Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Skenario Silang: Ganjar-RK vs Prabowo-Gibran

9 September 2023   11:20 Diperbarui: 9 September 2023   11:29 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar Pranowo-Ridwan Kamil (Sumber Foto : MNCTrijaya)

Wacana Capres-Cawapres yang silang memang sebelumnya ramai di segmentasi Prabowo Subianto dimana ia sangat melirik wabil khusus sebenarnya loyalis Prabowo secara pribadi atau yang memang terafiliasi dengan Gerindra justru mengharapkan sosok Cawapres yang muda (bahkan sangat muda) apalagi dengan engage yang sangat kuat terhadap Jokowisme dimana Prabowo Subianto menghadirkan platform yang relatif berbeda yaitu ingin meneruskan keberlanjutan ala Jokowi yang dinilai sukses, terlepas saat itu pula Prabowo dicap hanya terkesan mendompleng mantan rivalnya tersebut demi meraih ceruk suara semata. Ya, bisa iya bisa tidak. Tapi mungkin ada rasionalitas secara elektoral yang ingin dia ambil selain semata ingin berkontribusi pada 'kue rakyat' alias basis pendukung Jokowi yang murni melampaui suara-suara partai. Apapun cara digunakan mulai mengganti nama koalisi jadi Koalisi Indonesia Maju seperti Jokowi-Ma'ruf sekarang hingga mewacanakan Gibran Rakabuming Raka bahkan 'nekat' ajukan gugatan ke MK, orientasinya apalagi kalau bukan karena Gibran. Pro kontra memang terjadi namun itulah dinamikanya.

Upaya yang sebenarnya kalau kata PDIP sampai pada 'memecah belah' kalangan segmen PDIP bukan hanya Jokowi ini dimana mengkhawatirkan pula apabila Prabowo akhirnya terkesan 'plotting' Gibran untuk membelot dan akhirnya otomatis memberi kunci bahwa Jokowi sudah pasti mendukungnya, mengingat hampir semua partai katanya tegak lurus Jokowi dan sudah dipastikan hilalnya demikian. Lantas bagaimana dengan Ganjar? Apakah Ganjar yang tulen PDIP bahkan telah lama bersama Jokowi dilupakan begitu saja? Orkestrasi semakin menarik dimana diantara 2 All Jokowi's men ini semua berebut kepentingan yaitu ingin mempertahankan atau menerima. Ganjar dan PDIP dalam posisi mempertahankan ceruk suara Jokowi (relawan-loyalisnya yang sangat banyak, sehingga Jokowi bisa dikatakan sebagai 'People President' pada 2014 lalu) dimana beririsan pula pastinya dengan suara konstituen PDIP sehingga semakin solid. Disisi lain, ada yang ingin menerima atau sedang berusaha merebut satu per satu mereka untuk meraih kemenangan, sang mantan rival secara langsung eksplisit akui bahwa Jokowi memang sekuat itu. Makanya, realistis Prabowo berposisi 'mendekati' Jokowi dalam hal demikian.

Seperti yang kita ketahui bahwa Gibran Rakabuming Raka merupakan Walikota Solo yang sukses bahkan kini dicap lebih daripada bapaknya dahulu yang kini jadi Presiden. Beliau berhasil membawa Solo semakin mendunia dan lebih berkualitas dimana dahulu awal menjabat adalah masa paceklik pandemi dimana akhirnya 2 tahun kepemimpinannya atau tepat Pandemi sudah berakhir, Solo pun menerima arus kemajuan lagi bahkan sudah diatas rebound. Berkat kaum muda yang ikut andil terlepas dia anak Presiden atau bukan, namun basically jiwa kreativitas dan progresivitas seorang Gibran memimpin Kota kecil yang berpenduduk sedikit dimana minim industri apalagi sumber daya alam sehingga mengandalkan pada wisata sejarah dan didorong betul menjadi Kota MICE sukses menjadikannya sebagai tokoh berpengaruh. Pemimpin muda kenamaan, yang pesonanya sudah skala Nasional dimana bisa terlihat banyak sekali tokoh-tokoh Nasional tak henti 'sowanan' ke Solo baik politis maupun apolitis.

Prabowo juga tidak salah selera, dimana memang 2024 beliau ingin Wakil yang muda sama seperti 2019. Dimana setelah, Prabowo gagal bersatu dengan Ganjar karena Ganjar sudah dicapreskan PDIP. Peluang besar Prabowo bisa menang dengan mengamankan elektoral Jokowi 2014 dan 2019 ya adalah dengan spesifik berpasangan dengan anaknya. Kesannya dapet dimana Prabowo sudah didukung koalisi gemuk : Golkar dan PAN sebagai parlemen, terus PBB, Gelora, Garuda, dan sebentar lagi PSI (yang tadinya sama Ganjar). Belum organ-organ relawan non partisan Prabowo yang sebenarnya mulai terbangun dan solid yaitu murni loyalis atau ceruk-ceruk Jokowi yang sekarang ke Prabowo juga relatif banyak. Mungkin sudah 50:50 relawan Jokowi merapat ke Prabowo. Banyaknya Koalisi tentu mendorong banyak nama Cawapres : Golkar usulkan Airlangga Hartarto dan belum lama kabarnya Pengurus Tertinggi Golkar juga beri restu ke Ridwan Kamil, PAN juga masih sama Erick Thohir dan juga Muhadjir Effendy kemudian PBB usul Yusril Ihza Mahendra. Non Partisan atau diluar usulan koalisi ada Yenny Wahid dan juga Gibran tetap sama.

Berbicara Ridwan Kamil dimana pasca beliau lengser banyak yang heboh akan ada Breaking News. Walau ujungnya beliau hanya ingin healing setelah menjabat. Tapi ada maksud lain, dan salah satu yang diam-diam/senyap adalah keputusan dari petinggi Golkar yaitu 3 Dewan : Dewan Pembina, Dewan Penasehat, Dewan Pakar yang mendorong skenario Ridwan Kamil sebagai 'cadangan' untuk Cawapres dimana kesannya Golkar akan tetap mendukung dalam hal ini Capres Prabowo jika tidak Airlangga maka RK. Selain yang memang santer terdengar hanya 2 Capres diluar Golkar yang bisa dilegowokan oleh Golkar. Obyektif saja : Erick dan Gibran. Erick karena faktor logistik dan non partisan sementara Gibran karena anak Presiden (tapi waiting putusan MK) selain dasarnya kapabel. Hanya saja muncul isu yang agak liar dan rada 'silangan' bahwa Ridwan Kamil pun dilirik oleh PDIP yang mengusung Ganjar untuk RK dijadikan Cawapres. Mengingat kecocokan keduanya sebagai Gubernur yang berprestasi di provinsinya masing-masing dan saling menginspirasi sehingga dikenal sinkron, apalagi usia keduanya masih relatif sebaya dianggap memudahkan kekuatan kedepannya.

Wacana liar ini muncul dari PDIP yang antara bercanda atau serius mempertimbangkan RK yang sebenarnya lagi-lagi adalah berorientasi isu elektoral geografis dimana Jawa Barat sebagai kawasan kekuatan pemilih yang solid dan padat dimana kini Prabowo dan Anies bertaruh dan Ganjar relatif lemah sehingga butuh Wakil yang bisa 'main' disitu. Sama halnya pertimbangan rasional Anies dan Nasdem pilih Muhaimin karena ingin 'main' di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai basis Nahdliyin Nasionalis selain kepadatannya juga. Jawa adalah kunci, Ganjar hanya kurang di Barat saja yaitu Jawa Barat dan mungkin Banten dimana Ridwan Kamil sebagai tokoh Pasundan bisa imbang dan menopang segmentasi tersebut. Jadi mainannya adalah basis geografis-demografis-kultural yang mana perpaduan Jawa-Sunda diperlukan. Hanya saja sayangnya Ridwan Kamil adalah Wakil Ketua Umum Golkar yang mana sudah relatif solid untuk Koalisi Indonesia Maju jilid 2 bersama Prabowo. Jadi, lebih realistis sebenarnya jika RK bergandeng dengan PS daripada dengan GP karena faktor partai tadi.

Hanya saja, tawaran demi tawaran tentu kan menarik. Sama halnya dengan berita koalisi poros 4 yaitu jika Sandi tak dipilih Cawapres lalu out bersama PPP kemudian ada Demokrat yang tak bersikap karena alot sama Megawati maupun Prabowo dan PKS yang prahara alias agak goyang karena 'dilepeh' sama Nasdem dan PKB bahkan elit-elit PKS pun berulang kali mengungkapkan peluang dengan narasi kekecewaan bahkan Nasdem sendiri pun ya tidak bisa sepenuhnya 'menahan' jika PKS keluar. Kurang lebih skenarionya seperti itu, PPP out bersama Sandiaga tapi kalau Prabowo gagal gaet RK maupun AH, atau bahkan Gibran dan Erick. Yaitu Prabowo malah gandeng Yenny atau Khofifah karena basis NU melawan Muhaimin yang bersama Anies. Saat itu juga peluang Golkar pindah ke PDIP usung Ganjar juga berlaku yaitu dengan menyodorkan Cawapres namun dengan call rendah. Kalau katanya AHY bersama Anies itu call utama AHY Cawapres, kalau sama koalisi Prabowo dan Mega AHY call cadangan atau diturunkan asal masuk. Namun jika keduanya 'main aman' tak mau sama Demokrat. Kira-kira, Golkar akan turunkan call atau tawaran juga yaitu Airlangga untuk Prabowo, maka kalau ke Ganjar, RK saja yang dimajukan. Apalagi realistis disini mainannya adalah bukan soal senioritas tapi peluang kemenangan karena Ganjar dan RK sama-sama pemain tinggi (elektabilitasnya).

Hanya saja pertanyaan besarnya? Apakah memungkinkan secara baik Gibran apalagi yang sekarang booming ini RK adalah petugas partainya masing-masing bahkan Ridwan Kamil pun demikian sebenarnya Waketum pun tidak begitu powerful memiliki daya tawar apalagi dia juga sebagai 'karbitan' karena jabatan Gubernur Jawa Barat saat itu dikonversi bukan menjadi Ketua DPD Golkar Jabar melainkan langsung Waketum DPP, sehingga memang 'ngeri-ngeri sedap' tapi semua juga tergantung pada penegasan Dewan-Dewan Tertinggi bukan yang diatas DPP? Bahkan seorang Airlangga Hartarto dibuat 'tak berdaya' untuk terus 'dipaksa' eksis dalam Pilpres sekalipun saat itu AH sendiri sudah dalam posisi yang lesu atau mungkin down dalam hal berambisi menjadi kontestan Pilpres, sama halnya dengan Muhaimin dahulu dimana suara fungsionaris berikut suara Dewan Tinggi lebih kencang sehingga Ketum musti main, dan untung saja rejeki Cak Imin malah sama Anies. Lantas bagaimana dengan Golkar. Tapi kan tergantung Capresnya juga dan keputusan bersama. Hanya saja jika tawaran Ganjar dan RK jadi, apa masih lebih relevan dalam konteks yang sebenarnya lebih profesional dan elegan. Apa itu?

Ingat bahwa Golkar sendiri sudah lama 'puasa' dalam kekuasaan baik kemenangan usungan maupun kader dalam memenangkan Pilpres sejak masa reformasi. Jusuf Kalla saya rasa tidak masuk hitungan karena baik bersama SBY di 2004 maupun Jokowi di 2014 statusnya saat itu JK tidak pakai bendera Golkar dimana 2004 Golkar ke Wiranto dan 2014 Golkar ke Prabowo. Lantas kapan lagi Golkar bisa usung kader (tak usah muluk-muluk jadi Capres) jadi Cawapres saja dan saat itu menang begitu saja. Bukan menang atau merapat setelah pertandingan? Sejarah belum mencatat, kalaupun Koalisi usungan Golkar menang di Pilpres tercatat baru 2019 itupun dengan posisi Jokowi sebagai Capres tidak lagi mengusung kader Golkar sebagai Cawapresnya melainkan saat itu KH Ma'ruf Amin yang bukan Golkar. Maka demikian, jikalau akhirnya Golkar out dan dukung Ganjar kemudian jadi Ganjar Pranowo-Ridwan Kamil. Serta takdir keduanya memenangkan pertarungan Pilpres 2024 nanti. Apa tidak menjadi sejarah setelah reformasi : Kandidat Pilpres 2024 usungan Golkar dan kader Golkar memenangkan Pilpres 2024. Wait n see saja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun