Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Kala Siti Atikoh 'Turun Gunung'. Bukti Kelak Ibu Negara Bukan Suri Istana

30 Desember 2023   12:45 Diperbarui: 6 Februari 2024   20:48 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampanye Siti Atikoh di Solo (Sumber : Dokumentasi PDIP)

Judul yang menurut saya pribadi sangat mendalam dan kelak akan membangun sebuah opini yang tentunya beragam di kalangan masyarakat khususnya para pembaca. Tentang pentingnya peran seorang Ibu Negara yang bukan hanya menjadi seremoni pendamping suami saja yang notabene sebagai Presiden. Apalagi, memang dibuktikan bahwa Siti Atikoh selama kepemimpinannya sebagai 'First Lady' selama 1 dekade di Provinsi Jawa Tengah. Tentu melahirkan rekam jejak dan pengalaman, bahwa memang menjadi seorang pendamping tidak hanya dibelakang namun ikut andil menciptakan segudang kontribusi terhadap bangsa. Memang, peranan Ibu Negara bukan seorang decision maker, kurang lebih juga sama seperti Wakil Presiden. Tapi, dia juga dijuluki RI 3, dimana kedudukannya juga tidak kalah penting. Apalagi belakangan memang, sang Calon Ibu Negara ini sudah intens dalam 'turun gunung' untuk memenangkan Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden, tidak hanya dibelakang sebagai penonton saja. 

Ibu Negara sama dengan Suri Istana, hanya lebih banyak berdiam dan tidak terlalu ekspose (sekalipun tidak salah juga) memang berkaca pada fenomena-fenomena lainnya beragam Ibu Negara yang sudah lama menjabat. Mungkin, tidak sedikit yang tahu kiprah Ibu Tien, kemudian Ibu Ainun, kemudian Ibu Shinta Wahid, sampai Ibu Ani bahkan Ibu Iriana dimana semua juga punya kapabilitas masing-masing dan mereka juga punya rekam jejak yang berbeda dan sama-sama dirasa hebat. Tapi, mungkin Ibu Atikoh menurut pandangan opini yang tersurat dalam tulisan ini, yang mana banyak pula yang berpandangan sama. Bahwa, Ibu Atikoh sejak ia menjadi Ibu Gubernur tidak lantas medioker, dia benar-benar inovatif dan out of the box. Bisa jadi, mengandalkan pula kiprah beliau yang memang dikenal sebagai Birokrat (terlepas entah sekarang masih aktif atau sudah pensiun dini) selama lebih dari 25 tahun di Pemprov DKI Jakarta, kemudian begitu sang suami jadi Gubernur Jawa Tengah maka ia pun pindah tugas ke Provinsi Jawa Tengah. Plus yang perlu menjadi pusat perhatian, tidak lantas dia langsung diberi 'karpet merah'. Nyatanya beliau tetap berkarir sebagai staf biasa padahal bisa jadi secara pengalaman kerja belum lagi pendidikan beliau sudah cukup mumpuni. Minimal, pandangan orang jika istri Gubernur sekecil-kecilnya dia bisa jadi Kepala Bagian (Eselon III) di Pemprov. Nyatanya tidak.

Nyatanya, malahan begitu pindah dia lebih banyak pada tatanan bahwa dia tugas diluar kedinasan. Atau mungkin dia juga sudah mundur, misalkan dia sibuk menjadi Ketua TP PKK Jawa Tengah sekaligus Ketua Pramuka Kwarda Jateng tentu juga menyita banyak waktu. Namun dari pengalaman itulah banyak sekali diasah mengenai kapabilitas dan kemampuan ulung untuk bisa bagaimana memahami dan ikut andil membantu rakyat dengan kapasitas dimiliki. Siti Atikoh dari latar belakang pendidikan juga bukan sembarangan, beliau merupakan seorang lulusan Universitas Tokyo untuk Magister Kebijakan Publik (makanya ada gelar MPP-nya alias Master of Public Policy) dimana itu merupakan jalur beasiswa ketika ia sudah menjadi seorang ASN. Kemudian, sebelumnya beliau merupakan Sarjana Teknologi Pertanian dari UGM dan akhirnya juga melanjutkan S2 di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan yang sama. Maka demikian, beliau memang pernah bertugas di Dinas Kelautan Perikanan Pemprov DKI. Sehingga dari kualitas beliau mungkin dalam intelektual tidak bisa dianggap remeh.

Maka demikian, wajar juga bilamana seorang Atikoh juga diperbantukan dan akhirnya juga turun langsung ikut dalam sosialisasi bahkan ikut serta dalam diskusi dimana bahasannya jelas yaitu aspirasi sampai pada visi-misi. Beliau oleh karena intelektualitasnya bisa menjelaskan baik secara spesifik rasional ilmiah sampai pada bahasan yang lebih mudah dan merakyat. Bahkan secara siratan maupun suratan jelas bahwa dia juga akan banyak membantu seorang Ganjar Pranowo oleh karena posisi beliau sebagai seorang Presiden kelak. Setidaknya, Ibu Negara juga akan banyak berperan tidak hanya dibelakang namun juga turun kedepan mengawal visi-misi agar sampai ke masyarakat sekalipun bukan decision maker. Tapi, setidaknya melalui pengalaman 10 tahun di Jateng beliau juga bisa bersinergi menentukan suatu putusan atau pandangan yang relevan dan rasional agar kelak Pemerintahan seorang Presiden tidak salah arah. Maka demikian, beliau bisa dikatakan akan banyak pada tataran mendengar bukan hanya seremoni saja menjadi 'banserep' suami dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang lazimnya bersifat ringan di masyarakat.

Contohnya dimana ketika beliau berkampanye di sebuah daerah menjelaskan KTP Sakti atau Satu Data Indonesia Terintegrasi Terpadu Tepat Sasaran. Beliau menjelaskan secara gamblang bahkan rasional spesifik teknisnya tentang cara kerja KTP Sakti serta pemanfaatannya bahkan lebih rasional pada perbandingan bahkan mengeluarkan pula riset-riset yang mungkin saja banyak ia dalami bahkan benchmarking dengan negara-negara lain yang ia pelajari. Begitu juga soal bagaimana perkara aspirasi pangan dimana bukan hanya pada mendengar dan tunjuk perintahkan kelak saja namun beliau juga bisa menjelaskan narasi solutif dimana ketika terpilih dia menjelaskan dari A sampai Z bahwa ini masalah fundamental dan tahapan-tahapannya juga seperti ini agar masalah bisa terurai. Belum lagi, masalah seperti Pungli di Instansi Publik, soal Kekerasan Seksual, soal keberpihakan Pemuda dan Olahraga sampai kemarin Ekonomi Umat dan Pesantren. Beliau juga bisa menjadi pembicara yang baik bahkan dalam sesi QnA beliau bisa menjelaskan by data by fakta by research tentu dengan bahasa yang lebih membumi. Sehingga bisa dikatakan manakala Calon Ibu Negara pun ikut 'turun gunung' tidak lantas ikut hadir atau justru malah menggaungkan dukungan melainkan ikut andil dalam presentasi dan sosialisasi agar masyarakat bisa tahu bahwa Ibu Negara juga kelak punya andil secara emansipasi tidak hanya dibelakang Presiden tapi bersinergi bersama Presiden dari Keluarga untuk masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun