Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Anies-Muhaimin Bukan Barang Baru, Mungkinkah Poros Keempat?

1 September 2023   16:15 Diperbarui: 3 September 2023   22:18 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sedikit Political Brief mengacu pada 'geger' yang baru saja muncul baru-baru ini dan 'fresh' bahwa pada akhirnya keputusan mengerucut pada Anies Baswedan yang akhirnya sedikit lebih 'moderat' berikut juga Muhaimin Iskandar yang sebelumnya terancam tidak akan mendapat ruang dalam konstelasi 2024, akhirnya muncul harapan dengan kesepakatan dengan Surya Paloh sebagai Ketua Umum Partai Utama pengusung Anies yaitu Nasdem. 

Bahwa Koalisi bersepakat membentuk spektrum baru sekalipun taglinenya adalah Perubahan : Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang rencananya akan final di Surabaya esok hari Sabtu (2/9/2023) apalagi sebentar lagi Surya Paloh juga akan pergi ke London untuk urusan pribadi, maka sebelum keberangkatan tentu perlu sebuah kejutan besar supaya mesin semakin 'panas'.

Hal ini merupakan manuver realistis dan tiada heran juga sehingga memang nyatanya biasa. Toh antara Anies dan Muhaimin adalah sesama KAGAMA dan keduanya juga terpaku pada Organisasi Kemahasiswaan yang sangat 'elit' dikalangan mahasiswa yang berbasis agama dan kaderisasinya melahirkan tokoh besar. Anies sebagai seorang HMI dan Muhaimin sebagai seorang PMII. 

Akhirnya keduanya bersatu dan semakin kuat dengan adanya koalisi kader terbaiknya maju dalam kontestasi yang notabene akan didominasi oleh kalangan muda yang punya pemikiran kritis dan rasionalis. 

Fenomena yang secara tiba-tiba langsung 'booming' after Anies ziarah ke Tebuireng, ke Pesantren dan ziarah ke makam Gusdur dan bertemu Ibunda Muhaimin Iskandar. 

Tak lama, langsung terjadi 'prahara' dimana Demokrat merasa dikhianati dan akhirnya 'koyak' untuk mendukung Anies karena ruang sang Ketua untuk maju ditutup karena keputusan yang dinilai sepihak dan Demokrat dipaksa untuk setuju maunya Surya Paloh. Surya Paloh dinilai merasa sudah menghitung matang meski sebenarnya Anies sendiri berharap dan sudah mempertimbangkan setelah komunikasi dengan tokoh-tokoh alot mulai Andika, Khofifah, Yenny Wahid, Mahfud MD, hingga Susi Pudjiastuti. Maka yang paling mudah Anies akan pasti bersama AHY. Nyatanya memang benar dugaan bahwa Nasdem yang paling tidak setuju jika 'keterpaksaan' untuk bersama AHY, akhirnya Surya Paloh juga 'memaksa' Anies dengan Muhaimin.

Surya Paloh merasa bahwa AHY tidak punya modal kepemimpinan kuat dan terlalu dini bahkan masih didalam bawah bayang-bayang sang Pepo, Susilo Bambang Yudhoyono sehingga belum cukup keras untuk berhadapan dengan kontestan lain, belum lagi ia juga tidak punya massa solid dan finansial yang mendorong untuk kemenangan. Realistis lagi karena kapabilitasnya yang masih nol di Pemerintahan atau Jabatan Publik sehingga belum teruji. Maka pragmatisme pula jika akhirnya Surya Paloh 'intens' dengan Muhaimin karena faktor Nahdliyin tadi. Ingat bahwa, PKB sendiri mengklaim bahwa ia didukung oleh belasan juta pemilih yang dominan adalah Nahdliyin bahkan survey terbaru semakin naik bahkan sudah mencapai diangka 20 jutaan. 

Sehingga lumrah saja menunjukkan, ditengah turunnya suara Anies yang sempat pula dievaluasi. Kebutuhan akan Cawapres yang bisa 'mengunci' basis Nahdliyin yaitu menjamin Kemenangan di Basis Nasionalis yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah keniscayaan. Sehingga, apa lagi daya tawar seorang AHY? Kalau Finansial Surya Paloh, sekalipun dihentam oleh prahara BTS yang sempat membuah goyah Nasdem mungkin Surya Paloh sebagai pengusaha juga pandai bersiasat belum lagi tentunya hal ini atas ridho dari seorang Jusuf Kalla (selaku penyandang utama dari belakang alias King Maker).

Jadi seperti pertemanan atau relasi seorang manusia dengan manusia lain saja. Jika tidak lagi dibutuhkan, tidak masalah bahkan Nasdem juga tidak merasa mengkhianati karena memang itulah dinamika bisnis sama halnya politik. Dimana barang yang ditawarkan Demokrat tidak lagi memuaskan tentunya sudah dipersilahkan, bahkan PKB dan Nasdem sudah cukup. Bahkan dengan PKS sekalipun semisal PKS juga skenario terburuknya tidak akan diambil sebagai 'teman koalisi' atau PKS yang 'pahit-pahit' akan mundur karena ketidakcocokan basis pemilih (elektoral) maupun ideologi dengan PKB. Dimana Nasdem menginginkan PKB demi melawan stereotip bahwa Anies itu ekstrem dan radikalis sehingga bisa diterima oleh ceruk suara pemilih Jokowi di 2014 dan 2019 yang memperkuat Nasdem dahulu. Jika dengan PKS yang condong Fundamentalis Islam bukan Moderasi Islam seperti PKB maka akan bertentangan. 

Seperti kita tahu bahwa Nahdliyin itu selalu tidak sepakat dengan PKS maka jelas sekali basis PKB seperti Jawa Timur bahasa kasarnya PKS tidak laku disana (terlihat, tidak ada Bupati/Walikota bahkan Wakil dari PKS kemudian DPRD baik di Provinsi maupun Kota/Kabupaten tidak ada dipegang oleh PKS). Begitu juga yang dialami oleh PKB, setelah kisruh soal Koalisi Indonesia Maju yang mungkin sebagai puncak dimana Golkar dan PAN mendominasi. Mungkin fakta baru, ketika Budiman Sudjatmiko masuk maka akan mengancam eksistensi PKB apalagi Budiman yang sempat menyinggung Kementerian Desa dan masalah dinamikanya adalah berkaitan dengan PKB. Panjang cerita pokoknya.

Hal ini sudah tercium tentunya dengan kecurigaan kalau memang Golkar yang tadinya memutuskan poros keempat tapi mundur dan malah ke Prabowo Subianto, dimana keputusan untuk memajukan Airlangga juga alot dan akhirnya Petinggi Golkar diatas Pengurus Inti meminta Airlangga untuk menentukan pilihan kepada Capres dan akhirnya ke Prabowo karena memang bekas Golkar. Tentu Muhaimin juga pasti merasa bahwa kecil peluang untuknya menjadi pendamping. Karena sudah bisa dipastikan, Golkar ke Prabowo juga goal besarnya mendorong Airlangga sebagai Cawapres. Jadi seperti tulisan beberapa waktu selang, antara Muhaimin dan Airlangga sama-sama terpaku oleh kepengurusan tinggi diatasnya yaitu Majelis Syuro/Dewan Pembina yang mendorong eksistensi partai dengan Ketua Umum yang diberi ruang di Pilpres 2024. Hanya PKB lebih berani melangkah, untuk pastinya keluar karena sudah tidak meyakinkan dan merapat ke Anies.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun