hak prerogatif untuk menolak usulan jika tidak relevan sekalipun para mantan Presiden yang mengusulkan bahkan Presiden aktif sekalipun. Paling konkrit pada APBN 2025 kedepan sekalipun Nota Keuangannya disusun Presiden petahana tapi Prabowo musti cermat, kemudian di APBN 2026 secara Kerangka Ekonomi Makro juga harus ditegaskan pendirian Prabowo yang bukan subordinasi Jokowi. Semisal jika Jokowi dan Golkar menegaskan kenaikan pajak PPN 12%, tapi Prabowo tidak setuju. Sampaikan bahwa Prabowo akan berbeda dan punya pandangan sendiri. PDIP siap akan mengawal Gerindra soal itu, supaya Prabowo tidak terkesan hanya menjadi 'boneka' mentang-mentang anak Presiden jadi Wapres.
3. Gerindra dan PDIP bersepakat agar mendorong kerjasama strategis Pemerintahan yang loyal dan membumi. Sinyalnya adalah akan banyak mengusung Koalisi di Pilkada terutama di daerah-daerah strategis khususnya di Pulau Jawa. Memang saat ini Koalisi Indonesia Maju juga sedikitnya punya banyak kepentingan di Daerah untuk memperkuat kaderisasi di daerah melalui Kepala Daerah dalam hal ini Golkar bertindak sebagai 'motor' mengingat Golkar banyak menang di Pileg DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Maka terlihat pula manuver Golkar yang 'curi start' memimpin soal Pilkada ini dan kebetulan pula calon-calon yang diusung terkesan cenderung dekat dengan Jokowi. Sehingga semacam terbangun chemistry Jokowi dan Golkar agar bisa membangun subordinasi di daerah melalui kepala daerah. Gerindra menekankan bahwa jika ia berkoalisi dengan PDIP dengan berbeda arah dengan Golkar (dan pastinya Partai KIM lain seperti Demokrat dan PAN akan ngekor). Tinggal bagaimana memainkan pengaruh PKB, Nasdem dan PPP yang sebenarnya di daerah relatif kuat bahkan PKS. Intinya, Gerindra punya pendirian di daerah dan PDIP siap mendukung. Konkritnya karena jika Golkar dan pro Jokowi menguasai Pilkada tentu loyalitas terbagi dan terkesan mereka akan patuh kepada Golkar dan Jokowi, sehingga memberatkan manuver Prabowo jika beliau ingin tegas terhadap pembangunan daerah.
Kira-kira hal ini yang tersampaikan dan terekam pada momentum pertemuan informal diatas. Soal hal ini didiskusikan dan diseriuskan baik dalam momen formal maupun 'bawah tanah'. Wallahualam. Tapi seperti inilah dinamikanya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI