Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menakar Sejauh Mana Gagasan Internasional Ganjar-Mahfud?

6 Januari 2024   15:52 Diperbarui: 6 Februari 2024   15:39 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Jika menurut para pakar Hubungan Internasional bisa ditakar bahwa seorang Ganjar walaupun dia adalah Soekarnois, tapi setidaknya beliau akan terkesan pada sisi yang lebih pragmatis dalam menentukan arah atau sikap kebijakan luar negerinya kedepan. Beliau akan mempercayakan analisa mendalam kepada dinamika yang berkembang, dimana semua didasari pada orientasi kehidupan Internasional kedepan. Sebenarnya, Ganjar Pranowo jadi Gubernur pun bukan tidak 100 persen tidak berhubungan dengan luar negeri. Kalaupun Gubernur yang dikenal sangat diplomatik adalah Anies Baswedan. Sebenarnya seorang Ganjar Pranowo juga sangat terbuka dalam kebijakan luar negerinya. Walaupun memang masih terlalu dasar dalam menentukan arahnya. Karena Gubernur juga ujungnya musti ikut 'hulu' yaitu dari Kebijakan Pusat melalui Kemenlu. Ingat, urusan ini merupakan urusan absolut dimana Politik Luar Negeri adalah komando Kepala Negara dan Kementerian Luar Negeri.

Jokowi dikenal sangat pragmatis dan populis. Tidak terlalu mengikuti arah kebijakan yang notabene dikenal sangatlah ramai, dia tidak pada posisi globalis sebagaimana seorang Anies yang dikenal sangat membuka ruang dan merangkul ke segala arah. Begitu juga dengan Prabowo yang dikenal sangat diplomatik dengan mengedepankan sisi nasionalismenya sebagaimana seorang Bung Karno. Intinya berbanding 2 orang itu, harus diakui Ganjar memang tidak terlalu menggebu-gebu. Hanya saja, Ganjar sama halnya Jokowi bisa jadi akan menyerahkan sepenuhnya antara dengan Wakil Presiden sama halnya Jokowi dengan JK dahulu semisal urusan-urusan yang lebih menekankan pada diplomasi yang tidak sepenuhnya menguntungkan semisal dengan lembaga-lembaga multilateral seperti PBB, atau bahkan dengan Menteri Luar Negeri sekalipun. Ganjar lebih menekankan pada bilateral, dan ditekankan pada kebutuhan masing-masing. Bukan soal memamerkan jenama atau sesuatu yang dirasa bersifat prestisius.

Ganjar akan menekankan pula pada konsep Geopolitik ala Bung Karno namun memang bebas aktif itu akan didorong secara full. Mengacu pada sikap kemarin terhadap Israel ditolak saat Piala Dunia U-20. Sepertinya memang Ganjar akan menegaskan prinsip kemanusiaan yang lebih spesifik dan tidak sekedar mengandalkan pada eksistensi dalam konsep multilateral. Begitu juga jika ia mengandalkan Mahfud bahwa kesadaran geopolitik juga menekankan pada prinsip keadilan. Semisal komitmen untuk ekstradisi terhadap negara-negara 'Safe Haven'. Jadi pragmatismenya menekankan pada kemanusiaan dan keadilan tapi tidak pada tataran yang lebih masif lagi pada keuntungan yang lebih semisal Jokowi dimana jelas sekali bahwa ia sangat memperhitungkan kalkulasi ekonomi disini. Kemudian berbanding dengan Jokowi yang bisa jadi akan diperhitungkan pula dalam tindaklanjut soal kebijakan adalah soal memahami perundingan dan perjanjian Internasional sebagai bagian dari protokol kehidupan bernegara sebagai warga dunia.

Maksudnya adalah, Ganjar-Mahfud akan menekankan pula pada prinsip kebenaran dan konsistensi diplomasi yang benar-benar harus sejalan pada memastikan kepentingan sebagaimana Bung Karno yang sangat tegas jangan sampai menimbulkan ketergantungan. Sepertinya memang Jokowi melalui Nawacita menekankan pada kedaulatan maritim dimana minimal secara Regional dan juga Multilateral juga komitmen untuk berkolaborasi tanpa saling mengintervensi serasa kurang. Jokowi serasa memiliki sisi yang berat sebelah. Mungkin saja Ganjar akan menata kembali dan meninjau beberapa perjanjian yang mana melalui visi misinya bahwa 100 persen harus selaras pada Kepentingan Nasional, musti serumit itu bukan soal keuntungan yang sifatnya ekonomi dan investasi belaka. Bukan soal intimasi atau tidaknya sebuah hubungan tapi lebih kepada 'clear'nya terhadap kepentingan domestik semisal berorientasi pada isu-isu fundamental dalam negeri seperti pangan, energi dan juga kemanusiaan. Alih-alih bangun narasi ketergantungan dari kitanya juga kuat dulu.

Intinya seperti itu, jika dibahasakan secara mudah. Barangkali Ganjar-Mahfud sekali lagi akan sedikit mengulang pragmatisme seorang Jokowi yang tidak terlalu globalis dan menggebu-gebu seperti SBY atau juga berbanding Anies dan Prabowo. Anies mungkin terlalu liberalis dan soft sedangkan Prabowo kharismatik dan nasionalis. Ganjar bisa saja menekankan pada sisi pragmatis populis. Populisme ekonomi terlalu digaungkan Jokowi melalui kerjasama yang berorientasi pada investasi, di era Ganjar tentu akan didasari pada kepentingan kedaulatan Nasional misal kemanusiaan, keadilan dan esensial. Dimana, tidak harus terlalu bergantung melainkan tegaskan pada sedikit ego (sama juga seperti Jokowi) bahwa kita kapabel dalam urusan dalam negeri kita, tinggal sejauh mana diluar itu juga 'menguntungkan' kita. Bahasa mudahnya mungkin seorang Ganjar tidak akan sesering mungkin keluar negeri berbanding dengan Prabowo andai jadi Presiden begitu juga Anies. Kekuatan dari Menlu tunjukkan dia atau mungkin Wapres yang akan handle.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun